Penolakan 1

3.6K 171 2
                                    

Saya dan Arqie bergegas keluar dari Coffe shop dan berjalan menuju restoran sebelumnya tempat kami berkumpul. Saya setengah berlari untuk mensejajari langkah Arqie yang cepat dan lebar.

Sambil berjalan, Saya menekan tuts di hp untuk menelpon mama dan mengabari bahwa Saya akan pulang lebih dari jam 10. Saya memberikan alasan bahwa Saya dipanggil ke Rumah Sakit, ada kasus unik yang harus saya pelajari. Mama memang tidak pernah melarang jika alasannya untuk belajar.

'Maafin gue Yaa Allah, mesti bohong ke mama. Ini terpaksa Yaa Allah.. Demi mencegah sesuatu yang buruk terjadi.'

Oke. Sekarang mama aman, tinggal Diqie dan Yuan. Jika mendengar suara decitan ban tadi, sepertinya Yuan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Jangan sampai mereka lebih dulu tiba disana sebelum kami.

Saya berkata kepada Arqie untuk memecah mereka berdua. Saya meminta Arqie untuk mengajak Diqie pulang, sementara Saya akan mengajak Yuan untuk pulang.

Arqie menggeleng. Dia menolak rencana Saya.
"Satu-satunya yang bisa membujuk Diqie dikala marah adalah ibunya. Jika ibunya tidak ada, maka mungkin seorang wanita bisa menggantikan sosok ibunya. Jika saya yang membujuknya, itu sama saja dengan menyiram api dengan bensin. Mengingat betapa dia peduli kepada kamu, maka hanya kamu yang bisa menenangkan Diqie. Biar Yuan Saya yang handle."

Saya menelan ludah mendengar instruksi Arqie. Jujur saja, setelah kejadian malam ini, saya sangat malas untuk berhubungan dengan Diqie. Saya masih menyimpan amarah untuknya. Jika saya harus membujuknya, itu sama saja dengan melupakan kemarahan Saya. Diqie akan semakin berpikir bahwa Saya wanita yang mudah untuk dipermainkan.

"Shana? Gimana? Kamu bisa?" Tanya Arqie memecah lamunan saya.

Tidak ada jalan lain. Jalan ini harus ditempuh demi menghindari kemungkinan yang lebih buruk.

Saya mengangguk menatap Arqie. Dia ikut mengangguk dan berkata
"Great! To be honest, Sebenarnya saya juga tidak suka melihat kamu berduaan dengan Diqie. Tapi Saya tidak punya pilihan lain. Demi kemaslahatan bersama Saya harus mengabaikan rasa cemburu Saya. Mohon bantuan kamu ya. Saya titipkan nasib teman saya di tangan kamu."

Saya tersenyum miris mendengar kata-kata Arqie. Sempat-sempatnya dia bicara seperti itu disaat genting begini.

Kami mempercepat langkah. Arqie melihat Saya kesusahan mengenakan higheels sambil berlari, dia mengulurkan tangan kepada saya untuk membantu saya berlari dengan bertopang pada tubuhnya. Saya tersenyum. Dia benar-benar seorang gentleman. Saya belum pernah bertemu laki-laki dengan sikap 'semanis' Arqie.

Untuk sesaat saya terpesona dengan kebaikan Arqie hingga saya melihat 2 orang laki-laki dari kejauhan berjalan dengan penuh amarah. Jarak kami dari pintu masuk restoran tersebut sama.

Nyaris saja Yuan membuka pintu restoran tersebut dan hendak masuk. Arqie langsung menarik bahu Yuan,
"Suh... Sabar.. No need to do that."

Yuan menyingkirkan lengan Arqie dari bahunya,
"Lo tunggu aja disini. Lo ga tau apa-apa."

"Gue tau suh. Shana udah cerita semua ke gue. Memang Nata keterlaluan, tapi bukan berarti karier kita juga harus hancur gara-gara si brengsek itu." ucap Arqie lagi.

Diqie terlihat sudah tidak sabar dan hendak menerobos masuk
"Halah! Persetan sm karier! Gue taunya makhluk itu selesai malam ini"

Saya langsung merentangkan kedua tangan dan menghalangi pintu masuk dengan badan saya. Diqie mundur dan menatap saya bingung,
"Shana, Minggir.." ujar Diqie pelan dan tegas

Saya menggeleng.

Kali ini Yuan yang berkata,
"Minggir dek. Ini urusan laki-laki."

Saya melotot dan menatap garang Yuan.
"Bukan bang. Ini urusan saya! Bukan urusan abang! Yang dihina Nata adalah saya, maka saya lah yang paling berhak marah pada Nata disini. Jika abang mau masuk maka singkirkan saya dulu dari pintu ini!" ucap saya tegas.

ShanarqieOnde as histórias ganham vida. Descobre agora