SEPULUH

1.4K 78 1
                                    

~Saat kamu bermimpi, lihat orang di atas kita, supaya kita termotivasi. Saat kamu mengeluh, lihat dibawah kita, malu saat kita mengeluh justru banyak orang dibawah kita yang bersyukur atas pemberian-Nya. ~

*

**

Awan ya bergerumul di atas sana mulai berubah kehitaman. Menutupi sinar matahari yang hendak menembus di sela - sela-nya.

Langit mulai mendung saat itu. Saat Aura baru saja selesai mengganti bajunya. Beruntung, lima menit lalu Aura sudah berada di rumah. Kalau tidak, mungkin dia bisa kehujanan.

"Wah...hujan ya kak? "

Tapak kaki Aura menyusul Anjani ke belakang rumah. Perempuan yang dipanggil 'kak' itu menoleh. Ia meletakkan toples wafer cokelat-nya, menepukkan kedua telapak tangan-nya, agar remahan wafer yang menempel di tangan-nya rontok.

Lalu, ia menegadah, "Mau hujan. " begitu katanya.

"Hujan? " Aura bertanya lagi, mungkin dia tidak mendengar kalau Anjani sudah menjawab tadi.

Kakak-nya mendelik kesal. "Mau dek. Bukan udah. " jawab-nya lagi. Sengaja menekankan kata demi kata agar Aura bisa menangkap maksudnya.

Mulut Aura membentuk huruf 'o'.

Kemudian, dia mengambil kursi di sebelah Anjani, lalu duduk disana. "Kerjaan lo gimana kak? "

"Lumayan. " yang ditanya menjawab singkat. Lalu kembali menjejali mulut-nya dengan wafer cokelat.

"Kak. Kenapa sih, keluarga kita jadi kayak gini? " Ada nada pilu yang terselip saat Aura bertanya.

Anjani menghentikkan kunyahan wafernya untuk sesaat. "Setiap orang pasti ada ujian-nya Ra. Kita harus sabar, semua pasti ada hikmahnya kok. "

"Apa papa nggak mungkin bisa berubah kayak dulu lagi? "

Pertanyaan itu menyetrum Anjani. Aura masih kecil saat kecelakan itu terjadi, hingga menyebabkan Jerry tidak bisa melihat.

Anjani ingat jelas, keluarga-nya diambang kehancuran kala itu. Hutang perusahaan yang kian membengkak dan mau tidak mau beberapa karyawan terpaksa di-PHK.

Mau tidak mau karena rasa cinta-nya kepada keluarga, Fatin mendonorkan mata-nya untuk Jerry.
Hingga Jerry bisa berjuang membenahi perusahaan yang sudah kacau balau saat itu.

Tidak sampai satu bulan, perusahaan menjadi lebih sukses dari sebelum-nya. Namun papa-nya menjadi sering pulang malam. Tidak pernah ada untuk keluarga, bahkan saat akhir pekan.

Setelah itu, papa mulai berani membawa perempuan lain. Mengatakan kalau sekertarisnya itu-lah yang selalu ada saat ia terpuruk. Dia-perempuan yang papa butuhkan, bukan mama lagi.

"Nggak mungkin dek. Udah nggak mungkin lagi kayak-nya. "

Hening menyelimuti beberapa saat. Hanya suara gemercik gerimis yang mulai terdengar. Serta suara petir kecil - kecil dari atas sana.

Anjani menghentikan kunyahan pada mulut-nya. Menoleh, menatap Aura yang sedang terpekur memandangi hujan yang kian deras.

Arkan dan AuraWhere stories live. Discover now