SEMBILAN BELAS(a)

765 42 1
                                    

~"Kalau cewek sama cowok mau jadian, harus ya, cowok dulu yang nembak? "

***

Sudah pukul lima sore saat Aura membereskan buku-nya dengan tergesa -gesa. Sebenarnya tidak masalah kalau ia mau pulang sedikit agak terlambat. Toh juga, pintu kelas tidak akan dikunci sampai jam enam. Karena organisasi paskibra sekolah-nya ada jadwal latihan rutin. Tapi, sendirian di ruang kelas juga bukan pilihan tepat. Apalagi suasana-nya sunyi, takut ada apa - apa. Tapi dasarnya memang, Aura agak penakut.

"Gue naik bus aja kali ya. " gumam-nya sendirian. Kalau keadaan sunyi begini harus diisi dengan suara - suara. Karena kalau tidak hawa mengerikan-nya akan makin terasa.

Aura berjalan terburu - buru. Bodo amat dengan kemungkinan kalau dia mungkin jatuh tersandung atau menginjak sesuatu. Yang lebih dia takutkan adalah, rumor kalau koridor kelas Aura berhantu.

Sampai di belokan lapangan, Aura memelankan langkahnya. Dengan napas satu - satu, ia menata buku di genggaman-nya yang mulai acak - acakkan akibat aksi jalan cepat-nya.

"Barisan-nya dirapikan! "

Suara yang tidak asing menyelinap di indra pendengaran Aura. Saat itu juga, ia mendongak. Mata-nya beradu dengan mata milik Arkan untuk beberapa waktu. Sebelum akhirnya Aura dulu yang memutuskan kontak mata karena harus merapikan barang bawaan-nya.

Dari jauh, Arkan melengkungkan senyum-nya. Arkan celingak - celinguk, melihat pelatih-nya datang atau tidak hari ini.

Yes! - Arkan memekik senang dalam hati. Pelatih-nya absen hari ini.

"Aura! " teriaknya lantang.

Di sisi lain, Aura mendumal sendiri. Merutuki Arkan yang mungkin memulai 'aksi aneh - aneh'-nya itu lagi.

"Aura! " teriak Arkan lagi.

Aura merasa terpanggil. Tapi dia malu mendongakkan muka di hadapan adik kelas-nya. Juga teman - teman Arkan. Mereka hanya berjarak lima meter. Cukup lebay kalau Arkan terus berteriak pada Aura.

Arkan melengkungkan kedua telapak tangan-nya. Dia satukan di samping bibir. "Aura! " teriak Arkan lagi.

Beberapa orang yang menyaksikan-nya terkikik geli. Apalagi wajah Aura seperti kepiting rebus saat ini.

Aura mengalah, dia mendongak, menatap Arkan dengan wajah yang dipaksa ber-ekspresi sedatar mungkin. Walaupun itu sulit.

"Mau pulang? " Arkan seperti berbisik tanpa suara dari jauh.

Aura mengangguk singkat sebagai jawaban. Dia ingin lari saja saat ini. Tapi takut dikira keki. Padahal memang, gugup setengah mati.

"Yaudah Dadaaaa. " Teriak Arkan dengan wajah konyolnya. Tangan-nya melambai ke arah Aura. Sialnya, tanpa sadar Aura tersipu.

Gadis itu tidak menjawab dan langsung hendak melenggang pergi.

"Aura! Dadaaaa. Ati - ati pulangnya! " teriak Arkan lagi. Lalu cowok itu mesam - mesem sendiri sambil memandang Aura yang lari terbirit - birit.

"Cieeee. " semua berujar serempak tanpa di komando.

"Apasih! Sirik aja," ucap Arkan pura - pura kesal. Namun kentara jelas, senyum tertahan Arkan membuat sudut bibir-nya berkedut. Arkan ingin tahu, apa hati Aura seperti dia atau tidak saat ini. Seperti bunga sedang bermekaran.

Di sisi lain, Aura sibuk mengatur napasnya. Merutuki Arkan yang membuat-nya malu. Namun diam - diam juga menyimpan senyum yang dari tadi ia tahan. Ah, kenapa Aura jadi mikir kalau Arkan itu manis. Walau kadang - kadang agak gesrek.

Seperti-nya kegilaan Arkan itu menular padanya.

***

An.

Yuhu hari ini update.

Nggak nyangka reader-nya lumayan banyak sampai saat ini.

Terima kasih.

Vote dan komen dari kalian moodboster-ku loh, buat pengen cepet - cepet update.

Aku mau mempromosikan cerita-ku yang, 30 Days for. Baca, vote, dan komen juga ya. Hihihi

Oke, see ya...

Arkan dan AuraWhere stories live. Discover now