Past

3.5K 160 0
                                    

"Mau saya temani ngopi sambil menenangkan diri sebelum pulang ke rumah? Masih ada waktu sebelum jam malam kamu?" Tawar Arqie sambil terus berjalan bersisian mengikuti langkah saya.

Saya berpikir sejenak,
"Boleh."

Arqie mengangguk. Kami lalu berjalan menuju coffe shop waralaba terkenal yang masih berada dalam lingkungan mall tersebut.

Setelah memesan cafe mocha dan caramel machiato berukuran venti, kami duduk di sebelah jendela, berhadapan sambil menikmati kopi yang kami pesan.

"Are you okay?" Tanya Arqie membuka pembicaraan.

Saya mengangguk,
"Never better!" ucap saya tersenyum. Arqie membuat keadaan malam ini jauh lebih baik dari yang pernah terjadi sebelumnya. Dia menghukum Nata tanpa perlu menyakiti nya. SWAG!

Arqie mengangkat alisnya,
"Kalo gitu kenapa makan malam nya tidak dihabiskan lebih dulu baru kemudian pulang?"

Saya menyeruput minum yang ada di tangan saya,
"Maunya juga gitu.." ujar saya ragu

"Terus? Kenapa ga diselesain dulu makan malamnya?" Tanya Arqie lagi.

Saya menarik nafas panjang,
"Karena.."

"Karena saya?" Ucapnya melanjutkan kalimat saya.

Saya meletakkan minum di atas meja lalu menatapnya dan memberikan anggukan kecil.

"Kenapa? Kamu takut saya 'bablas' tidak bisa mengontrol emosi lagi jika Nata kembali memojokkan kamu, begitu?" Tanyanya.

Saya mengangguk lagi.

Arqie lantas tertawa kecil. Dia ikut meletakkan minumnya di atas meja.
"Shana.. shana... Kamu ini sempat-sempatnya mikirin orang lain. Saya ga habis pikir, Hati kamu itu terbuat dari apa sih? Dibilang lunak, tapi kamu bisa menghadapi semua kata-kata kasar Nata dengan tenang, tanpa marah atau meneteskan air mata sedikitpun. Dibilang keras, tapi kamu peduli dengan orang lain lebih dari kamu peduli dengan diri kamu sendiri. Kamu bahkan tidak menaruh dendam dengan kami para perwira akpol. Tidak juga kamu melabeli kami semua dengan 'polisi brengsek'. Kamu masih meladeni saya, yuan, diqie, dan lain-lain dengan sikap yang hangat. Kalo saya jadi kamu yang menerima sikap kasar Nata selama bertahun-tahun, saya pasti akan trauma untuk 'dekat' dengan polisi, jangan-jangan malah saya bunuh tiap polisi yang saya temui di jalan." Arqie tertawa dengan ucapannya sendiri,  "Tapi kamu bahkan memaafkan kami, para polisi. Saya belajar banyak dari kamu malam ini, tentang penerimaan dan pengendalian diri." Lanjut Arqie lagi.

Saya tersenyum memandang wajah Arqie,
"Bukanah pengendalian diri kamu jauh lebih keren? Kamu bahkan bisa tahan untuk tidak meninju wajah Nata, padahal jarak sudah sedekat itu. Kamu menakjubkan!" ucap saya tulus.

Arqie tertawa lagi,
"Saya memang bukan 'penyerang' yang baik. Saya lebih suka bertahan daripada menyerang. That's why, i will never be a striker. Hahahaha.. Anyway, apakah Nata yang membuat kamu tidak 'mau' punya pacar hingga saat ini?" Tanya nya menyelidik.

Saya menelan ludah mendengar pertanyaannya yang sedikit memasuki wilayah privasi saya. Hanya 3 orang yang tahu tentang hal ini Diqie, Tante Dinda, dan Yuan. Haruskah malam ini bertambah 1 orang lagi?

Melihat saya yang tidak memberikan respon apa-apa. Arqie kembali berkata,
"Kamu tidak perlu menjawab. Melihat reaksi kamu saja saya sudah paham. Apalagi melihat tingkah Nata disana tadi, sangat cukup membuat saya mengerti apa yang terjadi di antara kamu dan Nata. Wajar jika kamu merasa trauma untuk 'dekat' dengan laki-laki. Hanya saja saya penasaran bagaimana kamu bisa terjebak selama bertahun-tahun dengan kelakuan Nata seperti itu tadi."

Saya menghela nafas panjang. Tidak heran jika Arqie pintar membaca situasi. IQ nya diatas 140 tentu membuatnya mudah untuk memahami sesuatu. Lagipula saya pikir dia juga berhak tau dengan apa yang terjadi disekitarnya mengingat dia sudah membela saya malam ini. Jangan sampai Arqie merasa menyesal telah membela saya. Dan yang lebih penting, jangan sampai Nata keduluan menyampaikan cerita yang tidak-tidak kepada Arqie.

ShanarqieWhere stories live. Discover now