41 - PAST

25.8K 4.9K 798
                                    

Chapter ini isinya 4.100 kata lebih
Tapi kayaknya bisa habis dibaca dalam 4,1 menit
(Ini nih yang bikin 'nulis' rasanya jadi jleeeeeeeeb banget
Coba aja kalau 1 vote bisa dituker minimal sama 1 butir kuaci... Sayangnya tidak mungkin)
🤦

=============================

Duduk termenung memandang kain - kain yang berkibar karena tertiup angin malam. Akhirnya aku mencoba hampir semua pekerjaan di istana Ratu dan sekarang di sinilah aku berada yaitu di bagian belakang istana. Tugasku kini adalah sebagai pelayan cuci, luar biasa bukan?

Dalam kesulitan pasti ada kemudahan, mungkin itu juga yang sedang aku rasakan kini. Mencuci adalah pekerjaan yang tidak menyenangkan apalagi tak ada mesin cuci yang dengan senang hati membantumu. Tetapi anehnya aku lebih nyaman berada di sini karena rasanya semua orang menerimaku.

Memandang tanganku yang agak berkerut karena terlalu sering beraktivitas di dalam air dan tentu tambahan berupa efek pegal - pegal di badan. Salah satu pesan moral yang aku peroleh setelah mengembara di dunia versi masa lalu ini adalah dimanjakan itu bisa membunuhmu dalam arti konotasi. Maksudku terbiasa mendapat bantuan dari ART dalam sebagian besar hal kadang membuat kita menjadi manusia yang minim keterampilan hidup.

Rasa lelah begitu terasa padahal dulu aku tak pernah melihat Bi Mumun alias ART-ku menampakkan kelelahannya sama sekali. Hmm... atau aku saja yang tidak peka. Walau memang sudah kodratnya bahwa manusia akan sibuk dengan masalahnya sendiri dibandingkan peduli akan masalah orang lain. Kepedulian kadang malah lebih sering ditunjukkan dalam rangka menghakimi atau menyindir seseorang yang masalahnya muncul ke permukaan.

Ngomong - ngomong di sini pekerjaanku cukup menguras tenaga pastinya. Itu semua sisi negatifnya tetapi sisi positifnya adalah aku tidak dimusuhi di tempat ini. Bagaimana bisa? Tentu bisa karena teman - temanku di istana belakang dan lebih cocok aku sebut emak - emak yang mulai keriput dengan usia sebentar lagi mendekati mbah - mbah secara harfiah biasanya lebih bijak dan tidak tertarik dengan persaingan di dunia fana.

Dibanding memusuhiku mereka malah mengasihaniku dan kadang membantuku. Berada di sini mungkin juga lebih baik karena kakiku bisa lumpuh karena terus - menerus dipukul rotan sebab selalu melakukan kesalahan sebagai pelayan di istana tengah. Paling tidak dua hari ini aku tidak mendapat hukuman, walau sama saja tidak enak rasanya saat menahan perih sebab lukaku yang belum sembuh ini terkena air.

Apakah aku tidak pernah berpikir untuk melarikan diri dari istana ini? Jawabannya tentu sering... sering sekali... terlalu sering malah, terutama saat awal aku menjadi pelayan. Tetapi itu hanya sebatas angan - angan semata. Bukannya aku tak mau berusaha atau bodoh. Sebaliknya jika aku melarikan diri artinya aku yang bodoh... tolol... moron... debil... imbesil.

Sesuai kata Sawitri, melarikan diri dari istana amat sangat sulit. Seperti yang sering aku katakan bahwa walaupun Kerajaan Singasari bukan kerajaan besar macam Kerajaan Majapahit atau Kerajaan Sriwijaya yang memiliki pasukan hebat, tetapi yang namanya istana pasti dijaga ketat. Setiap pintu dijaga 24 jam dan ada prajurit yang berpatroli keliling istana juga. Dengan kemampuan bela diri judo level abal - abal mana mungkin aku bisa kabur. Beda cerita jika aku ini anggota senior merpati putih, aku pasti bisa lebih percaya diri.

Dari cerita Sawitri yang kudengar bahwa tidak sedikit pelayan yang berniat kabur dan bahkan memang bisa kabur. Namun, tidak lama mereka pasti akan tertangkap. Bayangkan, mau bersembunyi di mana atau berjalan berapa puluh hari agar bisa keluar dari Tumapel? Mengingat tak ada kendaraan apapun yang bisa kau tumpangi. Tidak mungkin juga mencuri kuda dulu. Parahnya siapa yang akan menolong seorang buronan kerajaan? Bisa - bisa si penolong malah ikut dihukum.

SINGASARI, I'm Coming! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang