35

2.8K 300 14
                                    

Warning: Typo


Ava Argani

Aku masih terus menemani Tania setelah pemakaman Mama yang membuat kakakku itu benar-benar seperti kehilangan semangat hidup. Dia tidak histeris seperti kukira, ia bahkan tidak menangis saat detik-detik jasad Mama dikebumikan. Namun ekspresi wajahnya bisa melukiskan kehancuran di dalam hatinya. Aku tidak mau sedetikpun meninggalkannya karena aku tidak bisa menebak apa yang ada di dalam hatinya saat ini.

Satu persatu keluarga dan kerabat dari pihak Mama dan Papa mulai meninggalkan rumah. Erick masih bertahan dan dia lebih banyak menghabiskan waktu dengan dua keponakanku. Tante Lisa, Kakek dan juga nenek ikut hadir saat pemakaman, ada sesal tergambar di wajah kedua orang tua itu karena mereka tidak sempat menyampaikan maaf pada Mama seperti keinginan mereka. Aku tentu belum bisa mengenalkan Tania pada mereka namun aku sempat mengenalkan Erick, dan tante Lisa sepertinya sudah menceritakan hal-hal yang ia ketahui tentang aku dan Erick pada mereka.

"Va, gue nggak apa-apa. Lo bisa turun nemenin Erick." Tania berkata lirih.

"Gue nggak apa-apa lo nggak usah khawatir." Sahutnya sebelum aku membuka mulut. "Gue nggak mungkin melakukan hal bodoh dan menyakiti Mama lagi. Nggak mungkin Va. Gue hanya butuh waktu sendiri. Please..."

"Okay Kak." Aku mengangguk paham kemudian beranjak dari kamarnya. Aku turun menemui Erick di teras depan. Sashi dan Abi sedang asyik berceloteh dengannya entah hal menarik apa yang mereka obrolkan dengan Erick. Aku tidak menemukan Mbak Mitha di bawah. Dia mungkin sedang di kamarnya, karena aku tahu ini masa yang berat buat kakak iparku itu. Bang Aldo hanya diberikan izin untuk menghadiri pemakaman dan mbak Mitha harus bisa menjelaskan kepada Abi dan Sashi kenapa ayah mereka datang dengan kawalan orang asing.

"Tante Ava." Sashi berlari memelukku. Aku kemudian menggandengnya mendekati Erick.

"Kamu baik-baik aja?" tanya Erick padaku. Aku mengangguk.

"Bagaimana Tania?" sambungnya lagi.

"Dia nggak apa-apa." Aku tersenyum ke arahnya. "Makasih ya udah ada di sini. Di tengah-tengah orang yang banyak nggak kamu kenal." Dia hanya membalas senyumku kemudian mengulurkan tangannya meraih tanganku. Adegan itu tak luput dari pandangan kedua ponakanku.

"Ihhh...tante Ava pacaran ya sama Om Erick." Seru Abi dengan nada menggoda khas anak-anak.

"Emang iya." Balas Erick sambil merangkul pundakku dan membuat Abi serta Sashi terkikik dan meringis geli.

"Berarti nanti tante Ava nggak tinggal sama Sashi lagi?" protes Sashi.

"Kenapa emangnya? Tante Ava masih tinggal di sini kok."

"Tapi nanti tante nikah sama Om Erick terus..terus tante Ava pindah deh nggak tinggal di sini lagi." Aku tersenyum kecil sambil memandang gadis kecil usia 5 tahun itu.

"Abi! Sashi! Tante sama Omnya jangan diganggu yuk." Mbak Mitha keluar menghampiri anak-anaknya.

"Tapi Sashi masih pengen main sama Om Erick." Rengek Sashi yang sekarang malah meringkuk dalam pelukan Erick.

"Iya tapi Sashi mandi dulu terus makan baru main lagi." Bujuk Mbak Mitha yang perlahan membuat Sashi melepaskan pelukannya dari Erick. Sashi dan Abi tumbuh di saat mereka mulai paham kalau Ayahnya sering marah-marah dan jarang menghabiskan waktu bersama mereka. Mungkin sosok Erick yang bersahabat membuat Sashi seperti menemukan sosok Ayah yang ia rindukan. Begitu pula dengan Abi. Dua hari terakhir ini mereka terus lengket dengan Erick.

"Nanti kita main lagi ya." Erick mengelus kepala Sashi yang digandeng oleh ibunya. Setelah Sashi dan Abi meninggalkan kami, Erick menarik napas lega dan membuatku tersenyum.

SAUDADE (Fly Me High) -  BACA LENGKAP DI STORIAL.COWhere stories live. Discover now