26: Caught Red-Handed

5 2 0
                                    

Tony Sanders duduk di balik pintu sambil menatap bir yang tumpah dari kaleng. Sejak pemuda asing tadi pergi, Tony belum beranjak dari sana.

Sebenarnya, bagaimana bisa hidupnya berubah jadi sekacau ini?

Jika ditelusuri, semua ini berawal tiga tahun lalu, saat dia baru saja memasuki tahun sophomore. Tidak, sepertinya semua ini berawal dari hari kelahirannya. Tony adalah lahir di keluarga yang tidak stabil. Ibunya adalah seorang pecandu narkoba yang mati overdosis saat Tony masih SD. Ayahnya sering keluar masuk penjara, dan sekarang pun sepertinya masih ada di dalam sana sejak ditangkap lima tahun yang lalu.

Sejak kecil, Tony sudah terbiasa melihat ibunya mabuk bersama teman-temannya. Tony pernah meminum bir saat usianya enam tahun—Momma meninggalkan sekaleng bir begitu saja dan Tony penasaran. Saat itu dia tidak menyukai bir. Sekarang mulutnya masam jika tidak minum bir.

Hidup Tony sedikit membaik saat dia dirawat oleh Helena, adik Momma. Helena bersikeras memasukkan Tony ke sebuah sekolah swasta yang baik supaya Tony bisa memperbaiki hidupnya. Itu jugalah tujuan Tony selama tahun pertama. Dia bersumpah akan belajar dengan baik dan tidak akan jatuh ke dalam perangkap yang sama dengan yang menjebak kedua orangtuanya.

Sumpah itu dia langgar sendiri saat tahun sophomore. Tony memergoki Aiden, temannya di sekolah, sedang berjongkok di belakang sekolah dengan sebuah pipa terselip di jarinya. Dari Aiden-lah Tony mulai memasuki perangkap itu. Dia mulai merokok, meminum bir yang tidak dia sukai itu, dan, pada akhirnya, mengincip narkoba. Awalnya sedikit, kemudian bertambah banyak, hingga dia dipenjara.

Pengalaman dipenjara membuat Tony jera. Dia mencoba memperbaiki nilainya selama tahun senior—setidaknya hingga cukup baik dan dia bisa lulus. Mr. Johnson menyuruhnya bertemu dengan Thomas, yang akhirnya membawanya bertemu dengan Lilly. Pertemuannya dengan Thomas dan Lilly adalah berkat yang tidak layak Tony terima. Kedua orang itu benar-benar penyelamat hidupnya.

Tony membenturkan kepalanya ke pintu. Gara-gara kesalahan Tony, Thomas mati, dan Lilly mengalami amnesia. Hidup ini sangat tidak adil. Seharusnya Tony saja yang mati. Jangan Thomas. Seharusnya Tony saja yang terluka. Bukan Lilly.

Tiba-tiba saja pintu digedor, dan namanya diteriakkan dari luar. Tony bersentak. Kenapa hari ini banyak sekali orang yang datang? Tony mengintip melalui jendela, menemukan seorang pria berpakaian rapi berdiri di depan pintu. Dari posturnya, tampaknya pria itu polisi.

Sial. Tony bergerak mundur, hendak mencari tempat untuk bersembunyi. Tanpa sengaja kakinya menendang kaleng bir hingga terlempar menabrak dinding. Pria di luar langsung menggedor pintu dengan lebih keras. Kepanikan Tony meningkat tajam. Tanpa berpikir panjang, Tony membuka pintu dapur dan berlari sekencang mungkin menjauhi rumah.

"HEI! BERHENTI!"

Polisi selalu meneriakkan itu, seolah-olah ucapan itu akan dituruti oleh orang-orang seperti Tony. Tidak akan ada orang yang cukup bodoh untuk menuruti ucapan polisi. Tony justru mempercepat kecepatannya. Dia melompati pagar, menerabas rumah dan tanaman di halaman rumah seseorang, hingga menyeberang tanpa memperhatikan sekitar. Tony tidak boleh ditangkap. Dia tidak mau ditangkap.

Malang baginya, polisi yang mengejarnya berlari begitu cepat. Pria itu menabrak Tony dari belakang dengan begitu keras, membuatnya jatuh ke tanah. Sebelum Tony sempat bangun dan melarikan diri, tangannya ditarik dan ditahan erat-erat di punggungnya. Tony berusaha memberontak, tetapi polisi itu kuat sekali. Bahunya kini terasa seperti terkilir dan pergelangan tangannya diborgol. Dengan pasrah, Tony membiarkan polisi itu menggeledahnya dan membawanya kembali.

