9 - PAST

33.2K 5.3K 145
                                    

Nasib baik masih berpihak padaku sampai kini, karena sepertinya Raden Panji tidak mengungkit tragedi yang telah terjadi. Namun memang dia seperti mengamati setiap pergerakanku jika kebetulan sedang berada di dekat Pangeran Anusapati.

Terserahlah, toh aku tidak akan melakukan kejahatan, paling hanya kesalahan yang tidak disengaja seperti biasa. Jikapun Pangeran Anusapati mati itu jelas bukan olehku, kecuali sejarah telah berubah atau sejarah yang ada tidak benar.

Ada yang bilang jika sejarah itu ditulis oleh si pemenang, jadi pasti subjektif. Bagiku entah masa depan ataupun masa lalu semua itu misteri. Hanya Tuhan dan pelaku kejadian yang tahu benar apa yang terjadi sebenarnya.

Sejarah akan selalu membuat aku pusing, tetapi kini ada juga masalah lain yang tidak dapat aku abaikan begitu saja. Masalah itu bernama Pangeran Anusapati yang entah mengapa bersikap lebih menyebalkan dari hari ke hari. Dia nampaknya tengah mengerjaiku dengan memberi perintah ini dan itu. Perintah satu belum beres saja, dia sudah memerintahkan hal yang lain. Anehnya saat Sawitri ingin membantu malah dilarangnya.

Seperti saat ini dia memerintahkanku membuat wedang jahe, tidak susah dan tentu bukan aku yang memasak tapi pelayan semacam juru masak di pendopo yang bertanggung jawab soal kudapan di kediaman Gusti Pangeran. Namun memang makanan utama tetap tanggung jawab dapur istana. Seharusnya segalanya baik - baik sajakan karena aku hanya bertugas membawa saja, ternyata kenyataannya tidak semudah itu kawan.

Bayangkan, kelima kalinya membawa nampan berisi segelas wedang jahe sudah membuatku dongkol tak terkira. Usaha pertama gagal karena dia tidak mau meminumnya dengan alasan sudah dingin, tentu saja mendingin karena jarak dari pendopo pelayan dengan pendopo kediaman pangeran jaraknya lumanyan jauh.

Kedua kalinya juga gagal karena katanya terlalu pedas, lah jahe memang pedas jika ingin manis kenapa tidak minta air gula saja. ketiga kalinya ditolak juga karena terlalu pekat warnanya. Keempat ditolak lagi karena katanya terlalu pahit. Ingin rasanya melempar dia dengan minuman itu, namun mungkin aku juga akan dia lempar ke penjara.

Bertumpu pada lutut lalu menaruh gelas dari tanah liat dengan ukiran rumit di hadapannya sambil mencoba tersenyum "Ini wedang jahe-nya Gusti Pangeran. Mungkin yang kelima kalinya sudah sesuai dengan apa yang Gusti inginkan." Menekankan pada kata kelima kalinya, bahkan aku menggigit lidah agar tidak mengumpat.

Memandangku sekilas lalu meminum hanya seteguk dan menaruh gelasnya kembali di atas meja. Menghela napasku pelan sambil menundukkan wajah ke bawah. Bersiap kembali membawakan wedang jahe yang baru lagi, entah apa lagi kini alasannya.

Mungkin aku harus menyeret Nyi Knasih dan menyuruhnya memasak langsung di depan pangeran, tetapi tadi Nyi Knasih saja tampak bingung saat aku berulang kali kembali meminta dimasakan yang baru.

Badanku tesentak pelan kala sebuah telapak tangan menyentuh dahiku. Otomatis kepalaku bergerak menjauh hingga tanggan itu kini hanya menggapai udara.

Untuk kedua kalinya aku bertatapan dengan mata dingin itu "Apa kau sakit Rengganis ? Kulit wajahmu tampak pucat " Tanyanya masih dengan raut muka datar berbeda sekali dengan warna iris matanya yang menenangkan. Jujur aku iri pada mereka yang memiliki warna mata kecoklatan.

Jelas sekali mukaku pucat, Bayangkan saja aku harus berjalan kesana kemari di bawah sinar matahari yang rasanya hanya beberapa meter di atas kepalaku. Apalagi aku memang mudah pusing saat harus berpanas - panasan. Namun tidak mungkin juga aku sampaikan keluhanku langsung padanya. Sialnya aku lupa bertanya pada Sawitri apakah pelayan dapat gaji, jika tidak berarti ... Ankjfggsrhjjbfcbkmm

Menggelengkan kepala guna menghalau pikiran buruk itu, lalu segera berdiri "Tidak Gusti, hamba baik - baik saja. Hamba akan ambilkan wedang jahe yang baru." Tanganku terulur untuk mengambil gelas dari atas meja tapi tanganku dicekal olehnya.

SINGASARI, I'm Coming! (END)Where stories live. Discover now