19

2.8K 330 4
                                    

***Warning:Typo

Erick Leitner

Aku memacu mobilku dalam hening karena aku sama sekali tidak punya niat untuk mendengarkan radio atau salah satu favoritku dari koleksi Owl City. Aku sedang ingin fokus menelaah sikap dan perasaanku yang terlihat absurd namun terasa sangat real setiap kali aku berhadapan dengannya. Perempuan ini tidak menyita perhatianku di awal pertemuan kami, namun entah kenapa cerita tentangnya mengusik perasaanku. Aku akui awalnya aku bersimpati dengan kisahnya namun ketika kisahnya itu disertai dengan segala bentuk kebetulan yang selalu menghubungkan kami, aku pun menganggapnya takdir. Sepuluh tahun lalu atau bahkan tiga tahun lalu aku tidak percaya dengan namanya takdir, namun kehadiran Ava membuatku meyakini hal itu. Aku menyukai perempuan ini. Aku menyukai dia yang terlihat lemah dan rapuh. Aku menyukai dia saat berusaha tegar. Aku menyukai dia dengan segala yang dia punya. Bahkan aku tetap menyukainya disaat ia menyukai orang lain.

"It hurts." Aku tertawa kecut saat menyadari aku selalu berada di posisi yang sama setiap kali aku menyukai seseorang. Mungkin Dara atau bahkan Ava berpikir aku tidak punya perasaan yang kuat pada mereka saat aku begitu santai mengungkapkan rasaku, bisa jadi mereka mengira begitulah cara seorang playboy mendapatkan perempuan untuk sesaat. Namun pengalamanku bersama Alice sungguh mengajarkanku untuk menjadi seperti ini. Aku tidak mau orang yang kucinta tetap bertahan di sampingku tetapi selalu menyimpan perasaannya pada laki-laki lain. Aku akan memilih membiarkannya pergi sejak awal. Takdir mempertemukanku dengan Ava tapi bukan berati takdirku berakhir dengannya.

Pak Tarjo, supir Papa, membuka gerbang sehingga aku dengan mudah membawa mobil masuk ke garasi. Aku sedikit terburu-buru turun dari mobil karena jam di pergelangan tanganku sudah menunjuk angka 4. Aku masuk melalui pintu samping rumah yang punya akses langsung ke taman dan ruang makan. Aku bisa melihat Papa sedang duduk membaca Koran dengan sebuah cangkir ada di depannya.

"Pa," sapaku. Papa mengangkat wajahnya da memandangku sekilas.

"Kemana aja? Kok baru pulang jam segini? Bukannya kamu harus terbang lagi nanti?" Papa mencecarku tanpa melepaskan matanya dari Koran di depannya.

"Ada urusan penting yang harus diselesaikan." Aku menarik kursi di sebelah Papa, aku pikir tidak ada salahnya aku mengobrol sebentar dengannya sebelum harus pergi lagi meninggalkan rumah lebih dari tiga hari.

"Dia udah menunggu kamu dari tadi." Papa berkata lagi masih dengan sikap tubuh yang belum berubah.

"Siapa?" mataku bergerak mencari seseorang yang dimaksud Papa. Papa menurunkan Koran di hadapannya dan melihat ke satu arah. Senyum kecil tercipta dibibirnya.

"Itu dia orangnya." Leherku bergerak cepat menuju pintu menuju ruang keluarga dan aku hampir tidak percaya dengan apa yang sedang kulihat saat ini. Michelle melenggang santai keluar dari sana. Senyum tersungging di bibirnya yang tidak pernah berubah, masih tetap seksi, namun sama sekali tidak menarik minatku saat ini.

"Hi," sapanya pendek. Ia meletakkan piring yang berisi cake apel kesukaan Papa yang mungkin baru saja selesai dipanggang Bik Tina. Aku mendadak bisu melihat pemandangan yang tidak masuk akal ini. Sejak kapan Michelle bersikap begitu santai di rumah ini, dan kenapa ia bisa beraksi seakan-akan dia sudah menjadi menantu di sini?

"Ayo dicobain Om, hasil karya pertamaku. Semoga bisa seenak resep aslinya tante ya..." Dia tersenyum pada Papa yang tampak tidak ragu mengabil sepotong kue dari piring di depannya. Mata perempuan itu bekerjap menanti komentar Papa. Dia melirikku sekilas dan memberikan senyum penuh kemenangan yang aku rasa sangat menyebalkan. Apa dia pikir dia bisa memenangkan hatiku dengan cara ini?

"Hmmm....enak ini. Lebih enak dari buatan si Tina." Seru Papa dan membuat perempuan itu melakukan aksi tepuk tangan palsunya. "Tapi tetap saja masih lebih enak buatan Mamanya Erick." Kata Papa lagi sambil menepuk bahuku cukup keras seolah ingin memaksaku masuk ke dalam drama yang diciptakan oleh perempuan yang saat ini sedang tersenyum lebih lebar dengan mata berbinar.

SAUDADE (Fly Me High) -  BACA LENGKAP DI STORIAL.COWhere stories live. Discover now