21. Ruang Penyiksaan

16.1K 2.1K 144
                                    

Sheri mengumpat pada dirinya sendiri karena terlalu ceroboh dan egois. Dia pikir sudah menghentikan bad ending cerita Azura sehingga ia menjadi santai dan tidak memikirkan kemungkinan lain yang akan terjadi.

Kyree pulang ke Ante tanpa menculik Azura maupun menghancurkan kuil. Point utama menuju klimaks berhasil dihindari sebab Kyree menjalani pengadilan suci karena menyelematkan Sheri.

Garis besar cerita dapat dihindari. Kyree yang kejam dan gila berhasil tenang dan jinak untuk sementara waktu. Tentu saja harus ada yang mengganti peran kegilaannya agar cerita terus berjalan.

Lantas kemudian, peran tersebut diambil oleh Alaric yang seharusnya sudah mati dalam insiden kehancuran kuil. Pada bab ini seharusnya Alaric sudah mati dan kuil hancur, lalu Azura ditahan di mansion Duke Ante.

Pada malam purnama, yang seharusnya terjadi di bawah patung dewa adalah Azura yang dinodai oleh Kyree, bukan Sheri yang diselamatkan oleh Kyree. Perubahan ini bukan hanya sekedar karena Butterfly Effect, namun juga perpindahan peran terjadi.

Antagonis tidak selalu jahat. Antagonis adalah tokoh yang menentang kehendak sang protagonis. Meskipun Kyree menjadi penjahat di dalam cerita, dia tetap saja seorang Protagonis. Dan Alaric, sebaik apapun dia, dia tetap sang antagonis karena berlawanan dengan kehendak sang protagonis.

Ya, ini adalah harga yang harus Sheri bayar atas satu tindakannya mengubah keseluruhan jalan cerita.

Maafkan aku semua... Maafkan aku....

Alaric yang melihat tangis Sheri langsung mengeluarkan sapu tangannya dan mengusap air mata tersebut.

"Kakak... Kenapa menangis? Seharusnya engkau bahagia. Lihat, lihat! Mereka mendapatkan karmanya!"

"Kau bukan Tuhan yang berhak menentukan karma seseorang!" Sheri marah, dia menaikkan suaranya.

Alaric tersentak. Dia membanting tubuh Sheri ke meja panjang di depannya dengan sangat keras.
"Aku Pendeta Agung! Keputusanku mewakili kehendak dewa, tidak ada yang bisa menentang ku! Ah, apa Maximilian sialan itu sudah mempengaruhi pikiranmu sampai kau jadi seperti ini?!"

Sheri mendengar suara sesuatu yang robek. Dengan kasar rupanya Alaric menarik kerahnya, merebaknya sampai memperlihatkan tulang belikatnya.

"Alaric!"

"Bekas ini... Tanda ini... Berani sekali dia menandai milikku? Heh," Alaric lantas menggigit tempat dimana Kyree meninggalkan tandanya pada Sheri. Leher itu sekali lagi ditandai paksa oleh orang lain tanpa seizinnya.

"Ah!"

Rasa sakit dan sengatan listrik membuat kepala Sheri berkedut. Dia mengeliat sekuat tenaga untuk lepas dari cengkraman Alaric. Rasanya sakit, perih, dan sedih. Ini benar-benar menyakitkan.

Bekas gigitan yang ditinggalkan Kyree tak kunjung pudar. Bekas itu tetap berada di kulitnya tidak peduli berapa kali pengobatan dan kekuatan suci yang sudah Sheri lakukan namun bekas itu tidak mau hilang. Seakan Kyree memang serius menandainya, mengklaim kepemilikan atas dirinya.

Tidak bisa begini! Bisa-bisanya aku kalah dengan anakku sendiri! Masa bodo!

Dengan kakinya yang bebas, Sheri menekuk lututnya dan memukul perut Alaric, pukulan yang sukses membuat Alaric memekik kesakitan dan melepaskan gigitannya.

Lehernya berdarah. Sheri memanfaatkan momen langsung turun dari meja dan menjaga jarak. Dia melihat sekeliling untuk melihat apa yang sekiranya bisa ia gunakan sebagai senjata.

Tidak ada.

Sial!

Alaric sadar, dia bangkit dan mengelap mulutnya yang penuh darah.
"Heh, bahkan sekarang kamu lari dariku."

Calamity's Obsession ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang