13: Untold Secrets

11 4 0
                                    

Lilly memperhatikan ponsel barunya lekat-lekat. Pesan yang dia kirimkan kepada Thomas belum juga dibalas. Pesan yang dia kirimkan melalui ponsel Clara juga tidak dibalas Thomas, padahal sudah lewat dua hari. Kenapa Thomas tidak kunjung menghubunginya?

Lilly tidak ditemukan dengan tas berisi barang pribadinya, jadi dia harus membeli ponsel baru. Dad membelikannya ponsel kemarin. Lilly memaksa Dad untuk membelinya secepat mungkin. Alasan utamanya tentu saja supaya dia bisa menghubungi Thomas tanpa perlu mengganggu Clara, tetapi Lilly beralasan kalau dia harus punya ponsel supaya bisa berkomunikasi dengan kerabatnya yang lain dengan mudah.

Ponselnya menyala karena notifikasi baru. Lilly segera membukanya. Sayangnya notifikasi itu muncul dari Netflix. Sambil mendesah, Lilly meletakkan kembali ponselnya di nakas.

Lilly berharap Thomas akan menghubunginya sesegera mungkin. Dua hari yang lalu, setelah Lilly bertemu dengan Thomas lagi, dia terus meminta Clara untuk mengecek notifikasi ponselnya, siapa tahu ada pesan baru dari Thomas. Clara kesal sekali, sampai dia menjauhi tempat tidur Lilly untuk sesaat. Malam itu, Thomas tidak mengirimkan pesan apa pun.

Kemarin, setelah Dad selesai memasukkan nomor baru dan mengatur beberapa hal, Lilly mengirimkan pesan supaya Thomas bisa menghubungi nomornya yang itu dan bukan nomor Clara. Dia mengirimkan beberapa pesan sekaligus. Dalam kurun dua jam, sudah 20 pesan yang dia kirimkan—Lilly menghitungnya. Tetap tidak ada balasan dari Thomas; bahkan tidak ada balasan dari pesan yang dikirim dengan ponsel Clara.

"Kau hanya harus bersabar," kata Clara. "Mungkin saja Thomas sedang sibuk."

Kesibukan apa yang mungkin dimiliki seorang pemuda yang baru saja lulus SMA dan sedang berlibur sambil menunggu tanggal masuk kuliah? Rasa-rasanya tidak ada. Kesibukan yang paling mungkin diambil Thomas adalah pekerjaan paruh waktu, yang sering dilakukan oleh remaja-remaja untuk menambah pengalaman dan mengisi waktu selama liburan. Thomas tidak menyebutkannya kemarin, tetapi mungkin saja dia sedang bekerja.

Walau demikian, pekerjaan apa yang membuat Thomas tidak bisa membalas pesannya? Thomas seharusnya bisa membalas pesan di malam hari, setelah pekerjaannya selesai. Dia juga bisa mengabari di jam makan siang. Setidaknya dia harus memberi tahu kalau dia tidak bisa datang, dan baru bisa menemui Lilly dalam beberapa hari. Dengan begitu, Lilly tidak akan menunggunya selama ini.

"Permisi."

Lilly sudah hendak tidur ketika mendengar sapaan itu. Dia bergegas bangun sementara Clara mengecek siapa yang memasuki kamarnya. Rupanya Thomas. Lilly memasang raut wajah kesalnya yang terbaik, tetapi melihat Thomas meringis, mau tidak mau dia tersenyum juga. Setelah menyapa Clara, Thomas berjalan menghampiri sisi tempat tidur Lilly.

"Sebelum kau protes," ujar Thomas cepat, "aku minta maaf. Urusanku ternyata berlangsung lebih lama dari yang kubayangkan. Aku terlalu lelah untuk membalas pesanmu. Akan lebih baik kalau aku langsung datang dan mengejutkanmu."

"Benarkah?" tanya Lilly, masih mencoba berpura-pura kesal. "Aku kira kau sudah melupakanku."

"Bukannya justru kau yang melupakanku?" Thomas menyeringai. Dia pasti menyadari perubahan ekspresi Lilly karena dengan cepat dia mencoba menghibur Lilly, "Maaf, aku seharusnya tidak mengatakannya. Jangan pikirkan itu. Aku membawakan sesuatu untukmu."

Perasaan bersalah Lilly luntur sedikit saat Thomas menyerahkan bunga lili yang disembunyikannya di belakang badannya sedari tadi. Terdapat empat tangkai bunga lili putih yang diatur dengan beberapa daun hijau segar. Lilly menerimanya dan langsung menghirupnya—baunya begitu segar, seperti baru saja dipetik dari taman. Lilly sangat menyukainya.

"Indah sekali," celetuk Clara. Dia menepuk punggung Thomas. "Aku akan keluar sebentar. Kau pasti bisa menjaga Lilly. Kabari aku jika kau sudah harus pergi."

Setelahnya, Clara keluar dari ruangan.

"Kau begitu pengertian," kata Lilly, tidak memedulikan kepergian Clara. "Bagaimana kau tahu aku paling menyukai bunga lili putih?"

