Jaga Terakhir

3.6K 189 1
                                    

Saya mensilent-kan ponsel, menyimpannya di dalam tas dan meletakkannya di lemari paling dalam di kamar jaga Ko-ass. Sejak saya pulang dari rumah Warsid, ponsel saya tak henti-hentinya berdering. Entah itu dari Yuan, dari Diqie, ataupun dari Arqie, dan tak satupun panggilan telpon dari mereka yang saya angkat. Entah ada berapa belas panggilan yang saya abaikan. Hanya telpon dari keluarga dan senior saja yang saya angkat. Sisanya saya biarkan begitu saja.

Pesan yang masuk pun bersahut-sahutan. Entah ada berapa puluh pesan yang saya acuhkan dalam 7 jam terakhir ini.

Permintaan Diqie, Yuan dan Arqie pun sama, meminta waktu dan kesempatan untuk meng-klarifikasi kejadian tadi siang. Saya mendengus kesal. Apanya yang perlu diklarifikasi? Siapa juga yang butuh untuk mendengarkan klarifikasi? Bagi saya semuanya sudah tidak penting. Diqie mau mendekati siapa. Arqie mau dinner dengan siapa. Terserah!

Sebelum sempat saya menutup pintu lemari, ponsel saya kembali berbunyi. Saya mengerutkan dahi. Jika ponsel saya sudah di silentkan tapi masih juga berbunyi untuk sebuah panggilan masuk, itu berarti dari keluarga dekat saya. Settingannya saya buat demikian.

Saya kembali mengambil tas dan merogoh anak tasnya yang terdalam. Saya mengambil ponsel dan melihat nama di layar,

"Tante Dinda"

Saya menepak jidat melihat nama itu di ponsel saya. Diqie pasti 'ngadu' lagi sama ibu angkatnya ini.

Tante dinda adalah sahabat mama yang sudah saya anggap seperti keluarga saya sendiri. Dan ternyata, Tante dinda juga adalah ibu angkat Diqie. What a small world!

Selama ini, beliau selalu menjadi 'penyambung lidah' antara saya dan Diqie, atau dengan kata lain, Diqie selalu 'curhat' dengan ibu angkatnya ini jika saya merajuk dan tak mau dihubungi. Tante dinda tentu dengan sangat senang hati menjadi pemersatu atau mak comblang antara saya dan Diqie. Beliau akan sangat bahagia jika kami berdua bisa menjalin hubungan. Saya pun tidak dapat menolak permintaan Tante Dinda karena saya sangat menghormatinya. Saya bahkan telah dekat dengannya dari sejak saya SD. Itulah yang membuat Tante Dinda tau benar tentang saya dan 'gerak-gerik' saya. Dan ketika Tante Dinda mendengar kabar bahwa anak angkatnya digosipkan dekat dengan saya, Tante Dinda girang bukan main. Dia selalu berusaha menjodohkan kami dan selalu menjadi penengah setiap ada masalah diantara saya dan Diqie seperti sekarang ini.

Saya melihat jam di tangan saya. Masih ada setengah jam sebelum jam jaga dimulai. Masih ada waktu buat berbincang sebentar. Ya, sebentarnya tante dinda itu bisa setengah hingga 1 jam.

Saya memutuskan untuk mengangkat telpon dari tante dinda. Karena jika saya tolak, maka Tante Dinda akan menghubungi mama, lalu mama akan menghubungi saya, dan jika terjadi demikian, mama akan mengocehi saya tidak kurang dari 2 jam. Saya sedang tidak mood untuk diceramahi panjang lebar saat ini.

"Assalamualaikum tante" sapa saya ramah.

"Wa'alaikum salam sayang. Kamu lagi apa nak? Lagi sibuk nggak?" Tanyanya seperti biasa

"Enggak sibuk tante. Lagi persiapan mau jaga IGD jam 7 malam ini."
Saya sengaja menyebutkan jam agar tante dinda tau batasan jika hendak mengajak saya mengobrol

"Ohh, setengah jam lagi ya? Yaudah. Gapapa. Tante ga lama kok. Cuma kepengen ngilangin kangen aja sama kamu." ujarnya basa basi.

Saya mencibir mendengar kalimatnya. 'Kangen? Seriously?'

"Ahahhaa.. iya tante. Mudah-mudahan setengah jam bisa ngilangin kangennya tante ya." Jawab saya miris mendengar kata-katanya.

"Kamu gimana sama Diqie, nak? Dia ga nakalin kamu kan? Kasih tau tante kalo Diqie bandel ya. Biar tante jewer." ujarnya mencoba mengorek informasi dari saya.

ShanarqieWhere stories live. Discover now