DELAPAN BELAS (a)

1.1K 51 1
                                    

~Aku menyakiti diriku sendiri untuk menyukaimu. ~

EMBUN es di luar gelas menetes sedikit demi sedikit di meja dapur. Jari lentik milik seorang gadis bergerak dengan gerakan memutar di atas gelas. Lalu bergerak turun, mencengkram pegangan gelas dengan gerakan tidak kentara, saat rasa sakit menghunus ulu hatinya saat laki - laki yang disukainya membahas gadis yang ia cintai.

"Ya gitu ceritanya. Dia maafin aku. Kata Calvin semua cewek itu mudah luluh. "

Di depan-nya, seorang cowok tetap melanjutkan bercerita. Tidak khawatir dengan mimik wajah si cewek yang mulai berubah masam. Dengan sedikit sisa senyum paksa sebagai bentuk formalitas.

"Aku nggak tahu, mungkin udah saatnya aku metik hasil jerih payah aku selama ini. "

Abel mengangguk. "Dimaafin kan, aku bilang juga apa. "

"Iya he he. "

"Berarti kamu udah lega dong?"

"Iya lumayan. Sekarang satu masalah kelar. Tinggal yang lain. "

"Kamu bakal langsung tancap gas dong? "

"Iya. "

Arkan ikut meminum es susu cokelatnya. Wajahnya sumringah sore ini. Dengan suara yang terdengar begitu antusias, Arkan menghubungi Abel dan mengatakan akan mampir ke rumahnya.

"Kemarin ujian matematika kamu dapet seratus kan? Aku yang ngajarin. " Arkan menggoda Abel dengan senyum jahilnya. Sekalian berbangga diri kalau Abel bisa mendapat nilai sempurna berkat dirinya. Gadis itu tersenyum sedikit lalu mengangguk cepat. "Iya! Kok kamu tahu sih."

"Iya dong. Kata temen kamu kok. " ucap Arkan.

Abel manggut - manggut. "Arkan temennya banyak ya. Informannya dimana - mana. "

"Iya. Kan masih muda harus banyak berteman. " cowok itu tertawa renyah.

"Kayak kita ya? Teman? "

Arkan berhenti menyeruput es susu cokelatnya. Tatapan Arkan yang naik ke atas dan menatap Abel tepat di manik mata agak mengejutkan gadis itu sesaat. Namun masih bisa diantisipasi. Setidaknya detak jantungnya masih berdetak lumayan normal.

"Kita lebih kali Bel. " Abel tidak menyembunyikan keterkejutannya. Ada rasa bahagia yang berjalar. Juga rasa aneh lainnya. Penasaran campur terkejut namun ada lagi. Rasa ingin berharap walau tahu harapan itu bisa menyakitkan di satu waktu. Harapan yang kadang tidak pantas diharapkan.

"Sahabat. Aku nganggep kamu udah kayak sahabat. "

"Aku nganggep kamu udah kayak pacar. " Abel berteriak seperti itu hanya dia yang Tuhan yang tahu. Ia tidak pernah melisankannya. Biar Arkan mengira ia perempuan yang asal ngomong, manja, dan agak penuntut. Kenyataan kalau ada fakta besar yang Abel sembunyikan, Arkan mungkin tidak akan pernah tahu. "Iya deh iya. Terharu aku." sahut Abel seadanya.

Ulu hatinya terasa dicubit. Agak sakit, walaupun sudah dari awal tahu dan tidak berharap. Namun namanya cinta, kalau tidak berharap susah. Artinya sudah tidak cinta lagi.

"Kamu anggep aku apa emang? " Tanya Arkan. "Kok mukanya gitu? "

Kelihatan ya emang?

Abel menarik ujung bibirnya. Senyum jahil dan tawa pelan ia lontarkan untuk mendahului kalimatnya. "Apa ya? " pura - pura, Abel berujar jahil.

"Tukang ojek? "

"Kok tukang ojek. "

"Apa dong? " Wajah Abel pura - pura bingung. "Tukang antar?

"Yahhh jahat kamu. " kesal Arkan. "itu mah sama aja. "

"Hahahha. Terus maunya apa? "

"Tukang benerin hati. " ucap Arkan iseng.

"Hahahaha. " tukang hancurin hati, iya.

Kadang dusta terdengar lebih manis. Berbohong membuat semuanya baik - baik saja. Itu mungkin alasan kenapa orang - orang sulit untuk jujur.

An.

Haloo. Bab ini akan aku bagi kedalam empat bagian. Menceritakan tentang Abel dan sakit hatinya pokoknya deh.

See you next!

Jangan lupa bikin aku seneng dengan tekan bintang dan komen ya.

P. S nyenengin orang dapet pahala loh :v

Arkan dan AuraМесто, где живут истории. Откройте их для себя