16 - PAST

29.6K 4.5K 76
                                    

Aku kagum pada mereka berdua, aku kira segala aktivitasku akan dimulai agak siang mengingat tuan - tuanku itu sedang mabuk berat tadi malam. Tapi lihat, mereka tampak baik - baik saja dan dengan santainya makan pagi seperti biasa. Mungkin tubuh mereka memiliki toleransi cukup tinggi terhadap alkohol atau kadar alkohol pada tuak tidak sebesar miras zaman modern. Entahlah, aku tidak begitu paham karena selama ini aku lebih peduli pada kadar emas daripada kadar alkohol.

"Kenapa tanganmu membiru Rengganis ?" Tanya Raden Sadawira disela kunyahannya. Perkataan yang juga membuat Sawitri bahkan Nyi Ratri yang berada di seberang menatap sekilas tanganku

Berusaha menutupi pergelangan tangan kiriku yang mulai telihat memar. Kulitku memang sensitif, walau kulitku tidak seputih Mama tetapi entah berkah atau kutukan, kulitku akan mudah memerah atau memar walau hanya tertekan sedikit. Paling tidak berkahnya adalah aku akan mudah jika ingin melakukan visum saat mengalami KDRT. Tapi ... amit - amitlah... jangan sampai itu terjadi padaku ... Amin

"Tidak apa - apa Raden, hamba hanya terbentur sesutu yang keras kemarin. Terima kasih mengkhawatirkan hamba Raden" Jawabku berbohong, yaa kali harus menjelaskan peristiwa konyol semalam

"Tidak baik wanita mempunyai bekas luka. Jaga dirimu baik - baik"

"Baik Raden, ha__" Ucapanku sambil menunduk memberi hormat, namun terhenti saat Pangeran Anusapati menghentakkan gelasnya agak keras ke meja.

Melirik sekilas sebelum menyantap makanannya lagi, Raden Sadawira berkata "Apa perasaan Pangeran belum membaik juga ? Berusahalah menerima takdir dari para Dewa. Air di langit saja pada waktunya akan jatuh juga ke bumi." Meneguk air dalam gelas lalu melanjutkan "Kendalikan dirimu, Pangeran dan jangan melampiaskan kemarahanmu pada orang yang tidak bersalah."

"Maksudmu ?"

"Pangeran jelas tahu maksudku" Jawab Raden Sadawira kalem

Mendengus sesaat mendengar jawaban Raden Sadawira, namun sepertinya dia tidak mau memperpanjang pembicaraan. Pangeran kemudian menghentikan makannya saat derap langkah terdengar memasuki pendopo, matanya terus menatap pintu penghubung ruang tengah pendopo.

"Maaf Pangeran, hamba datang terlambat" Suara seorang pria gagah berdiri lalu membungkuk memberi hormat. Aku sepertinya pernah melihat dia tapi entah di mana

"Tidak apa - apa Mahisa Randi" Kata Pangeran Anusapati memberi pemahaman bagiku. Benar ternyata, dia orang yang aku lihat di pertandingan panahan tempo hari. Pria yang dielu - elukan oleh beberapa orang termasuk ...

Tersenyum sesaat memandang Sawitri yang mendadak tidak setenang biasanya. Melihat kepalanya yang semakin lama semakin menunduk dalam. Kegelisahaan tampak dari kedua tangannya yang saling meremas. Menggemaskan sekali melihat kelakuannya itu.

"Eheem ... kenapa kau senyum - senyum sendiri begitu, Rengganis ?" Pertanyaan Raden Sadawira membuat senyumku surut seketika. Menyeringai menatapku "Oh aku ingat. Mahisa Randi, kau punya penggemar baru di sini."

Mulutku sampai menganga mendengar ucapan frontal Raden Sadawira, apalagi Sawitri yang seketika menengok ke arahku sambil menyipitkan matanya. Belum lagi tatapan Mahisa Randi yang juga mengarah kepadaku. Astaga apa - apaan ini ? Ingin rasanya aku memukul kepala Raden Sadawira dengan gada yang menjadi hiasan diding di sebelahku, mungkin dengan begitu kegilaannya bisa berkurang. "Raden ternyata bisa bergurau juga, namun sepertinya Raden salah paham. Mana berani hamba menyukai pengawal istana. Hamba masih sayang nyawa hamba, Raden "

"Benar sekali, aku kira kau sebagai pelayan baru tidak tahu bahwa semua pelayan wanita di istana adalah milik Raja. Jadi siapapun pelayannya, dia tidak akan bisa menikah sekehendak hatinya kecuali dengan Raja atau kebijakan lain atas perintah Raja. Maka lebih aman jika pelayan wanita itu jangan pernah jatuh cinta pada siapapun. "

SINGASARI, I'm Coming! (END)Where stories live. Discover now