24: Traces of Truth

9 3 0
                                    

Detektif Billy Russell duduk bersandar pada kursinya sambil memijat dahinya. Kasus ini benar-benar membuatnya berpikir untuk melaksanakan impiannya: pensiun dini dan membuka kantor penyelidik pribadi. Atau mungkin pindah ke pedesaan dan memecahkan masalah hilangnya kuda milik tetangga. Dia bahkan rela pensiun dan tidak melakukan apa-apa di rumah selain diganggu oleh istrinya, Gloria. Rasa-rasanya semua itu lebih baik daripada menangani kasus kebakaran pabrik meth seperti ini.

Kasus ini sebenarnya tidak terlalu sulit. Penyebab kebakaran sudah diketahui dan sebagian korban merupakan mantan narapidana. Detektif Russell hanya butuh mengidentifikasi korban-korban lainnya serta mengusut pemilik pabrik tersebut dan apakah mereka masih beraktivitas di daerah lainnya. Sayangnya semuanya jadi sulit sekali berhubung nyaris tidak ada petunjuk yang bisa membantunya.

Sebagian besar bukti hancur dalam api. Empat dari sepuluh korbannya belum diidentifikasi. Satu korban selamat tidak mengingat apa-apa, sementara korban lain yang selamat akhirnya meninggal. Empat korban sisanya merupakan pengedar narkoba yang sudah pernah ditangkap, tetapi tampaknya tidak memiliki asosiasi dengan kelompok pengedar narkoba besar. Rumah itu disewa oleh salah satu korban meninggal, dan pemiliknya tidak tahu apa-apa soal obat-obatan yang diproduksi di sana. Setiap jejak yang ditelusuri Detektif Russell sepertinya berakhir buntu.

Sekarang, Detektif Russell terpaksa mulai mengerjakan kasus lain. Dia hanya berharap kasus ini tidak akan berakhir beku. Atasannya pasti tidak akan suka.

Omong-omong soal atasan, Letnan Williams tampak sedang berjalan menuju meja Detektif Russell. Pria itu memaksa Detektif Russell untuk segera menutup kasus ini. Detektif Russell tidak tahu apa alasannya, tetapi sepertinya berhubungan dengan keinginan Lt. Williams untuk dipromosikan. Kasus yang lama diselesaikan tidak pernah tampak baik.

"Mana laporanmu?" ujar Lt. Williams ketus. "Saya sudah bilang untuk menyerahkannya pagi ini."

Detektif Russell mengedikkan bahu. "Saya sedang menunggu hasil tes DNA dari laboratorium untuk mengidentifikasi beberapa korban yang belum dikenali. Sayangnya laboratorium sedang disibukkan oleh kasus lain yang diprioritaskan."

Lt. Williams sepertinya menyadari sarkasme dalam ucapan Detektif Russell. Pria itu berdiri dan berdeham. "Lakukan saja secepatnya, Russell. Kasus seperti ini tidaklah sulit."

Setelah Lt. Williams pergi, ponsel Detektif Russell bergetar. Akhirnya laboratorium kriminal telah menemukan kecocokan dengan beberapa korbannya yang belum dikenali. Detektif Russell bergegas pergi ke sana. Dia bukannya tidak ingin menyelesaikan kasus ini. Dia hanya belum bisa saking banyaknya kasus kriminal yang harus ditangani oleh laboratorium kriminal.

Phyllis Shepard, kepala analis laboratorium kriminal yang menghubungi Detektif Russell, sedang berbicara dengan analis lain saat Detektif Russell tiba. Wanita itu segera menyudahi percakapannya dan menyuruh Detektif Russell mengikutinya.

"Aku sudah mengidentifikasi dua korban lagi," kata Shepard selagi mereka berjalan menuju kantornya. "Mereka dua anak remaja yang dilaporkan hilang oleh keluarga mereka. Sayang sekali aku belum bisa mengidentifikasi dua korban lain."

"Mereka biasanya sudah tidak punya keluarga, atau diusir oleh keluarga mereka." Detektif Russell merenunginya. "Betapa menyedihkan."

"Ya. Hal-hal seperti ini mengingatkanmu pada rumah." Shepard mengambil dua berkas di atas mejanya. "Nah. Inilah dua korbanmu. Jason Delaney dan Thomas Lane. Mereka berdua sama-sama bersekolah di Golden Oak Private School—Delaney masih kelas sebelas, sementara Lane sudah lulus."

Detektif Russell memperhatikan foto para korban. Mereka berdua terlihat masih muda sekali. Detektif Russell selalu sedih melihat korban yang usianya masih jauh lebih muda darinya. Masa depan mereka seharusnya masih cerah, dan hidup masih menyimpan banyak rencana untuk mereka. Betapa tragisnya mereka, sehingga hidup mereka harus berakhir secepat ini.

