33 - PAST

26.1K 4.4K 646
                                    

Kali ini pendek aja yaa

Kayaknya bisa selesai dibaca dalam
SATU kali tarikan napas...
yang ngambil napas Naga tapinya
👉 🐉 👈

------------------------------------------

Menghembuskan napas pelan Raden Panji Kenengkung menatapku lalu berkata, "Aku sudah bilang, tidak perlu ikut menjaganya semalaman, biar aku saja. Mungkin sekarang kau kelelahan Sawitri. Lebih baik bersihkan dirimu di sungai setelah itu kau dan Wasa bisa berangkat ke istana!"

---------------------------------------------

"Hamba akan mempersiapkan kudanya, Raden," ucap Wasa lalu membungkuk memberi hormat sebelum berbalik badan untuk keluar dari gua.

"Cukup, tak perlu menangis lebih banyak lagi Sawitri. Aku tahu kau sedih harus berpisah dengan temanmu untuk kedua kalinya dengan cara yang tidak biasa, tetapi hidup harus tetap berjalan!" ucap Raden Panji Kenengkung bijaksana.

"Ma__maaf Raden," balas Sawitri dengan suara terbata.

"Aku berjanji padamu, aku akan berusaha membuat Rengganis untuk bisa sadar lagi. Tak peduli aku harus pergi kemana atau menunggu hingga bertahun - tahun sekalipun, kecuali para Dewa menghendaki lain maka aku tidak akan pernah menyerah, Sawitri."

Menghapus air mata yang membasahi pipi "Baik Raden, terima kasih dan hamba pamit undur diri." Menunduk memberi hormat lalu berbalik badan dan berjalan pelan. Namun baru beberapa langkah terdengar suara rintihan pelan.

"Hm... hmm..."

Berbalik badan secepat - cepatnya, lalu mengerjabkan mata guna memastikan kali ini apa yang dilihatnnya benar. Iya... yang tadi bukan khayalan apalagi mimpi, itu benar - benar nyata. Doa tulus tidak akan pernah sia - sia.

"Rengganis... kau dengar aku, hm?" tanya Raden Panji Kenengkung pelan walau dengan ekspresi campuran kaget dan lega sekaligus.

Sungguh rasanya badanku bukan milikku dan ingatanku juga seakan berputar tak jelas. Samar aku mendengar suara isak tangis pelan, namun saat ingin membuka mata, akupun tak bisa. Sebenarnya apa yang terjadi? Aku juga mendengar perempuan itu juga berkata disela isak tangisnya. Apa Mama yang menangisiku?

Berusaha membuka mata yang entah kenapa rasanya bagai memakai bulu mata berlapis lima, saking beratnya untuk membuka kelopak mata. Sepertinya kesadaranku hilang timbul. Tadi aku berusaha memanggil Mama, agar dia tahu aku sudah sadar, tetapi tiba - tiba gelap dan aku hilang kesadaran lagi.

Syukurlah kini kelopak mataku tak seberat tadi, mengerjabkan mata berkali - kali walaupun pelan guna memindai keadaan. Aduuuuh... semakin aku bisa mengontrol tubuhku maka semakin remuk rasanya sehingga yang tertinggal hanya rasa lemas.

Ingin sekali aku kembali tidur, karena selain rasa sakit di badanku yang aku rasakan saat membuka mata, tetapi juga rasa putus asa, karena aku sialnya masih terjebak di masa lalu. Lihat saja yang ada di hadapanku kini, bukan Mama tapi Raden Panji Kenengkung. Makin pusing kepalaku rasanya saat harus menerima kenyataan pahit ini. Ngomong - ngomong mulutku juga rasanya pahit dan kering sekali.

Berderap mendekatiku lalu ikut bersimpuh "Terima kasih Dewata, syukurlah kau benar - benar bangun, Rengganis. Aku kira tadi aku berkhayal. Bagaimana perasaanmu? Mana yang sakit? Apa kau ingin minum?" tanya Sawitri bertubi - tubi terdengar antusias berbeda 180 derajat dengan diriku yang malah merasa putus asa.

SINGASARI, I'm Coming! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang