39

1.4K 188 7
                                    

Erick dan Ava versi Bahagia

Erick dan Ava versi Bahagia

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



Ava Argani

Saat aku membuka mata di pagi hari, aku tidak menemukan Erick di sebelahku. Aku turun dari ranjang dan mendapati laki-laki itu sedang asyik membuka lembaran Koran harian dengan secangkir kopi di depannya. Aku tersenyum dengan pemandangan ini. Sungguh terbangun dengan melihat Erick di dekatku adalah mimpi terbesarku akhir-akhir ini. Dan laki-laki itu dengan segala kemampuannya akan segera mewujudkan impianku itu. Pandanganku masih terpaku padanya. Ia begitu tenggelam dengan bacaan dan kopi di didepannya. Rambutnya yang basah menandakan ia bahkan sudah mandi di pukul 7 pagi ini. Aku turun dari ranjang, mendekatinya dan memberi kecupan ringan di pipinya.

"Morning." Ia menyapaku. "Kopi?"

Aku mengangguk dan mengambil tempat di depannya. Erick menuangkan secangkir untukku.

"Aku akan cari apartemen baru." Katanya dengan pandangan yang belum lepas dari Koran di depannya.

"Harus di sekitaran sini ya." Kataku mengingat jarak antara rumah sakit dan kawasan apartemenku tidak terlalu jauh. Sedangkan tempat kursusku pun hanya berjarak satu blok. Aku tidak protes dengan permintaan Erick karena tentu saja kami butuh apartemen baru kalau dia tinggal bersamaku. Apartemenku ini tidak beruang, yang artinya saat kamu membuka pintu maka matamu hanya menangkap sebuah ruang memanjang ke belakang. Ada sebuah sofa tunggal panjang kemudian ranjang dan dapur serta meja makan kecil dengan dua kursinya. Apartemen yang pas untuk sendiri tapi bukan untuk pasangan.

"Dari mana kamu dapat Koran pagi-pagi?" Kataku sedikit iri melihat Erick dengan mudahnya membaca semua berita yang ada di sana.

"Beli lah." Katanya. Dia menurunkan korannya dan memandangku. "Aku rasa kamu nggak perlu kursus lagi deh. Waktu kursusmu bisa kamu habiskan denganku. Aku bisa jadi gurumu." Katanya santai sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Nggak ah. Beda lah nanti hasilnya." Protesku sambil mengambil selembar roti tawar dan mengoleskannya dengan selai kacang.

"Kamu meragukan kemampuanku?"

"Bukan begitu. "

"Kamu takut aku mengajarkan hal yang lain?" aku mendelik ke arahnya. Dia tersenyum penuh arti. Wajahku seketika memanas saat tahu maksud kata-katanya.

"Kalau aku boleh review, semalam itu..."

"Diam nggak." Seruku dan berlari ke arahnya lalu dengan cepat mengatup mulutnya dengan sebelah tanganku sebelum ia membuatku semakin malu. Ia tertawa melihat reaksiku kemudian membawa tubuhku duduk di pangkuannya. Aku mengalungkan kedua tanganku ke lehernya.

"You were amazing last night." Dia memandangku sekaligus membangkitkan rasa percaya diriku. Aku menggigit bibirku dan berdecak seakan-akan tidak percaya dengan kata-katanya. Aku tidak menyesali apa yang kulakukan semalam karena aku hanya sedang mempelajari keseluruhan anatomi tubuh pria sambil melihat reaksinya. Aku tentu saja gugup saat awal aku mulai menyentuhnya. Beda dengan Erick, aku tentu saja tidak bisa membandingkannya dengan laki-laki lain karena memang aku tidak pernah bersama laki-laki lain. Sedangkan aku adalah perempuan kesekian dan apa yang terjadi di atas ranjang akan dengan mudah ia bandingkan. Itu adalah pikiran terburukku tapi tentu saja dengan segala yang dilakukan Erick untukku selama ini aku akan meyakini bahwa aku tentu saja akan selalu menjadi hal terbaik untuknya.

SAUDADE (Fly Me High) -  BACA LENGKAP DI STORIAL.COWhere stories live. Discover now