3 - PAST

47.3K 6.4K 413
                                    

Mataku mengerjab lebih cepat seirama dengan napasku yang entah mengapa tiba - tiba sesak, padahal aku yakin tidak punya riwayat penyakit asma. Otakku terus merangkai teori yang masuk akal guna mencerna kejadian yang kualami. Jawaban paling masuk akal adalah aku sedang bermimpi dan pastinya ini sejenis mimpi buruk.

Tetapi mengapa sakit yang kurasakan di kepala rasanya semakin perih, bukannya kita tidak akan merasakan sakit jika sedang bermimpi ? Sepertinya aku harus mencubit diriku sendiri, tapi akupun tak berani bergerak karena mata tombak runcing yang terlihat asli dan tajam itu masih berada tepat di depan wajahku.

Mungkinkah ada syuting film kolosal di Museum Gajah ? Mengarahkan pandangan pada ketiga orang yang mengacungkan tombak padaku. Sepertinya mereka artis figuran, terlihat dari pakaian yang mereka kenakan mirip pakaian prajurit zaman kerajaan. Mereka bertelanjang dada dan hanya memakai celana selutut dan dililit sejenis kain batik, selain itu mereka memakai ikat kepala dari motif kain batik yang sama.

Menghembuskan napas lega, mungkin aku memang salah jalan dan malah masuk ke area untuk syuting film. Tersenyum canggung pada mereka, namun sebaliknya mereka tetap menampilkan wajah datar mengerikan.

Rasanya ingin mengumpat, karena kebodohan mereka, bagaimana mungkin mereka berpikir aku adalah bagian dari lakon film ini. Jelas - jelas pakaian kami berbeda model. Mana ada wanita zaman dahulu yang memakai blazer dan celana panj ... monologku dalam hati terhenti dan napasku tercekat lagi manakala memindai pakaian yang kukenakan. Kemana blazerku ? Kenapa celana panjangku berubah menjadi kain batik juga ?

Putus asa, aku benar - benar butuh pertolongan, lalu aku melirik ke kanan dan kiri mencari gawaiku, namun seperti yang aku takutkan terbukti karena jangankan gawai tetapi semua barang - barang dan pakaianku beberapa saat lalu lenyap seketika, berganti dengan bentuk lain.

Apakah aku telah dikutuk oleh ibuku seperti Malin kundang ?

Atau karena namaku MALINda Rengganis Puteri, jadi nasib kamipun sama ?

Derap langkah kuda membuatku dan para prajurit mengarahkan pandangan pada sosok itu. Berjarak sekitar lima meter dari kami, sehingga aku tidak begitu jelas melihat wajah pria yang berada di atas kudanya, apalagi mataku mendadak buram penuh dengan air mata.

"Apa yang kalian lakukan ? Cepat bawa dia dan masukan ke kereta seperti yang lain. Kita tidak punya banyak waktu" Teriak pria berkuda itu.

Seketika badanku diangkat paksa dan agak diseret untuk mempercepat langkahku yang lunglai. Rasanya badanku sudah berubah bagai agar - agar, kekuatanku entah hilang kemana sedang air mataku terus membasahi pipiku. Menit demi menit berlalu membawa kesadaran bahwa ini terlalu nyata untuk dibilang mimpi.

Badanku didorong paksa masuk kereta kayu. Jangan bayangkan kereta Cinderella, mungkin ini semacam gerobak pembawa rumput yang hanya aku lihat di buku - buku sekolah. Hanya ukurannya lebih besar dan tentu tak beratap. Semoga saja tidak turun hujan karena aku hanya mengenakan kemben yang pastinya membuat rasa dingin akan terasa berkali - kali lipat.

Tetapi aku sedikit bersyukur karena aku perempuan, coba jika aku laki - laki maka aku harus berjalan kaki dengan tangan terikat seperti mereka yang berada tak jauh dari kereta. Entah berapa kilometer mereka harus berjalan, membayangkannya saja sudah membuatku merinding.

Hentakan kereta kuda yang mulai melaju membuat lamunanku buyar. Beberapa prajurit yang sepertinya memiliki pangkat lebih tinggi mengedarai kuda dan berada di samping kereta sambil mengawasi kami semua. Kadang salah satu dari mereka, mungkin pimpinannya berteriak memberi perintah agar berjalan lebih cepat.

SINGASARI, I'm Coming! (END)Where stories live. Discover now