39 - PAST

25.9K 4.3K 848
                                    


Menulis cerita fiksi adalah menciptakan dunia imajinasi milikmu sendiri

This is my world, so this is my rule


-------------------------------------------------------

Sumpah aku kesal sekali pada Pangeran Anusapati tapi karena aku juga ikut menjadi terdakwa seperti dirinya jadi aku tak bisa membela diri. Maksud hati ingin mengetahui hubungan antara Pangeran Anusapati dan Kanjeng Padestari, namun malah aku yang ditanyai mengenai hubunganku dengan Randen Panji Kenengkung. Ini nih yang disebut menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri.

Keadaan bertambah kacau manakala aku malah nampak membela orang yang seharusnya aku hindari mati - matian agar tidak disebut pelakor. Tetapi tahu sendiri jika melupakan nyatanya jauh ... jauh... jauh lebih sulit dari jatuh cinta itu sendiri. Lagipula walaupun Raden Panji Kenengkung berniat mengkhianati istrinya tapi entah mengapa aku yakin dia tidak ada rencana mengkhianati Pangeran Anusapati. Namun masa depan tidak ada yang tahu? Perasaan tidak ada nama Panji yang disebut - sebut dalam tragedi estafet pembunuhan di Singasari.

Berjalan keluar dari pendopo Pangeran Anusapati sambil mengumpatnya di dalam hati. Bayangkan setelah menyampaikan tuduhan yang tidak - tidak padaku, dia langsung meningalkan ruangan dan tentu menyuruhku membereskan kekacauan karena ulahnya tadi. Majikanmah bebas...

Membersihkan pecahan mangkok dan ramuan yang terciprat ke mana - mana. Tidak mungkin juga Pangeran Anusapati yang membersihkannya. Walau memang itu tugasku sebagai pelayan dan sebenarnya aku juga sih yang mencari masalah. Ibaratnya, aku menyodok mata macan yang sedang tidur. Sudah jelas siapa yang bodoh di sinikan?

Mengerucutkan bibirku kesal saat memasuki pendopo para pelayan. Ini hanya perasaanku saja atau memang semua orang melihatku dengan cara berbeda. Apalagi para pelayan hampir semua sudah kembali ke pendopo karena hari sudah malam.

Mataku memindai pakaian yang aku kenakan, siapa tahu ada yang tidak beres karena insiden dengan Pangeran Anusapati tadi. Tetapi tidak ada yang aneh, pakaianku masih rapi atau ada ramuan obat yang terciprat ke wajahku? Entahlah... Berusaha terus berjalan ke dalam lalu membuang pecahan mangkok dan ramuan ke tempat sampah.

Berbalik badan dan dahiku makin berkerut heran karena Sawitri nampak menghampiriku sambil terisak. Parahnya sekarang teman - temanku alias para pelayan menampilkan mimik wajah prihatin. Tidak butuh otak sehebat Albert Einstein untuk bisa memprediksi datangnya kabar buruk sebentar lagi.

Hadeeeh... ada apa sebenarnya???

Masalah...

Masalah...

Masalah...

Sepertinya kehidupanku kini penuh dengan satu kata itu!!!

Mendesah putus asa "Ada apa Sawitri?"

Menghapus air mata yang mengalir di pipinya "Kau diminta... hik... hik... ke istana kediaman Ratu sekarang!"

Menghela napas lega "Aku pikir ada apa? Aku kira ada bencana nasional yang terjadi. Ternyata? Ck, tak usah berlebihan, aku tidak akan kenapa - kenapa. Akukan tidak melakukan kesalahan seperti dahulu kala, Sawitri!" ucapku tegas bermaksud menenangkannya.

Meringis dan menutup mulutnya untuk menahan isak tangis yang keluar dan mencoba tetap berbicara, "Sekarang bukan saatnya bicara yang aneh Re___ Rengganis... Kau itu... hik... hik... Bagaimana ini?"

SINGASARI, I'm Coming! (END)Where stories live. Discover now