Other Point Of View

3K 152 0
                                    

Seminggu berlalu sejak hari itu. Saya dan Arqie tetap 'berteman' seperti biasa. Sesekali dia mengatakan kangen, terkadang dia mengungkapkan cintanya seperti berkata "I love you" yang hanya sy tanggapi dengan tertawa.

Seminggu ini saya terbiasa mendengar suara Arqie sebelum dan setelah bangun tidur. Setiap malam dia menelpon sebentar hanya untuk bertanya kabar saya dan bertanya tentang apa yang terjadi hari itu dan bagaimana hari itu dilalui. Kami sering saling menguatkan disaat down. Ketika saya dimarahi dosen. Ketika dia gagal mendapatkan 'buruannya', kami saling menyemangati. Dan kami juga sudah saling mengerti ketika dia tidak menghubungi, berarti dia sedang di tengah hutan belantara bersiap menangkap pelaku kriminal, dan jika saya tidak menghubungi, itu berarti saya sudah terlalu lelah. Yap, kami hanya teman yang berkomunikasi secara intens. Dan walaupun kami melakukan itu semua, kami tetap berada di dalam 'friendzone'. Really. Just a friend.

Sementara Diqie, yang malam itu berjanji akan melamar saya pd orang tua saya justru tidak ada kabar selama seminggu ini. Lagi-lagi dia menghilang tanpa kabar. Hingga tepat di hari ke-7, sebelum saya siaran saya mendapatkan kabar tentang Diqie yang sangat mengejutkan.

_________*******________
Arqie POV:

8 jam sebelumnya, beberapa KM dari tempat Shana berada

Hari Minggu pukul 07.00 Pagi. Arqie baru saja pulang dari lari pagi di gelanggang olahraga di kota kelahiran Shana. Arqie berencana akan mengajak Shana sarapan hari ini setelah Shana selesai latihan menari. Tapi ternyata Shana harus perform dalam acara Festival Seni dan Budaya Indonesia yang akan dibuka oleh Presiden RI hari ini. Shana baru free diatas jam 1, itupun jam 3 dia harus siaran.

Atas permintaan junior-junior shana, Shana mengundang Arqie untuk datang hari ini dan menonton penampilan mereka. Arqie tertawa. Arqie sebenarnya ingin menolak karena takut Shana cemburu lagi. Tapi kerinduannya untuk bertemu Shana sudah tidak bisa untuk di tahan dan akhirnya menerima undangan dari Shana.

Arqie melepaskan sepatu di depan pintu rumah warsid, baru saja dia hendak masuk, ponselnya berbunyi. Dia melihat nama yang tertulis di layar,

"MAMAH".

Wajah Arqie langsung sumringah dan mengangkatnya dengan riang.

"Assalamuam'alaikum mah... Panjang umur.. Arqie baru saja mau nelpon mamah, ehh, udah keduluan.."

"Wa'alaikum salam nak? Kamu sehat?" Tanya mamanya,

"Arqie sehat mah. Mamah sehat kan? Udah sarapan? Bapak sm nenek sehat?"

"Alhamdulillah kita semua sehat. Kita sekarang lagi di rumahnya Diqie nak... Hmm.. Mendengar suara kamu, sepertinya kamu belum mendengar kabar tentang Diqie ya sayang?" suara mama nya tampak tercekat.

Arqie merasakan getaran suara mama nya berbeda dari biasanya. Ekspresi Arqie berubah menjadi serius. Arqie khawatir,
"Emang kenapa Diqie mah? Ngapain mamah pagi-pagi gini di rumah Diqie?"

Mama Arqie diam sejenak.

"Mama nya Diqie meninggal subuh tadi nak" ujarnya serak.

Arqie terduduk lemas,
"Inalillahi wa innalillahi rojiun.. "

Kaki nya yang gagah itu seolah tidak mampu menopang badannya mendengar kabar menyedihkan itu. Mama Diqie sudah dia anggap seperti mama nya sendiri.

Arqie menahan air mata yg akan menetes.

Mama Arqie kembali bertanya,
"Kamu bisa ke bandung hari ini nak? Temani Diqie disini.. Kasihan Diqie... Dia sepertinya terpukul sekali. Dia hanya duduk tak bergeming di sebelah jenazah mamanya dan tak berhenti memandang wajah mama nya. Tidak ada suara tangis yg keluar, hanya air matanya saja yg terus menetes. Dia juga tidak mau bicara dengan siapapun sejak mamahnya dinyatakan meninggal subuh tadi."

ShanarqieWhere stories live. Discover now