EMPAT BELAS (a)

1.2K 68 0
                                    

~Kamu bulan, aku hanya bintang. Pilih aku saja jadi bintang-mu. Kamu tidak akan sendirian. Ada aku. ~

****

LANGIT yang menumpahkan hujan, dan bumi yang dihujani. Ah...andai mata Aura yang dihujani, tertutup dengan air juga juga tidak mengapa. Malah ia ingin sekarang. Namun Aura berharap, Tuhan tutup mata-nya dulu detik ini.

Tanpa aba - aba, Aura berlari. Meninggalkan suara hentakan kaki yang terdengar nyaring sampai ke dua orang yang sedang berpelukan lima meter di depan-nya.

Sang cewek menoleh, menyadari derap langkah itu milik seseorang yang tidak asing bagi-nya. Itu Aura, adik-nya.

"Lo-, " ucapan Anjani tertahan. Ia hanya mengacungkan telunjuk-nya ke depan wajah sang cowok. Namun cowok itu hanya menatap-nya sendu. Menyiratkan kekecewaan atau luka yang tidak ditutup - tutupi.

Muka Anjani merah padam. Menahan amarah yang akan meletup. Berbeda dari semenit lalu, muka-nya berubah keruh.

Anjani berderap pergi, masuk ke dalam rumah. Kata - kata penenang atau apa ia juga tidak peduli. Membiarkan Joshua terpaku diam di tempat. Tidak bergerak sedikitpun walau punggung cewek itu-pun sudah tidak tampak.

***

Sebelum kejadian.

"Kenapa? "

Gadis cantik dengan alis tegas itu bersedekap. Mengatakan secara tersirat kalau dia berkuasa. Namun laki - laki di depan-nya tidak gentar. Sekuntum bunga mawar yang masih segar mewakili apa yang ia akan katakan kali ini.

"Um... Anjani, gue... "

Joshua mengenakan kemeja abu - abu kali ini. Kelihatan necis walau hanya dipadukan dengan celana jeans biasa. Normal-nya, gadis - gadis akan tergerak memeluk atau memekik kagum saat melihat penampilan cowok seperti ini.

Anjani tidak.

Dengan rambut disanggul ke atas menggunakan pulpen, dan celana selutut-nya, Anjani berdiri percaya diri di depan cowok yang lebih muda dari-nya itu.

Joshua menyerahkan sekuntum bunga mawar ke Anjani, "Nih. "

Ekspresi Anjani nampak tidak bersahabat. Anjani mengernyitkan alis-nya. "Maksud lo apa sih? Nggak usah kebanyakan intro. Langsung aja, "tandasnya.

Joshua tersenyum canggung. Ia mengusap tengkuk-nya gugup. "Aku sayang sama kamu. Jadi pacar aku ya? "

Mungkin Anjani menganggap-nya remeh. Mungkin dia harus dimaki cewek itu hari ini. Tapi Joshua ingin tahu, apa Anjani berfikir, ia harus menurunkan ego dan gengsi-nya. Ia harus semalam tidak tidur memikirkan Anjani. Joshua ingin tahu, gadis itu bisa membuat diri-nya mencintai-nya se-gila itu.

"Lo? " Anjani menaikkan satu alis-nya. Menengadahkan kepala-nya lalu menatap lurus lagi menghadap Joshua.
Bibir-nya ia lengkungkan satu sisi. "Lo sadar, apa yang lo lakuin? " Tanya Anjani tidak percaya. Joshua mengangguk yakin.

"Maaf Josh. Gue rasa kita udah bahas ini dari awal. Perasaan lo, itu bukan salah gue. Dari awal gue nggak kasih lo harapan. Jadi tanpa gue jawab apapun sekarang. Lo pasti tahu kan, gue bakal jawab apa? " Anjani mencoba jujur, walau ia menyakiti Josh begitu dalam.

Joshua tersenyum kecil. Mata-nya menyorot terluka. Meski begitu, Anjani mencoba untuk tidak luluh. Menerima orang karena kasihan, bukan pilihan yang tepat.

Perlahan, tangan Josh yang sedari tadi menggenggam mawar untuk Anjani turun. "Gue tahu... " suara Joshua berubah serak. Anjani terlalu menyakitkan. Mungkin memang bakat menolak itu turun - temurun. Anjani menolak Joshua, dan Aura menolak Arkan.

Anjani menepuk bahu Josh pelan. Mengatakan maaf tanpa bersuara. "Makasih, karena lo suka gue. Maaf, ada yang lebih suka sama lo ketimbang gue. "ujar-nya.

Namun sebelum Anjani benar -benar berlalu, Joshua mencekal tangan-nya. Menarik-nya tiba - tiba hingga mereka nampak seperti tengah berpelukan. Untuk sesaat, debaran jantung malang Josh sampai terdengar di telinga Anjani. Hingga rasanya, gadis itu tidak bisa mengabaikan-nya. Pelan tapi pasti, ia ikut menepuk bahu Josh. Tanpa mereka duga, ada yang menjerit diam -diam dalam hati.

Gubrak.

Anjani menoleh. Refleks, gadis itu mendorong Josh. Menatap kepergian Aura yang sudah berderap jauh.

"Lo-. " gadis itu mengacungkan telunjuk-nya. Lalu, ia berderap masuk ke rumah-nya. Tanpa memberi kata - kata penenang untuk Josh. Karena langit menyaksikan-nya. Dua orang patah hati, dengan dua cara yang berbeda pula.

An.

Kalau aku sempat, pasti bab-nya nggak akan misah- misah gini kok. Cuma emang ide dan waktu tidak berpihak sama aku.

Semoga kalian nggak kecewa dengan alur lama yg aku kemas baru di revisi kali ini. Huhuhu. Sampai berjumpa lagi~

Arkan dan AuraWhere stories live. Discover now