"Detektif Russell," ujar polisi yang menangkap Tony. "Saya menemukan ini."

Detektif Russell menerima bungkusan plastik dari polisi itu dan mengamatinya untuk sesaat. "Bawa dia ke kantor polisi," kata detektif itu. "Anthony Sanders, kau ditangkap."

Tony selalu berpikir bahwa karma akan menghampirinya dengan cara yang lebih kejam. Overdosis obat, ditembak mati oleh polisi, hingga dibunuh oleh teman sendiri. Cara itu mengerikan, tetapi Tony lebih memilihnya dibandingkan ditangkap dan masuk penjara. Dia sudah 18 tahun. Dia akan disidang dan dipenjara di penjara sungguhan, bukan pusat penahanan remaja lagi. Dia tidak mau ditahan di penjara orang dewasa.

Namun, selagi mendengarkan polisi itu menyebutkan hak-haknya, Tony jadi berpikir apakah dengan cara ini dia harus menebus dosa-dosanya.

Detektif Russell memperhatikan pemuda di hadapannya. Tony Sanders tidak mengucapkan apa-apa sejak ditangkap di rumahnya sendiri.

Nama Tony Sanders memang pernah muncul dalam penyelidikannya. Pemuda itu pernah ditangkap bersama dengan Aiden Lewis dan Georgia Brooks, kedua korban yang telah diidentifikasi. Detektif Russell pernah mendatangi rumahnya dan menanyakan perihal kebakaran ini, tetapi pemuda itu mengaku tidak tahu apa-apa. Detektif Russell terpaksa melepas Tony, dan setelahnya, dia terlalu disibukkan dengan kasus dan bukti lain.

Sekarang, dengan seratus gram meth ditemukan di kantong Tony, Detektif Russell bisa menahannya selagi dia menentukan apa peran Tony dalam kasus ini. Satu-satunya cara adalah dengan bertanya. Hanya saja, sedari tadi, Tony tidak mengatakan apa-apa.

"Kau sungguh tidak ingin memanggil pengacara?" tanya Detektif Russell.

Pemuda di hadapannya masih diam saja.

Detektif Russell membuka berkas yang dia bawa. Dikeluarkannya tiga foto di dalam berkas itu satu per satu. "Aiden Lewis. Georgia Brooks. Thomas Lane. Kau kenal mereka, kan?"

Tony melirik ke arah ketiga foto itu, lalu cepat-cepat berpaling. Detektif Russell menghela napas. Dia tidak tahu bagaimana harus membuat Tony berbicara.

"Tony—bolehkah kupanggil begitu saja? Tony, aku tahu kita sudah berbicara. Kau pernah bilang kalau kau tidak tahu apa-apa tentang ledakan ini. Namun, kalau kau tahu, dan kau tidak mau mengatakan apa-apa, aku bisa menuntutmu. Ini bukan pelanggaran pertamamu, dan kau memiliki narkoba saat ditangkap. Kau bisa dipenjara untuk waktu yang lama."

Mata Tony membelalak. "Apa itu benar?"

"Mungkin saja. Kalau kau punya informasi penting, kau harus membagikannya." Detektif Russell terdiam sejenak. "Teman-temanmu sudah tidak ada, Nak. Apa kau tidak ingin ada keadilan bagi mereka? Thomas Lane," kata Detektif Russell sambil menunjuk foto Thomas. "Dia telah membantumu di sekolah, kan? Malam itu, dia ada di sana untuk membantumu juga, kan? Apa kau tidak ingin membantunya juga?"

Tony mulai menangis. Detektif Russell mengambil sapu tangannya dan menyerahkannya kepada Tony. Dia menatap anak muda itu sedih. Umur Tony baru 18, tetapi dia sudah kehilangan seluruh temannya dalam sebuah ledakan fatal. Detektif Russell tidak tahu apakah dia bisa tetap waras jika dia ada di posisi Tony. Pengalaman ini pasti membuatnya trauma seumur hidup.

"Aku akan menceritakan semuanya," ujar Tony. "Ini semua salahku. Ini salahku...."

Tony masih menangis sesenggukan selama beberapa saat. Setelah dia mulai tenang, barulah dia menceritakan segalanya kepada Detektif Russell. Tony menjelaskan situasinya dengan begitu detail, mulai dari apa yang awalnya terjadi, hingga informasi terkait pabrik meth itu. Informasinya banyak sekali meski sebagian besar sudah diketahui dari bukti lain. Detektif Russell hanya lega bisa menutup kasus ini.

Detektif Russellkeluar dari ruang interogasi dengan perasaan kalut. Kasus ini sangatmenyedihkan.

Reminiscing ThomasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang