35: Prisoner's Confession

9 2 0
                                    

Tony berbaring di atas tempat tidur, memperhatikan langit-langit dengan tatapan kosong. Sejak pertama menempati sel ini hingga sekarang, kira-kira seminggu setelahnya, yang dipikirkan Tony hanya satu: bahwa dia sangat layak berada di sini. Setelah semua yang dia lakukan, sudah sepantasnya dia membusuk di sini.

Tidak, Tony tidak akan membusuk di penjara. Dia hanya mendapatkan waktu enam bulan penjara saja karena dia memiliki narkoba saat ditangkap. Selain itu, informasi yang dia berikan pada detektif waktu itu cukup membantu untuk mengurangi masa tahanan—tidak banyak, berhubung tidak ada informasi baru. Tony hanya memberitahukan tentang sisa pengedar yang belum diidentifikasi.

Kelompok yang memiliki pabrik meth itu bukan kelompok besar. Anggotanya tidak mungkin lebih dari 30 orang. Pemimpinnya, seorang pria bernama Fred Robinson, dulunya merupakan seorang apoteker. Rumah itu disewanya dari seorang temannya yang bekerja di kota lain. Fred mulai memproduksi methamphetamine sendiri setelah salah satu pemasoknya dulu ditangkap polisi.

Tony mulai masuk ke dalam kelompok Fred sebagai pengguna akibat godaan Aiden. Aiden seangkatan dengannya dan merupakan teman pertama yang Tony punya. Tony kira, Aiden memahaminya. Latar belakang keluarga Aiden sama kacaunya dengan keluarga Tony, tetapi Aiden tampak sudah bisa mengatur hidupnya dengan baik sekali. Tony ingin belajar dari Aiden. Mana dia tahu kalau ternyata, akhirnya, Aiden justru menuntunnya di jalan yang salah?

Tahun lalu, Tony mulai mendistribusikan narkoba. Aiden dan Georgia menghasutnya untuk mulai jadi pengedar supaya bisa mendapatkan uang tambahan. Melalui mereka bertiga, banyak siswa di sekolahnya yang menjadi pecandu. Tony sudah ingin berhenti saja saat ditahan tahun lalu, tetapi Aiden dan Fred mengancam akan membunuhnya jika Tony tidak bisa mengembalikan uang—dalam bentuk narkoba—yang disita polisi saat penangkapan waktu itu.

Ah, temannya yang benar-benar tulus memang hanya Thomas dan Lilly.

Apa kabar Lilly? Tony dengar dari pemuda aneh yang waktu itu—sepertinya namanya Mark—bahwa Lilly kehilangan memorinya. Apakah itu artinya Lilly tidak mengingat apa yang terjadi hari itu? Tony harap begitu. Dia tidak ingin Lilly mengingatnya. Ada beberapa memori yang sebaiknya dilupakan saja, dihapus selamanya dari otak tanpa perlu diingat-ingat lagi.

Rasanya, Tony ingin memutar balik waktu. Cukup hingga awal tahun saja. Tony akan berusaha sekeras mungkin untuk tidak bertemu dengan Thomas dan Lilly. Tony lebih baik tidak pernah punya kesempatan untuk memperbaiki nilainya jika itu berarti Thomas dan Lilly tidak akan menderita. Bantuan mereka hanya sia-sia saja, karena Tony sudah terlalu rusak untuk diselamatkan.

Seorang penjaga mendekati sel Tony. "Hei, kau mendapatkan pengunjung."

Tony berdiri selagi penjaga itu membukakan pintu. Siapa yang kira-kira mengunjunginya? Seingat Tony, dia hanya memasukkan dua nama saja dalam daftar orang yang boleh mengunjunginya: Helena, bibinya, dan Lilly. Helena-lah satu-satunya keluarga Tony, jelas dia akan ada di dalam daftar itu. Tony hanya iseng saja memasukkan nama Lilly, siapa tahu gadis itu mengingatnya dan ingin menemuinya.

Kemungkinan besar, pengunjungnya adalah Helena. Tony ingat Helena sempat bilang akan mengunjungi Tony dalam waktu dekat saat Tony meneleponnya kemarin. Kasihan sekali bibinya itu. Helena memberikan banyak sekali untuk membesarkan dan merawat Tony, tetapi beginilah cara Tony membalas semua kebaikan Helena: dengan menjadi seorang pengedar narkoba dan narapidana. Keponakan macam apa dia?