"Kau sungguh bertanya seperti itu?" tanya Thomas sambil tertawa. Dia menarik kursi mendekat. "Aku tahu apa bunga favoritmu, Lilly. Aku tahu banyak hal tentang dirimu."

Lilly meringis. "Ah, benar."

"Jadi, apakah aku sudah dimaafkan?"

Lilly menatap Thomas lekat. Pada dasarnya dia memang tidak sekesal itu. Dia jauh lebih senang pemuda itu akhirnya datang juga. "Karena kau membawakanku bunga, aku memaafkanmu. Apa sebenarnya yang harus kaulakukan hingga sesibuk itu?"

"Eh, uh, aku harus bekerja. Kemarin aku sangat sibuk dan tidak sempat beristirahat, jadi aku tidak bisa membalas pesanmu."

"Apa pekerjaanmu?"

"Aku bekerja paruh waktu di sebuah toko bunga. Tugasku merangkai buket bunga pesanan. Kemarin kami, eh, harus menghias sebuah tempat pernikahan. Banyak sekali bunga yang harus diatur." Thomas kemudian berbisik, meski hanya mereka berdua yang ada di ruangan itu. "Kliennya sangat rewel dan ingin semuanya sempurna. Bunga-bunga yang sudah kuatur harus diatur ulang karena dia tidak menyukainya."

Lilly tertawa. "Mereka akan menikah, Thomas. Kau hanya akan menikah sekali seumur hidupmu."

"Jika semuanya berjalan baik, tentu saja." Thomas mengedikkan bahu. "Kami hampir saja tidak bisa menyelesaikan tugas kami sebelum acara dimulai."

Thomas menceritakan kejadian lucu lain yang terjadi saat dia sedang bekerja. Lilly suka mendengar Thomas bercerita. Ucapannya lugas dan matanya bersinar-sinar. Lilly jadi bertanya-tanya apakah dari dulu dia juga suka mendengar Thomas bercerita. Andai saja Lilly bisa mengingat seluruh cerita Thomas. Untuk saat ini, Lilly cukup bahagia karena bisa mengagumi cara bercerita Thomas seperti baru mendengarnya untuk pertama kali.

"Kenapa kau memperhatikanku seperti itu?" tanya Thomas tiba-tiba.

Lilly tersenyum. "Tidak ada apa-apa. Aku hanya suka mendengarmu bercerita."

"Kau beruntung. Aku punya banyak cerita untukmu."

"Ah, benar." Lilly menegakkan posisinya sedikit. "Apakah kau bisa menceritakan bagaimana hubungan kita? Aku ingin tahu bagaimana kita bertemu dulu. Apa yang sering kita lakukan bersama? Apa saja film yang sudah kita tonton? Aku ingin tahu semuanya."

Thomas terdiam sebentar. "Tidak seru kalau aku menceritakannya kepadamu," katanya akhirnya. "Kau harus mengingatnya sendiri."

"Apa?" Lilly mengernyit. "Ayolah. Ceritakan saja sesuatu. Satu cerita saja sudah cukup."

"Tidak mau."

"Apa pun, Thomas."

Thomas menggeleng. "Tidak mau."

"Curang!" protes Lilly sambil memukul lengan Thomas. "Kenapa kau tidak mau menceritakan apa-apa?"

"Sudah kubilang, itu tidak asyik. Lagipula, masa lalu kita tidak penting, kau bisa melupakannya. Kita bisa membuat memori baru setelah ini."

"Aku ingin tahu apa yang pernah terjadi di antara kita, Thomas. Aku ingin mengingat kita."

"Berarti, kau harus berusaha keras untuk sembuh," kata Thomas. Dia mengedipkan matanya. "Sebaiknya aku mengaturkan bunga-bunga ini untukmu."

Thomas mengambil bunga yang berada di dalam pelukan Lilly. Mata Lilly menangkap plester yang menempel di punggung tangan kanan Thomas. Lilly menarik tangan Thomas, membuatnya sedikit menegang. Apakah luka-luka ini didapat dari pekerjaannya? Seberapa berat tanggung jawabnya hingga membuatnya terluka seperti ini?

"Apa yang terjadi?" tanya Lilly.

Thomas menarik tangannya. "Tidak apa-apa. Terjadi saat aku bekerja kemarin. Sudah tidak sakit."

Lilly membiarkan Thomas mengambil buket bunga dan menatanya di sebuah gelas tidak terpakai. Dia diam saja saat Thomas berjanji membawakan vas bunga saat datang besok.

Pikiran Lilly penuh dengan pertanyaan-pertanyaan tentang Thomas. Kenapa Thomas menolak bercerita tentang masa lalu mereka? Kenapa dia bersikeras Lilly harus mengingatnya sendiri? Lilly jadi bertanya-tanya apakah dia pernah menyakiti Thomas, atau bahwa hubungan mereka sebenarnya tidak sebaik itu.

Tidak, tidak mungkinbegitu. Thomas penting baginya. Lilly hanya harus berusaha keras untukmengingat semua kenangannya akan Thomas. Jika itu kemauan Thomas, Lilly akanmengikutinya.

Reminiscing ThomasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang