9

3K 362 7
                                    


Erick Leitner

Aku memejamkan mata sekilas sekaligus mendengus di saat yang bersamaan. Memutuskan untuk menyetir sendiri di jalanan Jakarta di jam-jam macet seperti sekarang bukanlah ide bagus saat kamu sedang istirahat dan bersantai apalagi kamu hanya punya waktu libur sehari. Aku mengetuk-ngetukkan jariku di atas setir mengikuti irama musik yang kusetel dengan volume di atas rata-rata, berusaha untuk menikmati saja situasinya. Entah kenapa Michelle tiba-tiba saja bersikap seperti seorang pacar hari ini, ia memintaku menjemputnya di Pondok Indah Mal dan rengekannya di seberang sana serta janji-janji manisnya untukku membuatku tak bisa menolak permintaannya.

"Aku sudah di parkiran. Kamu langsung keluar kan?"

"Masuk sebentar lah aku kenalin sama teman-temanku." Aku terdiam sesaat. "Aku sedang nggak mood bertemu banyak orang." Ini bukan kebohongan karena aku sedang tidak ingin menciptakan drama di depan teman-teman Michelle. Tentu saja mereka pasti akan mengira aku pacar perempuan itu sementara saat ini aku sedang tidak ingin menjadi pacar siapapun. Aku pernah menawarkan suatu hubungan pada Michelle namun saat itu ia hanya diam yang aku artikan sebagai peolakan dan saat ini aku pantang menawarkannya kembali.

"Kok gitu sih?"

"Aku di parkiran depan nggak jauh dari lobi. Kamu tau mobilku kan?" aku tidak menjawab rengekannya dan ia hanya menjawab 'iya' dengan nada kecewa. Aku keluar dari mobil sejenak mengingat cukup lama aku terjebak di dalam sana.

"Erick?"

Panggilan itu otomatis membuat leherku bergerak mencari si sumber suara. Senyumku langsung tercipta saat melihat perempuan itu tersenyum lebar padaku. Ia mendekatiku.

"Hei, kok ada di sini?" Tania terlihat jauh lebih segar dan ceria sore ini. Di sebelah tangannya aku melihat ia sedang mejinjing shopping bag kecil berlogo Omega.

"Emang aneh ya kalau gue di sini?" aku menjawab pertanyaannya dan langsung membuat ia tertawa.

"Kirain nggak ada waktu untuk mendarat." Sindirnya dan membuatku teringat dengan beberapa ajakannya untuk bertemu yang selalu kutolak dengan halus dengan bermacam-macam alasan.

"Belanja sendiri?"

"Ya. Abang gue ulang tahun dan Mama mewajibkan kami semua harus berkumpul di rumah malam ini. Gue cari kado untuknya." Ia menunjuk ke arah tas kecil di tangannya.

"Semua ngumpul?"

"Ya...ah...kecuali Ava tentunya." Dia tersenyum tipis dan aku hanya mengangguk paham. Dalam hati aku bertanya-tanya apakah Ava juga akan dilibatkan dalam pesta kecil mereka jika perempuan itu ada di Jakarta saat ini? Entah sejak kapan aku melankolis seperti ini, memikirkan hal-hal yang tidak perlu yang tak ada sangkut pautnya denganku.

"Lo ada janji?"

Aku mengangguk.

"Jemput seseorang." Dan baru sedetik aku menjawab pertanyaan Tania aku bisa menangkap bayangan Michelle mendekati kami.

"Hei, you." Tanpa ragu Michelle mengecup sekilas pipiku dan membuat kedua alisku bergerak naik heran dengan sikapnya. Namun aku langsung paham saat melihat lirikan tajam Michelle pada Tania yang memandang kami dengan senyum tipisnya.

"Tan, kenalin ini Michelle."

"Hi, Tania." Michelle menyambut tangan Tania dengan senyum yang sedikit dipaksakan. "Kalau gitu gue cabut dulu ya sebelum diomelin nyokap karena telat." Tania mengangkat tangannya melambai ke arahku dan sedikit mengangguk pada Michelle.

"Oke, salam aja buat nyokap."

Setelah Tania menghilang dari pandangan kami, aku bisa mendengar Michelle berdesis kesal saat membuka pintu mobil. Aku tidak meresponnya.

SAUDADE (Fly Me High) -  BACA LENGKAP DI STORIAL.COWhere stories live. Discover now