Tony mempersiapkan diri untuk menemui pengunjungnya. Ada perasaan semangat yang melingkupi Tony—rasanya menyenangkan bertemu dengan seseorang dari luar yang rupanya masih memikirkannya, walaupun orang itu Helena. Sudah bagus sekali Helena tidak membuangnya dan tetap mau menemui Tony. Tony benar-benar bertekad untuk memperbaiki hidupnya sebaik-baiknya setelah bebas.

Tony diantar menuju sebuah ruangan besar, tempat di mana para tahanan bertemu dengan pengunjung mereka. Hanya ada dua tahanan lain yang sedang dikunjungi oleh keluarga mereka dan seorang gadis yang duduk sendirian. Tony menjadi gugup saat dia menyadari siapa yang mengunjunginya.

Kenapa Lilly mengunjunginya?

Lilly memperhatikan gedung di depannya. Hari ini, dia akan mengunjungi Tony di penjara.

Seumur hidupnya, dia tidak pernah membayangkan hari seperti hari ini akan terjadi. Lagipula, siapa yang akan membayangkan mengunjungi seorang narapidana? Semua orang akan membayangkan hal-hal indah saja. Tidak ada yang ingin dipenjara, atau melihat kenalannya dipenjara.

Mengunjungi Tony di penjara bukanlah perkara yang mudah. Selama beberapa hari terakhir, Lilly mengurus agar bisa mendapatkan izin visitasi. Untung saja semuanya berjalan lancar—Tony memasukkan namanya ke dalam daftar orang yang bisa mengunjunginya, dan permintaan Lilly dikabulkan. Kunjungan itu dijadwalkan hari ini. Lilly merasa jantungnya berderu kencang.

Lilly yakin Tony punya jawaban atas pertanyaan yang dia simpan selama ini. Masuk akal jika Tony tahu sesuatu. Sejauh yang Lilly ketahui, hanya Tony yang mungkin menjadi alasan keberadaan Thomas dan Lilly di lokasi terjadinya ledakan malam itu. Lilly berharap dugaannya benar, dan Tony bisa menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Jika tidak, Lilly tidak tahu lagi harus mencari ke mana.

Setelah diperiksa oleh seorang penjaga dan mengisi sebuah daftar pengunjung, Lilly diantar menuju sebuah ruangan besar yang tampak seperti sebuah kafetaria. Selagi menunggu, Lilly memperhatikan area itu. Terdapat sedikitnya sepuluh meja di sini, diatur cukup berjauhan di ruangan besar ini. Dua meja sudah diisi oleh pengunjung lain, yang masing-masing sudah berbicara dengan tahanan yang mereka jenguk.

Lilly tidak perlu menunggu terlalu lama. Seorang petugas mengantar seorang pemuda berpakaian kuning kecokelatan ke meja Lilly. Pemuda itu pastilah Tony—Lilly tidak terlalu ingat wajahnya. Walau begitu, samar-samar Lilly ingat pernah berinteraksi dengan pemuda itu sebelum hari ini. Tony diam saja untuk beberapa saat, tidak mau melihat ke arah Lilly sama sekali.

"Hai, Tony," sapa Lilly.

Tony mendongak, menatapnya sedikit heran. "Kau masih mengingatku? Kukira kau melupakan semua memorimu."

"Aku memang belum ingat banyak hal, tetapi aku tidak akan ada di sini jika aku masih melupakanmu. Beberapa memoriku sudah kembali, kok, walaupun hanya sepotong-sepotong."

"Ah, benar juga," Tony meringis. "Bagaimana kabarmu?"

"Begitulah." Lilly mengedikkan bahu. "Kakiku patah, memoriku hilang, dan yang terpenting, Thomas sudah tidak ada. Menurutmu bagaimana kabarku?"

Lilly tidak berniat mengatakannya sekasar itu—dia sesungguhnya bermaksud mengucapkannya secara retoris. Namun, Tony langsung memucat setelah mendengarnya. Tony menunduk lagi. Entah kenapa, respons Tony membuat Lilly lega. Setidaknya, Tony juga merasa bersalah akibat perbuatannya, yang mengakibatkan Thomas harus kehilangan nyawanya.

"Dengar, aku tidak datang ke sini untuk mengata-ngataimu," ujar Lilly. "Kau sudah dipenjara dan menerima hukuman yang layak. Aku hanya ingin tahu apa yang terjadi malam itu. Kita sama-sama tahu aku dan Thomas tidak mungkin ada di sana atas kemauan kami sendiri."

Tubuh Tony gemetar, dan dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Maafkan aku...."

"Tony, bisakah kau menceritakan apa yang terjadi?"

Tony mengangguk. Diamulai bercerita.

Reminiscing Thomasحيث تعيش القصص. اكتشف الآن