TIGA BELAS (b)

1.2K 81 1
                                    

Kini laki - laki itu mendesah lelah. Berhenti sebentar, padahal tiga-oh tidak, tinggal dua langkah lagi. Setelah itu ia bisa memutar kenop pintu lalu membuka pintu di depan-nya.

Namun, lagi - lagi, ia harus bersiap. Arkan mensugesti dirinya sendiri. Selalu seperti itu. Agar tidak terlalu kecewa. Tahun kemarin, sweet seventeen-nya dirayakan tanpa papa. Dia sedang tugas di luar kota saat itu. Lalu membawakan jam tangan bermerek saat pulang. Arkan ingin menangis, saat ia ingat. Ia hanya butuh papa, bukan barang mahal atau apapun.

Juga, saat itu, mama memberi selamat pada-nya. Mama memasakkan mie instant yang di bentuk menyerupai nasi tumpeng dan diberi lilin. Arsyi? Dia mungkin sedang dugem saat itu.

Ceklek.

"Selamat ulang tahun! "

Papa ada disana, tiga langkah di depan-nya kira - kira. Tidak sendiri, ada adik-nya juga mama-nya. Ada guratan lelah di wajah-nya, meski samar. Arkan tahu, pap tidak menunjukkan-nya.

"Sini nak, peluk papa. " ujar laki - laki paruh baya itu. Di tangan-nya, ada kue tart besar yang nampak menggiurkan, dan lilin ulang tahun yang sudah menyala.

Arkan mengangguk, menuruti perkataan papa. Ia maju dan memeluk papa.

Hangat.

Senyum lebar tidak luntur - luntur dari wajah Arkan. Sejak ia nangkring disitu, semua-nya ikut tersenyum. Papa, mama, Arsyi juga. Semua-nya mengucapkan ulang tahun kepada Arkan dengan wajah ceria.

Hati Arkan menghangat. Ingin meledak rasanya. Rasa haru membuat panas menjalar ke sisi wajah-nya. Ingin menangis sambil memeluk papa, supaya pria itu tidak melihat Arkan menangis. Tapi tidak jadi.

Papa menepuk punggung Arkan. Sambil mengucapkan sebuah doa untuknya, "Semoga panjang umur. Kamu sekolah yang pinter," setelah itu Arkan tidak mendengar apa - apa lagi. Arkan pingsan.

"Arkan! "

***

"Lo udah ngumpulin laporan Ra? "

Aura menggeleng. Astaga! Gadis itu hampir lupa. Kalau besok dia tidak mengumpulkan, bisa di coret dia, dari daftar nama murid kesayangan Pak Edy.

Wajah Aura panik. Tanpa berbicara apapun, dia menarik tangan Rebecca. Membawa gadis itu berlari tertatih - tatih menyusuri koridor. "Bantuin gue cari bahan di perpus. " begitu katanya.

Rebecca mendengus. Sedikit kesal, walau ia sebenarnya juga mau sekalian cari buku. Karena jujur, laporan-nya juga belum selesai. Kurang sedikit saja.

"Ah... Punya lo judul-nya apa? " Tanya Aura. Rebecca menatap Aura bingung. Dengan dahi berkerut dia menunjuk dirinya sendiri, "Gue? " Aura mengangguk cepat.

"Kan lo sama gue beda kelompok Ra. " ujar Rebecca jengah. "Pak Edy sih, pake acara beda - beda segala judul-nya. Emang punya kelompok lo judul-nya apa? " Aura mengingat - ingat, ucapan Pak Edy bulan kemarin.

"Oh, yang itu ya. Gue kayak-nya itu deh, apa namanya....um... "

"Gue dapet-nya sistem ekskresi ginjal soalnya," ujar Aura. Rebecca manggut - manggut, "Ya lo coba cari aja materi itu. Ntar judul-nya nanya kelompok lo," saran Rebecca.

Aura mengangguk, dan melanjutkan memilah - milah buku referensi. Mulai dari terbitan buku, judul buku, sampai bahasa buku. Ada, beberapa buku yang memang sengaja di tulis memakai bahasa Inggris. Istilah-nya bilingual. Aura mana paham kalau pakai bahasa Inggris. Kosakata biologi saja susah - susah semua.

Arkan dan AuraWhere stories live. Discover now