Undangan

3.3K 165 2
                                    

Mungkin karena kerinduan yang berlebih, saya lantas membayangkan Arqie menghampiri rumah Saya dan berdiri di hadapan Saya dengan senyum manisnya. Saya pikir semua ini hanyalah khayalan Saya semata. Ternyata semua ini sunguh nyata. Yang berdiri di hadapan Saya saat ini sungguh Arqie, bukan halusinasi atau khayalan Saya saja.

Arqie tentu bingung melihat Saya yang tiba-tiba tertawa di depannya. Dia pasti tidak menduga Saya akan bereaksi demikian.

Saya tergagap dan kembali tertawa hambar untuk menutupi rasa malu karena ketololan yang Saya lakukan.

Saya mencoba memberikan penjelasan pada Arqie,
"Ohh.. hai, bang! Wa'alaikum salam. Maaf.. maaf.. ga ada yang salah kok bang. Saya tadi ketawa karena.. hmm.. kasian.. hmmm.. iya.. kasian karena hmm.. karena abang ga dibukain pintu.. Soalnya ga ada orang di rumah.. hahhahaa.. Haduuhh.. Mohon maaf ya, empati Saya belakangan ini memang agak buruk.. akhir-akhir ini Saya sering tertawa melihat orang lain susah, hahaha.." jawab Saya semakin ngawur.

Saya menggeleng kecil, mengatupkan bibir dan memejamkan mata rapat-rapat untuk menahan malu karena kalimat asal-asalan yang keluar dari mulut Saya.

Arqie tersenyum menahan tawa mendengar jawaban Saya yang tidak karuan. Belum sempat dia menanggapi, Saya kembali berkata,

"Udah lama, bang?" Tanya Saya basa-basi untuk mengalihkan perhatiannya.

Arqie masih tersenyum dan menggeleng.

Saya membalas senyumannya kikuk.

Saya lalu berjalan ke arah pintu dan melewati Arqie untuk membuka kunci pintu ruang tamu.

Tidak sengaja mata Saya melirik pada benda yang berada di tangannya. Saya melihat dia memegang sebuah undangan pernikahan.

Senyum Saya memudar. Apakah itu undangan pernikahannya?

Wajah Saya seketika pias. Saya yang tadinya berbunga dan bahagia dapat melepas rindu bertemu dengan Arqie, tiba-tiba merasa gundah.

Ada kekecewaan menyeruak masuk ke dalam dada. Apakah dia menghilang sebulan ini karena sibuk mengurusi pernikahannya?

Saya menelan ludah. Sepertinya dugaan Saya benar. Saya melihat pangkat Arqie tertulis di undangan itu ketika meliriknya sekilas. Ternyata dia datang kemari hanya untuk mengantar undangan pernikahannya. Terjawab sudah keberadaan Arqie disini sore ini setelah sebulan dia menjauhi Saya.

'That's okay. I'm fine. This is not my first time gue nerima undangan nikah dari orang yang pernah mencintai gue. I can handle it.' ucap Saya dalam hati menyemangati diri sendiri

Saya membuka kunci rumah dan mempersilakan Arqie masuk. Saya juga mempersilakan dia untuk duduk di sofa yang tak jauh dari pintu.

Saya permisi pada Arqie untuk kebelakang sebentar dengan alasan menyiapkan minum.

Saya akhirnya menghembuskan nafas panjang setelah tiba di depan pintu kulkas. Rasanya dada Saya dihimpit beban yang sangat berat. Saya termangu sesaat. Pikiran Saya kosong.

Saya kemudian menggelengkan kepala untuk menyadarkan diri. Saya segera membuka kulkas dan mengambil sebuah botol soda sambil terus menguatkan hati untuk menerima undangan itu.

Setelah menyiapkan semuanya, Saya kembali berjalan menuju ruang tamu dengan membawa nampan berwarna pink. Tangan Saya sedikit gemetar membawa nampan yang telah berisi minuman dan sedikit cemilan itu.

Saya menarik nafas panjang untuk mengusir rasa gentar yang menghampiri. Saya berusaha keras mengukir senyum di wajah Saya.

'Tenang Shana. All is well.' bisik Saya menguatkan diri. Hanya saja, entahlah. Walaupun sudah ikhlas kehilangan Arqie, tapi rasa sedih itu tetap ada.

ShanarqieOù les histoires vivent. Découvrez maintenant