Transplantasi Hati

5.7K 229 2
                                    

Kami menikmati film dengan khidmat. Tidak ada obrolan apapun di antara kami. Tampak Arqie sedang fokus ke layar walaupun tangannya terus memegang kentang goreng di sebelah saya. Sesekali saya mengambil kentang itu untuk menghargai usahanya yang telah bersusah payah menyediakan untuk saya.

Hingga sebuah adegan film dimana sang wanita mengkhianati pacarnya yang seorang agen FBI.

Arqie bergumam
"Kasian banget sih cowok itu. Udah percaya setengah mati sama pacarnya, ehh, malah dikhianatin gitu." ucap nya lirih penuh rasa sedih.

Saya mengernyitkan dahi dan menoleh menatap wajahnya yang masih fokus di layar bioskop. Matanya terlihat berkaca-kaca.

'Hmmm... sepertinya dia baru dikhianati oleh pacarnya sama seperti adegan yang baru saja ditonton nya. Intonasi yang keliar dari mulutnya pas sekali seperti korban yang telah melalui penderitaan itu.' pikir saya.

Saya yang tidak pernah dikhianati jelas tidak akan pernah bisa merasakan kesedihan yang dia rasakan. Saya bahkan tidak mau menjalin hubungan dengan siapapun karena takut merasakan pengkhianatan seperti yang dia rasakan.

Arqie tidak menyadari bahwa saya menatapnya sangat lama. Dia benar-benar larut dalam kesedihan tokoh utama.

Saya mencoba mengalihkan pikiran Arqie agar tidak terlalu lama larut dalam kesedihannya.

"Katanya tadi kita nonton film action. Kok malah banyak adegan dewasa nya begini ya?!" protes saya ketika melihat adegan ciuman yang terpampang di layar besar itu.

Arqie menoleh menatap wajah saya mendengar gerutu dari bibir saya. Dia lalu terkekeh
"Ya kan disitu letak 'action' nya.." jawab Arqie nge-less

Saya pun mendelik mendengar jawaban Arqie.

Lelaki tampan itu tertawa kecil melihat kesewotan saya. Raut wajahnya kini telah berubah riang. Saya senang melihat dia yang tidak lagi bersedih memikirkan siapapun itu.

Hey, sepertinya marah saya pada Arqie sudah reda. Ahh, mudah sekali saya memaafkan seseorang hanya gara-gara Iba dengannya.

Film pun akhirnya selesai. Kami berkumpul lagi di loby bioskop. Yuan menawarkan untuk menonton 1 kali lagi.

Saya menggeleng. Tidak sempat. Sebentar lagi saya jaga. Saya pasti terlambat jika harus menonton satu film lagi. Yuan akhirnya menawarkan opsi lain, yaitu makan karena dari siang tadi saya belum makan. Saya kembali menggeleng. Waktunya terlalu mepet. Saya harus ke RS sekarang untuk Jaga di UGD atau saya bisa mendapatkan masalah gara-gara terlambat.

Akhirnya saya berpamitan untuk pergi ke RS dan hendak menuju parkiran bawah. Yuan menghentikan langkah saya,

"Sebentar dek. Kebawahnya ditemenin Diqie ya." Ujar Yuan sambil menoleh ke arah Diqie.

"Kok gue sih?" Tanya Diqie dengan nada menolak.

"Ya kan ga mungkin Shana sendirian ke parkiran bawah qie. Dia perempuan." ucap Yuan membantah omongan Diqie.

Melihat suasana Yuan dan Diqie kembali memanas, saya mencoba menengahi mereka,

"Udah abang-abang... Saya sendirian aja ke parkiran bawah. Gapapa kok, cuma ke parkiran ini. Ga perlu ditemenin. Lagian mall ini aman. That's fine. Ga usah repot-repot nganterin saya. Biasanya saya juga keatas kebawah mall ini sendirian, hahaha.." ujar saya mencoba bercanda. Tali sepertinya lawakan saya tidak berhasil. Mereka berdua menatap saya tajam.

"Bukan masalah amannya dek. Tapi masalah manner nya itu lho." Ucap Yuan lagi pada saya. Tatapan mata Yuan beralih ke Diqie,

"Jadi lo mau nganterin shana ga?!" Tegas Yuan sedikit memaksa. Yang ditanya hanya membalikkan badan dan melenggang pergi tanpa menjawab. Yuan mengepalkan telapak tangannya dan menggertakkan gerahamnya menahan kesal.

ShanarqieWhere stories live. Discover now