19: Layers of Lies

11 3 2
                                    

Mark memperhatikan Lilly, yang fokus memperhatikan kotak-kotak kecil bertuliskan huruf di hadapannya. Sejak mereka mulai bermain Scrabble, Lilly jadi lebih pendiam dari biasanya. Padahal, selama ini, Lilly selalu punya topik yang bisa dibicarakan. Mark jadi takut telah salah berbicara.

Sejujurnya, Mark tidak tahu apakah dia pernah mengatakan kebenaran. Sejauh ini, dia mencoba untuk membiarkan Lilly memberitahunya apa yang gadis itu ingat. Mark hanya akan mengonfirmasinya. Mata biru Lilly akan bersinar-sinar setelahnya, dan dia berjanji akan mencoba mengingat lebih banyak. Itulah yang Mark butuhkan: ingatan Lilly akan apa yang sebenarnya terjadi saat ledakan itu terjadi. Memori Lilly akan Thomas hanyalah lapisan awal yang pada akhirnya akan menguak segalanya.

Lagipula, Mark yakin semua ingatan Lilly tentang Thomas adalah kebenaran, dan yang perlu dia lakukan hanyalah mengikutinya serta menambahnya sedikit supaya terdengar lebih meyakinkan. Kebetulan saja Thomas pintar biologi dan suka merawat bunga, sehingga Mark tidak perlu pusing menjelaskan bau bunga yang melekat di bajunya. Bisa gawat jika Thomas ternyata alergi bunga.

"Kenapa kau diam saja?" tanya Mark, berusaha mengajak Lilly berbicara. Keheningan di antara mereka mulai mengusiknya.

"Aku sedang berpikir," balas Lilly singkat.

Sikap dingin itu membuat Mark urung membalas. Dia kembali memperhatikan Lilly sambil mencoba menelusuri letak kesalahannya.

Sejak awal, perbuatannya sudah salah. Mark hanya mengandalkan ingatan Lilly yang tidak lengkap untuk mengenal dan berperan sebagai Thomas. Memori Lilly bukanlah sumber yang kredibel, tetapi hanya itulah sumber yang Mark miliki. Kemungkinannya melakukan kesalahan seharusnya begitu besar—bahkan, Mark seharusnya sudah gagal sejak hari pertama. Dia tidak tahu bagaimana dia bisa sampai di sini.

Apakah karena Mark, sebagai Thomas, tidak mau memberitahukan apa-apa pada Lilly? Sepertinya bukan. Lilly masih tertawa setelah itu. Lagipula, Mark berhasil menyelamatkan diri dengan kalimat sok romantisnya tadi. Mark tidak merasa dirinya romantis, tetapi dia sering mendengar Mom membicarakan tentang film atau serial yang tayang di televisi. Sedikit banyak dia tahu seperti apa laki-laki yang digemari banyak gadis.

Mark mencoba mengingat apa yang dia katakan sehingga Lilly bersikap dingin, tetapi dia tidak bisa memikirkan apa pun. Sejauh ini dia melakukan semuanya dengan benar. Meski dia yakin sekali dia tidak melakukan kesalahan, Mark mengingatkan diri agar lebih berhati-hati setelah ini. Hal-hal kecil yang tidak dia sadari bisa saja menyinggung perasaan Lilly. Mark sudah masuk ke dalam kehidupan Lilly terlalu jauh untuk gagal.

"Thomas? Sekarang giliranmu."

Mark menatap Lilly, lalu melihat ke arah papan. Lilly sudah jauh memimpin. Gadis itu sepertinya jago sekali bermain Scrabble—dia sering meletakkan kata-kata sulit yang jarang Mark dengar. Apakah Lilly dan Thomas sering bermain bersama dulu, dan Lilly sekarang sedang mengetesnya? Mendadak saja Mark merasa gelisah. Dilihatnya huruf-huruf yang dia punya, berusaha memainkan kata yang tepat.

Mark berhasil membuat kata brush dan mendapatkan poin yang lumayan.

"Kenapa kau tidak membuat kata shrub saja?" tanya Lilly tiba-tiba. "Kalau kau memainkan kata shrub, kau akan mendapatkan nilai yang lebih besar. Kukira kau akan lebih familier dengan kata shrub daripada kata brush."

Mark terdiam. Apakah dia baru saja gagal tes?

"Kurasa aku hanya sedang lelah," kata Mark, memberikan alasan atas perbuatannya hari ini yang selalu salah. Dia berusaha menampilkan ekspresi lelahnya yang paling baik. "Pekerjaanku banyak hari ini."

Lilly menatapnya lekat. "Maafkan aku. Aku hanya kecewa atas sesuatu yang bahkan tidak kuingat dengan benar."

"Apa maksudmu?"

Reminiscing ThomasTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon