DUA BELAS (b)

1.3K 72 0
                                    

"Dari mana aja kamu? "

Suara Angeline menghentikan langkah Arkan yang hendak berjalan masuk kamar. Laki - laki itu memutar tubuh-nya, menatap Angeline yang sedang duduk di sofa ruang tengah, menatap-nya sinis.

Arkan menghela napas, "Arkan tadi keluar makan Ma, sama temen. " jawabnya pelan. Angeline menatap-nya datar, tanpa ekspresi, kemudian berubah marah. "Kamu ngeluyur lagi? Hambur - hamburkan uang! "

Arkan menggeleng, "Enggak Ma. Arkan keluar,  beli nasi goreng doang, " ujar Arkan.

Angeline tertawa, sinis, "Kamu makan di rumah kan bisa."

Laki - laki itu mencebik, "Kalau Mama masakin juga, Arkan mau makan dirumah," gumam Arkan pelan, namun Angeline masih bisa mendengarnya.

"Apa? Kamu udah besar ya, nggak usah manja! " Arkan pergi, enggan mendengar omelan Angeline lagi. Dia berderap ke arah kamar. Sampai di depan pintu kamar, Arkan mendengar suara ketukan pintu. Penasaran, ia menoleh, mendongak ke bawah. Lalu mendapati Arsyi baru masuk rumah dan langsung mendapat sambutan hangat dari mama.

Dari penglihatan-nya, Arsyi pulang dari tempat balapan. Tempat teman - teman Arsyi yang katanya anak gaul nongkrong.

"Ya ampun nak. Kamu dari mana aja? Kok kamu pake pakaian kurang bahan gini sih, nak. Kalau kamu masuk angin gimana? " Tanya Angeline khawatir. Berbeda seratus delapan puluh derajat saat Angeline menyambut Arkan pulang.

"Ma. Arsyi capek, mau tidur."

"Yaudah. Tapi lain kali, kamu jangan pulang selarut ini. Bahaya, kalau papa tahu," ujar Angeline sambil mengusap rambut putrinya sayang.

Dari lantai dua, Arkan tertawa miris. Memang begitu kan, dirinya, anak pertama yang di nomor dua-kan. Selalu Arsyi. Sejak kehadiran anak itu, Arkan tersisihkan. Namun, memang dia bisa apa, masih diakui anak saja sudah syukur.

***

A

ura tengah mencatat saat Rebecca masuk dengan suara toa-nya dan membuat geger beberapa orang yang masih tersisa di kelas. Beberapa ada yang masih belum selesai mencatat, ada juga yang menunggu tebengan-nya yang tengah menyelesaikan catatan.

"AURA! " Rebecca berteriak kencang. Masuk kelas dengan tergesa - gesa dan langsung berlari ke bangku Aura. Namun kemanapun dirinya pergi, kipas angin kecil portable tidak boleh dilupakan tentu saja.

"Husstttt." Beberapa penghuni kelas berdesis, kesal dengan teriakan Rebecca yang mengudara dan menyakitkan telinga.

Sementara Rebecca berjalan cuek. Menulikan telinga dan memilih memajang senyum lebar - lebar seperti habis memenangkan lotre.

"Calvin ngajak gue balikan," bisik Rebecca. Sebenarnya bukan berupa bisikan. Aura sendiri menoleh jengah, bisik - bisik kok, seperti semua orang disini bisa mendengar.

"Serius? " Senang bukan kepalang, Rebecca mengangguk semangat. Badan-nya berjoget sedikit, seperti ingin seisi dunia tahu, gadis itu sedang bahagia.

"Kok bisa? " Tanya Aura heran, "Bukan. Pertanyaan-nya gue ganti, kok lo mau sih? "

Rebecca menggulum bibirnya, lalu ia lengkungkan sedikit. "Ceritanya panjang. Kalau gue cerita disini, nyatet lo nggak kelar - kelar. " Aura manggut - manggut.
"Hari ini gue pulang sama lo ya? Mampir,  gue mau cerita," ucap Rebecca.

Aura mendengus, "Iya. Tunggu, tinggal dikit. "

"Udah? " Tanya Rebecca.

Kepala Aura menggeleng. Gadis itu menambah kecepatan menulisnya menjadi dua kali lipat. Lima menit kemudian, Aura selesai mencatat.

"Yuk! " Aura membereskan tas-nya. Memasukkan buku - buku dan alat tulis. Rebecca-pun sama, mulai membereskan tas-nya, bersiap pulang.

Mereka bersama - sama keluar kelas. Namun sampai di depan kelas, Aura berhenti sejenak. Mengedarkan pandangan-nya, lalu mengernyitkan dahinya. Daritadi Arkan tidak kelihatan batang hidung-nya. Cowok itu juga tidak menganggunya hari ini, sama sekali.

Aura baru ingat, Arkan ulang tahun hari ini. Memang kenapa, kenapa tiba - tiba Aura ingin mencarinya? Kenapa perasaannya ingin menemui laki - laki itu tiba - tiba? Gadis itu tidak tahu jawaban-nya.

Namun Aura tidak lupa permintaan Abel. Tentang ia tidak boleh muncul atau menampakkan muka di depan Arkan hari ini. Tentang dia harus seakan lenyap hari ini. Abel secara langsung meminta-nya untuk tidak mengusik kebersamaan-nya dan Arkan hari ini. Karena... Abel menyukai-nya.

Abel menyukai Arkan.

"Aura! "

Suara Rebecca menyadarkan-nya. Dari ujung koridor, dekat parkiran, gadis itu melambai, menyuruh Aura cepat menyusul-nya.

"CEPETAN! Lo nunggu apa? " Teriak Rebecca dari jauh.

Aura menggeleng, dengan langkah lebar ia menyusul Rebecca. "Yuk! "

***


An.

Kalian suka ini apa versi lama sih guys?
Komen dong, gue pengen tahu.

-M- 

Arkan dan AuraWhere stories live. Discover now