[EXTRA 3] Kyree Maximilian

5.6K 695 5
                                    

Tanpa menunggu jawaban dari anak laki-laki menyedihkan itu, Ius mendekapnya erat, memberi pelukan hangat ditengah dinginnya salju Romana. Dia memberikan kehangatan tubuhnya dan nafas dinginnya pada Max, mencoba menghiburnya.

"Aku tidak tahu cara menghibur, tapi aku tahu bahwa pelukan itu bisa menenangkan hati yang gundah. Adikku juga selalu memelukku saat aku menangis sedih," ucap Ius seraya memejamkan matanya.

Tubuhnya kotor, pakaiannya lusuh, dan wajahnya buruk. Hampir tampak menjijikkan, tapi entah mengapa, Max tak merasakan adanya penolakan dan rasa jijik. Ia merasa pelukan itu sangat hangat, benar-benar hangat, hampir sama dengan pelukan ibunya.

Meski sehangat apapun pelukan itu, Max tidak berani untuk memeluk balik. Satu pelukan darinya akan meremukkan setiap tulang bocah cilik ini.

Ius menarik pelukannya kemudian menepuk-nepuk tangan Max, gestur ini ia lihat dari seorang nenek yang menghibur cucunya saat menangis.
"Max, apa kamu bimbang?"

"Hm," jawab Max singkat.

"Antara berjalan di jalan berkerikil yang akan memberimu kehormatan dan kekuatan, dan berjalan di jalan bunga yang memberimu kenyamanan, apa yang akan kamu pilih?"

Apa dia benar hanya seorang bocah? Bagaimana ucapannya begitu terdengar dewasa? Dan perbandingan macam apa yang ia berikan itu?

Max mengerjap beberapa kali, mencoba memahami perkataan Ius.

Jalan berkerikil adalah kembali ke istana, mengambil statusnya, kemudian belajar menjadi lebih kuat meski harus menjalani hidup bagai neraka, namun di ujung sana dia akan mendapatkan kehormatan dan kekuatan dari segala jerih payahnya.

Jalan bunga adalah tetap hidup di sini seperti anak laki-laki seperti biasanya, tanpa ada kehidupan menantang dan rasa sakit. Dia akan menemukan kenyamanan sampai akhir hidupnya, membiarkan orang-orang yang pernah membuat ibunya menderita tertawa riang tanpa beban, seakan rasa sakit yang dideritanya bersama ibunya tak memiliki harga sama sekali.

Apa semudah itu ia menyerah tanpa membalas?

"Mengatakannya mudah."

"Benar, mengatakannya mudah, tetapi hasilnya manis." Ius bermain dengan telapak kakinya yang membeku karena dingin. "Bagiku yang hanya tahu kata berjuang, jika aku mau bekerja mencari uang atau pergi mencuri, aku akan kenyang. Tetapi jika aku berdiam diri di tempat nyaman hanya dengan minum air kanal, aku akan tetap kenyang namun dengan rasa yang berbeda."

Max rasanya ingin tertawa. Tetapi, itu ada benarnya. Anak satu ini membuat perbandingan yang sangat mudah dimengerti. Hasil yang akan kamu dapatkan tergantung seberapa keras usahamu. Namun terkadang, meski sudah berjuang keras, hasil tak begitu sepadan.

"Bagaimana jika aku gagal setelah semua yang aku lakukan?" Max tak menoleh, ia menatap selimut bermotif bunga matahari di pangkuannya.

"Aku tidak begitu memusingkannya, aku akan menangis, tetapi setelah itu kembali berjuang lagi. Setidaknya dari kegagalan itu aku mendapat pengalaman lebih baik. Contohnya, saat musim dingin, jangan memulung di kedai makan besar jika tidak ingin paman besar menakutkan menendangmu keluar."

Rasanya lucu juga dan tidak buruk.

"Berapa umurmu? Ucapanmu benar-benar tak sesuai dengan penampilanmu." Entah bertanya atau mengejek, Max terkekeh.

Ius menggeleng. "Tidak tahu, aku tidak bisa berhitung, tapi adik Rey menerka umurku 12 tahun katanya."

Sejak tadi ia hanya mengatakan tentang adiknya. Adik itu adik ini adik Rey adik adik adik, sampai puas Max mendengar namanya. Terlihat sekali Ius sangat bangga memiliki adik sepertinya.

Calamity's Obsession ✓Where stories live. Discover now