DUA PULUH EMPAT

708 28 3
                                    

~Manusia perlu kata peduli, sayang, cinta. Tapi bukti lebih perlu daripada sekadar kata.~

***

Di hari ulang tahunnya yang ke delapan belas, saat pertama kali Aura membuka mata, ia teringat Arkan. Bagaimana manis dan seriusnya cowok itu memberikan surprise untuknya kemarin malam membuatnya terkesan.

Bagaimana jantungnya berdebar kencang hingga pipinya mulai merona. Dia masih ingat.

Aura bangkit dari kasurnya dan berjalan ke kamar mandi, membasuh muka lalu hendak keluar.

"Happy birthday! " Anjani berteriak di depan pintu. Bukannya memasang wajah senang atau gembira seperti selayaknya orang yang mendapat kejutan ulang tahun, namun Aura justru menekuk wajahnya. Bukan tanpa alasan, tapi karena Anjani menempelkan banyak krim kue di wajahnya yang habis dicuci.

"Hihihihi. Muka lo kenapa? Tiup lilin-nya dong," siapa sih, yang bilang Anjani itu nggak peka? Dia cuma pura - pura nggak peka kalau Aura sedang kesal sekarang. Seperti waktu dengan Joshua dulu. Ehem, tentang Joshua, sebaiknya tidak usah dibahas lagi.

"Ini, " tunjuk Aura pada wajahnya, "Gue baru habis cuci muka, " desisnya sebal.

Anjani justru tertawa kencang, "Hahaha. Yaudah ayo foto dulu kalau udah cuci muka. Malah bagus! " Anjani mengeluarkan ponsel dan mengambil tiga foto dirinya dan Aura dengan wajah penuh krim.

"Ck. Dasar."

"Tiup lilinnya dong! " Seru Anjani bersemangat.

Aura mengangguk dan mengucapkan harapannya dalam hati. Kemudian meniup lilinnya.

"Yeyyyy! "

"Selamat ulang tahun ya nak. Semoga panjang umur, sukses terus anak mama," mama mencium kedua pipi Aura, hidung, terakhir keningnya.

"Iya ma, makasih. " Aura tersenyum lebar.

"Oh ya, cowok lo udah ngucapin belum? " dia yang pertama malahan.

Aura tersenyum sampai matanya menyipit. Namun kemudian suara histeris milik Anjani mengagetkannya. "Cieeee! Wuihh adek gue sekarang udah gede! " Sambar Anjani dan langsung memeluk Aura sampai kehabisan napas. Tidak peduli Aura memekik minta dilepaskan. "Mama-, " mama terkekeh dan hanya diam mendengar Aura meminta pertolongan.

***

Abel menahan napasnya untuk yang kesekian kali.

"Kalau Aura nanyain aku, bilang aja kamu nggak tahu. " Arkan meminta bantuan pada Abel. "Aku nggak mau dia khawatir."

Aku nggak mau dia khawatir...

Aku nggak mau dia khawatir...

"Arghh! " Abel menjerit frustasi. "Perasaan gue juga nggak baik - baik aja. Gue nggak suka lo khawatir sama dia. " Abel berbicara sendiri.

"Mau minum? " Abel mendongak. Gadis itu menarik senyum tipis lalu mengangguk pelan. Dia mengambil minuman dingin yang disodorkan Calvin, lalu meminumnya dalam diam. "Thanks, " ucapnya setelah menghabiskan setengah minuman itu.

Sementara Calvin terkekeh melihat wajah heran Abel yang mendapatinya tiba - tiba muncul disini.

"Biar kepala lo adem. " Abel mengangguk sambil bergumam, "Thanks, " tanpa suara. "Emang mikirin apa sih? "

Arkan dan AuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang