10

3.8K 386 18
                                    

Ava Argani

Mataku masih terpaku pada jam beker tua yang terletak di atas nakas, detak jarumnya mengisi keheningan malam dan membuatku serasa ikut menghitung setiap detik yang berlalu. Namun usaha menghitung detik ini tidak mempan membuai mataku, mungkin aku harus kembali pada kebudayaan sebagian besar orang yaitu menghitung domba agar mampu tertidur. Tapi jurus yang lebih tepat seharusnya adalah menyingkirkan segala bentuk bayangan Rama dari benakku. Ya, aku akui aku menyukai laki-laki itu. Sejak kapan? Sejak...entahlah aku tidak bisa memastikan. Aku tahu dia punya seseorang di Jakarta, seseorang yang tidak pernah kutahu namanya. Seseorang yang kadang membuatnya tersenyum tapi akhir-akhir ini lebih banyak membuat ia termenung.

Aku mencoba memejamkan mata dan mengubah posisi tidurku menghadap tembok namun bayangan Rama dan segala perlakuannya padaku semakin membuat aku sulit larut dalam mimpi. Aku memang tidak menganggapnya memperlakukanku jauh lebih istimewa dibanding ia memperlakukan teman-temanku yang lain, hanya saja perasaanku selalu mengatakan bahwa Rama akan selalu mencari kesempatan untuk bersama denganku.

"Jangan biarkan perasaan suka itu terus tumbuh, Va." Aku menggumam sendiri dengan mata yang terus terpejam dan berkali-kali meyakinkan bahwa rasa ini hanya sementara, hanya imbas dari sebuah kenangan lama. Rama pun akan kembali ke Jakarta dalam dua minggu ini jadi aku rasa aku akan mampu mengendalikan perasaanku yang pastinya akan dengan mudah terkikis setelah ia tidak ada lagi dalam jarak pandangku.

Aku bangun dengan kepala cukup berat dan sedikit terlonjak saat melihat jam sudah menunjuk pukul 7 pagi. Aku berlari ke kamar mandi secepat kilat dan menyiapkan diri dengan sedikit tergesa. Setelah dekat dengan Rama aku memang rajin masuk lebih pagi untuk bisa menemaninya melakukan visit ke bangsal dan diam-diam mengagumi interaksi manisnya dengan pasien-pasien kecilnya.

"Kamu ikut ya nanti ke Kelimutu." Rama berkata saat kami keluar dari bangsal anak.

"Kapan dok?"

"Jumat nanti. Aku harus kesana sebelum balik Jakarta." Dia tersenyum kecil kearahku dan langsung membuat aku berpikir sejenak. "Aku tahu minggu ini kamu yang dapat jatah libur. Makanya aku menyesuaikan." Sambungnya lagi dan membuatku terpana sejenak. Oke aku akan jelaskan di sini, di Rumah Sakit ini ada empat dokter internship dengan pembagian jatah libur mingguan 1-3, yang artinya tiap minggu satu orang bisa mengambil libur sedang yang tiganya tetap bertugas. Sejak kepulanganku ke Jakarta kemarin aku belum mengambil jatah liburku mengingat sepanjang minggu itu salah satu dari tiga temanku tidak mengambil jatah liburnya. Aku sendiri bahkan belum berembuk dengan mereka kapan aku bisa kembali mendapat jatah libur setelah cutiku kemarin. Dan entah kenapa Rama justru lebih dulu tahu dibanding aku mengenai hal ini.

"Temani aku ya. Kamu sudah pernah ke sana kan?"

Aku mengangguk. Dulu saat memutuskan untuk melakukan internship di Flores, salah satu tujuanku adalah bisa menikmati keindahan alam pulau ini secara gratis dan salah satunya adalah berkunjung ke danau Kelimutu. Itu yang aku dan tiga temanku lakukan pertama kali sejak kami menginjakkan kaki di Ende, kami mencuri waktu di akhir pekan di saat masa orientasi, masa kami masih mempelajari seluk beluk Rumah Sakit, alur-alurnya dan SOP.

"So?"

Entahlah aku masih belum bisa mengeluarkan sepatah kata, bahkan untuk menjawab 'ya' atas ajakan ini meskipun segenap inchi tubuhku seperti sedang berseru kegirangan. Pergi hanya berdua dengannya?

"Oke." Aku hanya menjawab singkat dengan nada yang sangat pelan sangat berlawanan dengan suara hatiku untung saja dia kedap suara jadi Rama tidak perlu mendengarnya.

"Aku minta ditemani karena kamu bisa jadi guide-ku." Dia tersenyum lebar saat menyelesaikan kalimatnya lalu menepuk punggungku pelan dan beranjak dari hadapanku. Aku mengulum senyum sambil menatap bayangannya yang melangkah menjauh. Aku tidak perlu berkecil hati mendengar kata-kata ini karena aku tahu alasan yang sebenarnya bahwa ia hanya ingin pergi denganku. Itu saja. Aku tertawa kecil sendiri dan saat aku berbalik aku cukup terkejut mendapati Dian berdiri hanya berjarak beberapa senti dari hadapanku.

SAUDADE (Fly Me High) -  BACA LENGKAP DI STORIAL.CODove le storie prendono vita. Scoprilo ora