DUA PULUH

1.1K 56 0
                                    

~Mau gimana akhirnya nanti, berpisah atau justru beruntung, bisa berakhir bahagia. Gue nggak peduli. Gue keluar dengan suasana yang kelihatan cerah. Entah di tengah - tengah ada hujan, badai, petir. Kali ini, ada kesempatan, gue ingin bahagia. ~

***

Calvin menutup telinganya dengan bantal. Lalu berteriak sambil menutup mata, "Gue nggak denger. Gue nggak denger. Lalalalala. "

"Gue senenggggg! " Seseorang hampir menulikan gendang telinganya. Lompat - lompat sambil menarik - narik Calvin agar ikut merasakan kebahagian-nya. "Sayanggggg! "

Itu Rebecca.

"Aku seneng tahu. Aura sama Arkan sekarang udah jadian," seru Rebecca nyaring. Ia menegakkan tubuhnya karena kasihan dengan Calvin yang tersiksa karena tingkahnya yang pecicilan tadi.

Tubuh cowok itu juga ikut duduk tegak. Masih menyaksikan senyum Rebecca yang tidak pudar dari wajahnya. Dia ikut tersenyum dan menggenggam tangan cewek itu erat. "Kayak kita ya. " Ucapnya asal.

"Hish. Nggak gitu-tapi, iya sih. Hehe. " Kadang tingkah Rebecca yang plin - plan dan suara pekikan nyaring gadis itu lumayan menganggu. Tapi justru menurut Calvin, itu daya tarik Rebecca. Ceria dan peduli dengan sekitarnya. "Ceria dari hongkong. " Arkan akan bilang begitu kalau dia mendengar Calvin berpendapat demikian tentang pacarnya. Maka dari itu dia hanya mengucapkan-nya dalam hati.

"Tapi bener. Akhirnya Aura luluh juga. " Rebecca mengatakan itu dengan mata penuh percaya diri. Berlawanan dengan Calvin. Dia justru memiliki sebuah pertanyaan ketika mendengar kabar kalau akhirnya sahabatnya itu sudah pacaran sama Aura. Ini, agak diluar dugaan. Kalau mereka akan jadi pasangan akhirnya, juga tidak secepat ini.

"Tapi menurutku agak aneh ya, Aura bisa nerima Arkan secepat itu. Kalau ngelihat dari sikap Aura ke Arkan kebelakang. " Calvin menyuarakan pendapatnya.

Rebecca mengangguk. "Iya juga sih... "

Mulut Calvin merutuki ucapannya barusan. Rebecca paling semangat saat tahu kabar dua orang itu sudah pacaran, dan kini Calvin malah membuatnya khawatir. Wajah antusias gadis itu lenyap. Justru eskpresinya saat ini nampak murung.

"Ini salah lo. " Ucap Calvin pada dirinya sendiri.

"Udah. Kamu nggak usah pikirin itu. Pikirin aku aja. " Ucap Calvin ngawur.

Pletak.

Rebecca menjitak kepala Calvin, lalu gadis itu tertawa. Maaf babe. Aku nggak mau bikin kamu banyak pikiran.

"Kamu nggak laper? Mau aku masakin? " Tawar Rebecca.

Calvin menarik seutas senyum. Ini salah satu sifat favorit Calvin dari Rebecca. Dia perhatian dan pintar memasak. Walau kadang - kadang ke-asinan. Tapi masih dalam batas wajar, kok. Sebenarnya semua sifat Rebecca menjadi favorit Calvin saat cewek itu membuatnya jatuh cinta.

Cowok itu mengangguk.

"Yaudah. Kamu tunggu sini ya. "

Setelah Rebecca berlalu ke dapur untuk membuat makanan, karena perut Calvin memang tidak diisi dari tadi, Calvin menselojorkan kakinya di sofa ruang tengah Rebecca. Mumpung orang tuanya sedang tidak dirumah. Dia mulai men-scroll layar ponselnya saat sebuah pesan masuk.

Arkan dan AuraWhere stories live. Discover now