37

7.1K 500 41
                                    

***Maaf untuk slow update ya

***Warning: typo



Ava Argani

Masih dalam keadaan bingung aku meraih lagi ponselku dan kembali mendial nomor Bayu, seorang teman pilot Erick. Sedang Tania sendiri melesat ke kamarnya dan kembali sambil membawa ponselnya.

"Udah ada di berita, Va." Dia memandangku sekilas. Aku menjauhkan ponsel dari telingaku karena masih belum ada respon dari Bayu. Tania mendekatiku dan memberikan ponselnya. Aku menelan ludahku berkali-kali untuk menguatkan diriku dengan apapun berita yang akan kubaca.

Pesawat Tarksya Indonesia dengan penerbangan TA 260 CGK-SRI tergelincir saat mendarat darurat di Bandara Ahmad Yani, Semarang. Pesawat dengan tujuan awal Cengkareng-Samarinda harus mendarat darurat di Semarang karena pesawat mengalami kerusakan mesin tidak lama setelah lepas landas.

Tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut namun dilaporkan ada sekitar 7 orang penumpang terluka karena pendaratan yang cukup keras...

Aku langsung terduduk di tepi ranjang sambil terisak kecil. Ponsel kembali berbunyi, aku menyambar benda itu dengan cepat.

"Ava kami baru dapat kabar, Erick baik-baik saja. Semua penumpang selamat Jangan cemas ya, Va. Aku akan terus kabari."

"Iya, Mas. Kabari saya terus."

"Apa aku harus kontak Erick?"

"Di sana pasti situasinya kacau sekali. Erick pasti lagi concern ke semua penumpangnya. Lo tau dia baik-baik saja. Sabar sebentar, Va." Usul Tania dan aku mengangguk setuju. Aku kembali mengutak atik ponselku mencoba mencari lagi berita terkini namun hapir semua berita di portal online masih sama. Aku dan Tania kemudian turun ke lantai bawah dan menyalakan TV. Hampir semua stasiun TV sedang melaporkannya secara langsung dari Semarang. Aku meremas tangaku gelisah dengan mata tak lepas dari layar. Setengah tubuh pesawat Boeing yang cukup besar itu tampak keluar dari landasan dan terlihat ada kerusakan cukup parah pada penutup mesin dan sayap kiri pesawat. Beberapa orang terlihat di sekitar pesawat itu dengan dua mobil pemadam kebakaran yang bersiaga. Sepertinya semua penumpang sudah berhasil dievakuasi. Berkali-kali aku mendengar reporter menyebut nama Erick dan Heru, 2 pilot pesawat yang dinyatakan berhasil mendaratkan pesawat yang bermasalah tanpa menelan korban jiwa.

"Lo harus bangga Va, Erick berhasil mendaratkan pesawat dengan mesin yang rusak tanpa ada korban jiwa. Lo harus bersyukur." Tania berkata tanpa melepaskan pandangannya dari layar TV. Reporter TV itu sudah sedikit menggambarkan situasi yang terjadi. Dan bahkan ada beberapa penumpang yang diwawancara dengan kepanikan yang masih tergambar jelas di wajah mereka. Beberapa penumpang lain terlihat saling berpeukan dan menangis. Tak sadar air mataku pun kembali mengalir. Aku ikut merasakan rasa lega dan syukur dari penumpang-penumpang itu.

"Aku harus telepon Erick, Kak." putusku dengan melangkah keluar teras sambil mendial nomor Erick. Dan memang seperti yang sudah diduga aku berdecak putus asa karena ponsel Erick belum aktif. "Lo harus sabar Va." Tania keluar mengikutiku. "Erick baik-baik saja."

"Aku hanya pengen dengar suaranya aja." Kataku dengan nada sesal yang tak terkira karena kemarin mengabaikannya saat dia akan berangkat.

"Sabar ya." Tania merangkulku. Dan beberapa detik kemudian ponsel di tangaku bergetar dan ada nama Erick di sana.

"Hallo..."

"Ava."

***

Erick Leitner

SAUDADE (Fly Me High) -  BACA LENGKAP DI STORIAL.CONơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