Stuck On Him

4.2K 217 0
                                    

Jumat sore saya bergegas pulang. This is my First date with Diqie. Saya harus mempersiapkan diri untuk kencan pertama ini yang terjadi setelah 3 tahun 'dekat' dengannya. Selama ini kami hanya makan berdua di restoran pizza di sebelah Rumah Sakit, atau dia mengunjungi saya di Rumah Sakit, atau dia mengantar saya pulang dari Rumah Sakit menuju rumah. Nothing more. Kami tidak pernah ke mall. Dan baru kali ini akan nonton bioskop berdua saja.

Sesampainya di rumah, saya segera mandi, lalu memoleskan segala wewangian di tubuh saya mulai dari deodoran, body mist, body lotion, hair mist dan parfum. Saya tentu mengenakan baju yang dibelikan oleh Diqie beberapa waktu lalu. Saya melihat diri saya di depan kaca setelah menggunakan baju tersebut.

Dia benar sekali. Baju ini sangat pas di badan saya. Bagaimana dia bisa tau ukuran saya? Ahh, saya ingat. Waktu kami berjalan hendak menuju restoran pizza di sebelah Rumah Sakit, saya hampir terserempet oleh mobil jika saja Diqie tidak menarik Pinggang saya waktu itu dan memeluk saya tepat didadanya dengan lengan kokohnya melingkari pinggang saya.

Saya berdebar-debar sekali saat itu. Bukan hanya karena nyawa saya yang hampir melayang, tapi juga karena jarak kami yang begitu dekat.

Saya tidak bisa menyembunyikan wajah saya yang pucat sekali saat itu karena terkejut dengan semua hal yang terjadi begitu cepat hingga akhirnya Diqie mengeluarkan lelucon,
"pinggang kamu ternyata kecil sekali ya, apalagi jika dibandingkan dengan pinggang saya" ujarnya sambil tersenyum. Mungkin saja gara-gara peristiwa itu dia bisa mengira-ngira ukuran baju saya.

Seketika saya tersipu mengingat kejadian itu. Saya menggelengkan kepala untuk membuyarkan lamunan saya dan mengenyahkan bayangan Diqie dari benak saya. I'm in a rush. Habis maghrib Diqie akan datang menjemput, dan saya belum siap sama sekali padahal jam sudah menunjukkan pukul 17.00.

Saya memoleskan make up di wajah saya. Dari mulai foundation, countour, bedak, alis, eyeshadow, lipstik dan blush on. Setelah wajah saya siap, saya pun mengeringkan rambut dengan hairdryer.

"Ciyeee ciyeee.. Yang mau First date sama First Love nya.. Segitu banget persiapannya." goda adik saya yang masih duduk di bangku SMA. Dia memang seperti siluman yang suka tiba-tiba masuk dan muncul di kamar saya.

Saya melotot melihat kehadirannya,
"Apaan sih anak kecil! Sok tau! Belajar sana!" Sergah saya.

"Pasti kakak lagi berbunga-bunga banget mau pergi sama Bang Diqie ya. Kalo aku jd kakak juga pasti happy banget bisa nge-date sama cowok se-ganteng bang Diqie."

Saya terkekeh mendengar celotehnya. Adik saya memang penggemar berat Diqie. Ketika pertama kali adik saya melihat Diqie, dia langsung berteriak histeris,
"kakak nemu dimana makhluk ganteng banget begitu?"

Well, Adik saya sangat menyukai wajah yang kearab-araban seperti Diqie. Hidung mancung, alis tebal, bibir merah dan wajah putih. Saya sendiri, biasa aja. Saya sudah bosan melihat wajah-wajah tampan di sekitar saya. Kegiatan saya di 'bujang gadis' membuat saya banyak bertemu dengan wajah-wajah tampan. Belum lagi pekerjaan saya sebagai MC membuat saya juga banyak berkenalan dengan sosok-sosok ganteng. Apalagi profesi sebagai penyiar, membuat saya sering menerima bintang tamu sekaliber artis-artis wahid yang sedang promosi film ataupun single terbarunya.

Diqie hanya salah satu dari sekian banyak Pria tampan yang masuk ke dalam hidup saya. Dan adik saya, sangat iri dengan kehidupan saya yang dikelilingi laki-laki tampan.

Melihat saya yang tak merespon celotehannya, adik saya kembali menggoda,
"Tuhh. Tuh.. muka kakak merah.. katanya kakak biasa berinteraksi sama cowok ganteng, tapi kok tiap aku nyebutin nama bang Diqie, muka kakak langsung merah gitu?"

Saya langsung refleks melihat di kaca lebih dekat. Benar saja, pipi saya terlihat berwarna merah muda. Saya langsung berdiri kikuk untuk menutupi rona di pipi saya yang terlihat jelas dan mendorong badan adik saya keluar dari kamar,
"Udah, keluar sana. Iseng aja gangguin orang" ujar saya sambil terus mendorong badan adik saya keluar dari pintu lalu mengunci pintu kamar saya rapat-rapat. Saya bersandar di belakang pintu dan menggelengkan kepala untuk menyadarkan diri.
'Gue kenapa sih? Kok muka gue merah gini? Dari tadi juga jantung gue deg-deg an melulu. Biasanya jantung gue kayak gini kalo mau ujian ngadep konsulen. Hufff... Dear brain, please control my heart.' gumam saya dalam hati.

ShanarqieWhere stories live. Discover now