"Laporan otopsi mereka sudah ada di dalam map," Shepard menambahkan. "Untuk dua korbanmu yang lain, aku akan berusaha mencari identitas mereka. Namun, aku tidak tahu kapan bisa memberikan hasilnya kepadamu. Banyak sekali bukti yang harus kami proses."

"Tidak apa-apa," balas Detektif Russell. "Aku sudah senang kau bisa mengidentifikasi dua korban ini. Aku sudah kehabisan petunjuk untuk ditelusuri dan atasanku sudah ingin menutup kasus ini."

Shepard hanya menyeringai. "Semoga beruntung."

Detektif Russell keluar dari ruangan dengan dua petunjuk baru. Dia berharap akan ada jalan akhir yang dibawa kedua nama ini.

Secara umum, Detektif Russell menyukai pekerjaannya. Dia menyukai tantangan yang dibawa oleh setiap kasus, juga fakta bahwa dia bisa membuat dunia ini menjadi lebih baik dengan mengurangi penjahat di dalamnya. Meski begitu, tetap ada banyak hal yang tidak dia sukai dari pekerjaannya. Membawa kabar buruk kepada keluarga korban adalah salah satunya. Detektif Russell tidak pernah tahu apa yang harus dia ucapkan.

Dia sudah mengunjungi keluarga Jason Delaney tadi pagi. Mr. Delaney langsung memucat dan kaki Mrs. Delaney tidak mampu menopang tubuhnya. Detektif Russell bisa membayangkan bahwa seperti itu jugalah reaksinya dan istrinya jika seorang detektif datang dan memberi tahu kalau anak mereka sudah tidak ada. Dia akan merasa gagal. Gagal melindungi anaknya, gagal menjadi orangtua yang baik, dan gagal menjaga keluarganya.

Orangtua Jason sangat kooperatif, tetapi sayangnya tidak ada petunjuk relevan yang bisa dikejar. Detektif Russell berharap orangtua Thomas Lane bisa memberikan petunjuk baik. Dia terdengar tidak berperasaan, tetapi dia hanya ingin memberikan keadilan bagi para korban.

Hanya ada Mrs. Lane di rumah saat Detektif Russell tiba. Suaminya pergi bekerja, katanya, dan anaknya yang satu lagi, Joshua Lane, sedang bersekolah. Waktu tetap bergulir maju, meski rasanya berat untuk mengikutinya. Saat mendengar kabar itu, sikap Mrs. Lane tetaplah tenang, meskipun sedikit demi sedikit air matanya mengalir. Detektif Russell hanya bisa terdiam. Hatinya ikut remuk melihat reaksi Mrs. Lane.

"Maafkan saya jika saya terkesan tidak berperasaan, tetapi saya harus menanyakan sesuatu," kata Detektif Russell setelah beberapa saat.

Mrs. Lane mengusap pipinya, lalu mengangguk. "Silakan, Detektif."

"Apakah Anda tahu bagaimana anak Anda bisa berada di lokasi kejadian pada hari itu?"

Mrs. Lane berpikir sejenak. Sedikit banyak Detektif Russell bersyukur wanita ini tidak marah mendengar pertanyaan itu, tidak seperti Mrs. Hayes yang langsung membela anaknya. Implikasi pertanyaan itu memang tidak terdengar menyenangkan. Namun, Detektif Russell tetap terbuka pada kemungkinan lain. Apalagi karena dalam tubuh Thomas tidak ditemukan jejak-jejak meth sama sekali.

"Saya tidak tahu," jawab Mrs. Lane kemudian. "Thomas sangat menghormati nyawa makhluk hidup, Detektif. Saya yakin sekali dia tidak akan mengonsumsi narkoba."

Detektif Russell mengangguk. Sepertinya dia akan menemui jalan buntu lagi.

"Namun, Detektif," lanjut Mrs. Lane, "Thomas pernah bercerita dia membantu seorang temannya belajar supaya nilainya membaik. Katanya pemuda itu pernah mendapatkan masalah narkoba. Kalau tidak salah, namanya Tony. Saya tidak ingat nama belakangnya. Saya tidak ingin menuduhnya, tetapi mungkin saja dia mengetahui sesuatu."

Detektif Russell mencatat nama itu. "Terima kasih atas bantuan Anda, Mrs. Lane. Jika ada yang ingin Anda tanyakan, Anda bisa menghubungi saya."

Setelahnya, DetektifRussell meninggalkan rumah Thomas Lane. Detektif Russell pernah berbicaradengan seorang pemuda bernama Tony Sanders, yang dulu dipenjara bersama salahsatu korban. Waktu itu, Tony Sanders mengaku tidak mengetahui apa-apa tentangledakan itu. Jika dia adalah Tony yang dikenal Thomas, pemuda itu butuhmenjelaskan sesuatu.

Reminiscing ThomasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang