HAMPA

2.9K 167 0
                                    

Saya memeriksa ponsel saya terakhir kali sebelum saya masukkan ke dalam tas untuk dititip di bagian properti. Kami sudah tiba di lokasi acara untuk mementaskan tarian khas daerah kami di acara pembukaan Festival Seni dan Budaya Indonesia di depan orang nomor satu di negeri ini.

Arqie tidak membalas pesan yang saya kirim tadi pagi. Mungkin dia dapat panggilan mendadak dari komandannya.

Seketika itu juga hati saya membantah,
'Tapi biasanya dia memberikan kabar kalo ada 'tugas' mendadak. Arqie bukan tipikal Diqie yang 'suka' menghilang dan timbul begitu saja. Ahh iya, Diqie juga seminggu ini menghilang lagi. Apa karena jawaban yang saya berikan kemarin sehingga mereka berdua 'menghilang'? CK... Kalau begitu mereka sama saja dengan laki-laki lainnya.' 

Saya menghela nafas panjang dan mencoba mengenyahkan pikiran tentang mereka dari benak saya. Toh saya harus fokus untuk penampilan saya hari ini. 

Selesai perform, saya segera memeriksa ponsel kembali, dan lagi-lagi, tidak ada notifikasi apapun. Saya menatap layar ponsel itu cukup lama. Arqie tidak biasanya seperti ini. Arqie tidak pernah menghilang begitu saja selama saya mengenal dia. Kalaupun dia akan 'menghilang' 3 hari kedepan, dia akan mengabari sesaat sebelum dia akan tidak bisa dihubungi.

Sepertinya saya yang tidak terbiasa dengan sikap Arqie yang menghilang seperti ini. Lagipula jika dia memang hendak 'menghilang', untuk apa dia mengajak saya sarapan tadi pagi? 

Saya menggelengkan kepala mencoba untuk fokus pada kegiatan selanjutnya dan melupakan tentang Arqie. Saya bergegas pulang ke rumah dan bersiap untuk siaran. Hanya satu jam saya berada di rumah. Saya melirik jam digital yang ada di mobil saya.

'14.00'

Saya sudah berangkat dari rumah menuju tempat siaran. Tiga puluh menit kemudian saya telah tiba di studio.

Ponsel saya berbunyi. Saya melihat nama yg tertulis di layar.

"YUAN".

Saya menekan tombol hijau di ponsel saya.

"Siang bang. Perintah?" Sapa sy ramah seperti biasa.

"Lagi ngapain dek?" Tanya nya datar. Suaranya tidak terdengar 'menyenangkan' seperti biasanya. Dia sepertinya sedang serius

"Baru aja nyampe di tempat siaran. Ada yang bisa di bantu bang?" Tanya saya lagi dengan intonasi khawatir.

Yuan kembali bertanya,
"Ga lagi di jalan kan dek?" 

"Engga bang. Ini udah parkir. Baru mau turun dari mobil. Kenapa sih bang?" Tanya saya sedikit panik. Yuan tidak pernah seperti ini.

Yuan terdengar ragu untuk membuka suara,
"Hmmm... abang mau ngabarin... mm... Ibunya Diqie meninggal, dek.." 

Langkah saya seketika terhenti ketika hendak menaiki anak tangga. Saya seperti tersambar petir mendengar kabar itu. Pikiran saya langsung melayang kepada Diqie. Dia pasti shock sekali. Diqie sangat dekat dengan ibunya. Dia pasti merasa sangat kehilangan. Ibu adalah segala nya bagi Diqie.

Saya menyampaikan terima kasih kepada Yuan atas informasinya dan segera menutup sambungan telpon dengan Yuan.

Saya bergegas menekan nomor Diqie di ponsel saya. Nomornya sudah sangat saya hapal di luar kepala. Hanya nada sambung yang terdengar tanpa jawaban dari seberang sana. 

Diqie tidak menjawab panggilan saya. Berulang kali saya mencoba menelponnya tapi lagi-lagi yang menerima panggilan saya tetap voice note. 

Jari saya menekan tuts di ponsel dengan cepat dan mengirim sms kepadanya

"Inalillahi wa' inna ilaihi rojiun. Saya turut berbela sungkawa dan berduka sedalam-dalamnya atas kehilangan mama tercinta, pak. Semoga Pak Diqie sekeluarga di berikan kesabaran dan ketabahan menghadapi semua cobaan ini.  Semoga almarhumah mama husnul khotimah dan amal ibadah nya diterima di sisi Allah SWT. Mohon maaf saya belum bisa menghadiri pemakaman mama karena saya baru saja dikabari. Salam untuk keluarga besar ya pak. Pak Diqie yang kuat ya. I'm here for you. If you need me, just call me, anytime.."

ShanarqieWhere stories live. Discover now