17

3K 365 9
                                    

***Harap maklum kalau masih nemu typo...happy reading!



Ava Argani

Angin lembut bertiup dari luar jendela kamarku yang kubuka cukup lebar dan sedkit mengusir gerahku. Aku menoleh sebentar untuk melihat jam di dinding kamarku, setelah yakin bahwa jarum jam sudah mendekati angka sembilan aku tergesa merapikan baju dan penampilanku kemudian menyambar tasku dan keluar dari kamar. Aku setengah berlari menuruni tangga dan mendapati rumah lengang seperti biasa. Mama dan Tania sudah ke kantor sejak sejam yang lalu. Kami hanya bertemu saat sarapan tadi pagi, itu pun tidak ada obrolan berarti di meja makan. Mama lebih sibuk meneliti berkas di depannya atau menelpon atau bahkan mengomeli Bik Imah dan Tania. Tidak ada interaksi berarti antara aku dan Mama setiap pagi di meja makan.

"Non Ava udah mau berangkat?" Bik Imah muncul dari pintu belakang saat aku sedang menenggak segelas air.

"Iya Bik."

"Makan siang di rumah nggak?"

Aku berpikir sebentar.

"Belum tahu bik."

"Tadi sebelum berangkat Ibu pesan kalau misalnya Non Ava makan di rumah, Bibik disuruh panasin ayam panggang yang semalam dibawa Ibu dari rumah makan apa itu namanya...bibik lupa. Non Ava kan suka ayam panggang." Bik Imah tersenyum padaku yang sekarang hanya bisa menatapnya tanpa suara. Apa aku tidak salah dengar? Atau apakah Bik Imah tidak sedang mengarang cerita? Mama membawakanku ayam panggang? Apakah itu ayam panggang dari Pasifik? Restoran yang memang terkenal dengan ayam dan bebek panggangnya, yang dulu menjadi tempat favorit aku dan Papa?

"Non?"

"Iya bik...ummm...aku makan di rumah. Nanti bibik panasin aja ya." Aku tersenyum sumringah dan melangkah ringan keluar. Aku membuka pintu gerbang sambil memeriksa ponselku karena tadi aku sudah memesan taksi online dan aplikasinya sudah memberi informasi kalau kendaraan yang kupesan sudah tiba di depan rumah. Senyum belum lepas dari bibirku, informasi yang kudapat dari bik Imah menjadi penyebab kerianganku saat ini. Mama ternyata sangat tahu makanan kesukaanku dan ia bahkan membawakannya untukku dan memberi pesan khusus pada bik Imah. Satu hal kecil ini berpengaruh besar pada diriku.

Aku keluar dari pintu gerbang dan beberapa detik kemudian langkahku berhenti. Mataku mencari-cari tapi taksi online yang kupesan tidak ada di sana, yang ada justru mobil lain yang cukup kukenal dengan seseorang yang berdiri menunggu dengan bersandar di samping mobil itu.

"Hi." Rama menyapaku. Ia melangkah mendekatiku yang masih bingung dengan situasi ini. Mataku masih bergerak mencari mobil lain di sekitar situ namun aku tidak menemukannya.

"Aku sudah membayar mobil pesananmu. Kamu mau kemana biar aku antar." Rama menjawab tanya yang tergambar jelas di wajahku selain tentu saja setelah rasa terkejut karena kehadiranya. Oke, aku akan memberitahukan satu hal. Setelah aku menerima pesan singkat dari Erick yang aku sendiri tidak paham maksudnya, dan aku juga tidak berniat untuk meminta penjelasan, aku menerima pesan dari Rama untuk mengajakku bertemu. Aku sudah menduga setelah berita Ayana mulai mengisi judul setiap headline media online, Rama pasti akan segera menghubungiku. Namun aku tak menduga secepat ini. Entahlah kehadirannya saat ini seperti memaksaku masuk ke dalam labirin kebingungan. Kata-kata Tania terus menghantuiku dan membuatku bertanya pada hatiku apakah dia benar? Apakah rasaku pada Rama tidak sekuat yang aku duga? Aku bahkan tak mengharapkannya muncul secepat ini.

Aku memandang Rama cukup lama.

"Kamu nggak marah kan?" dia menerjemahkan tatapanku padanya sebagai bentuk rasa tidak sukaku dengan apa yang sudah ia lakukan. "Va?"

SAUDADE (Fly Me High) -  BACA LENGKAP DI STORIAL.COWhere stories live. Discover now