46. Pengadilan Dewa

8.6K 1.4K 118
                                    

"Hahaha! Kuil yang bagus! Kuil yang bagus! Pilar emas! Hahahaha!" teriak Sheri seraya tertawa riang dengan ekspresi sangat senang, tak peduli bahwa sekarang wajahnya penuh dengan lebam keunguan yang tampak menyakitkan.

"Berhenti bicara kataku!" Alaric sekali lagi memukul perutnya.

Sheri sudah tidak memiliki apapun di perutnya untuk dimuntahkan sehingga dia pun hanya bisa mengaduh setiap kali Alaric memukul perutnya sambil mencoba menahan nafasnya untuk meminimalisir rasa sakit. Wajahnya pun sudah lebam bengkak, mata kanannya sampai tak bisa membuka.

Tapi itu sama sekali tidak membuat Sheri berhenti. Dia terus melantur dan melantur, membiarkan pikirannya kosong lantas bibirnya berucap hal-hal aneh dan random.
Itu sungguh menyebalkan! Alaric tidak tahan lagi.

Sepertinya pukulan tak membuat Sheri diam. Dia pun langsung mencari senjata untuk menghukum, diambilnya sebuah cambuk lantas dipukulkannya cambuk itu.

Plash—

Sheri tertawa riang seperti orang gila kehilangan akalnya.
"Ahahahaha! Cambuk cambuk seperti kuda berlari seperti babi hutan yang mengejar ayam betina beranak di dalam sangkar burung kakak tua hinggap di jendela! Ahahahaha!"

Gertakkan gigi Alaric memuncak. "Kau menjadi gila setelah bersama dengan bajingan itu, kak Ius! Biarkan aku mensucikan jiwamu yang kotor itu! Semoga dewa mengampuni pendosa sepertimu! Kembalilah ke jalan yang benar!"

Perkataan Alaric benar-benar membuat Sheri tertawa terbahak-bahak sampai ia menangis. Dia tertawa keras sampai membuat hatinya membeku. Setiap kali cambuk dan rasa sakit dirasakan oleh tubuhnya, secara otomatis tubuh Sheri akan merespon untuk jadi semakin keras dan keras. Otot di seluruh tubuhnya menegang sampai maksimal. Kaku dan keras.

Tawa bergema di dalam ruang penyiksaan. Lantunan lagu kebahagiaan disenandungkan oleh bibirnya yang robek. Sheri tenggelam dalam rasa nostalgia kenangan masa lalunya.

Ayah... Terimakasih. Karena mu, aku jadi tidak merasakan rasa sakit lagi. Setiap pukulan dan siksaan yang aku rasakan sama sekali tidak ada bandingannya denganmu, haha. Ini lucu sekali.

"Alaric."

Tiba-tiba saja Sheri menghentikan tawanya. Suaranya memanggil Alaric sangat berat dan penuh penekanan. Kali ini Sheri serius, dia menyudahi tawa konyolnya lantas tersenyum.

"Bukankah kamu lelah menyiksaku? Istirahatlah dulu, baru lanjut lagi nanti ya. Lihat tuh tanganmu merah," ucap Sheri seraya memasang ekspresi iba.

Melihat perempuan itu kembali normal, Alaric menghentikan siksaannya. Dia pun menjatuhkan cambuk dan mengelap tangannya. Sheri memanfaatkan moment ini untuk menggali informasi lebih dalam, siapa tahu Alaric akan jujur memberitahunya.

Dia sungguh menjadi orang gila. Baut di otaknya pasti sudah hilang. Hehe. Dia labil sekali dan mudah dikendalikan(⁠ ⁠╹⁠▽⁠╹⁠ ⁠)

Jika dinilai dari perilakunya, Sheri menduga bahwasanya Alaric sudah tidak waras lagi atau lebih tepatnya dia tidak mampu mengendalikan dirinya. Ia bergerak berdasarkan perintah yang Luna berikan, seperti robot menjalankan tugas dengan program tertentu. Emosi marah adalah yang paling dominan dia rasakan. Seperti bocah tantrum saat marah ia memukul dan melemparkan barang-barang.

Di mata Sheri saat ini, Alaric tak lebih dari orang gangguan jiwa.

Ish, ngeri juga ya ternyata jadi boneka nenek lampir itu.

Sama saja seperti menjadi puppet dalam pertunjukan boneka.
"Ngomong-omong, kenapa Luna mengirim kita kemari? Bukankah malah tidak aman? Ini kuil Sanctuary lho."

Calamity's Obsession ✓Where stories live. Discover now