60 - PAST

26.2K 4K 1.7K
                                    

-----------------------------------------------

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

-----------------------------------------------

"Sampai kapan kau akan mendiamkanku, Rengganis?" tanyaku karena rasanya sungguh tidak nyaman. Hampir seminggu ini dia tak hanya menghindariku tapi nyaris tidak bicara padaku.

Gerakan tangannya yang sedang menalikan tali pengikat pada jubah perangku terhenti sesaat "Bukannya Raden yang tidak ingin bicara pada hamba lagi?"

Hari ini aku akan pergi berperang untuk kesekian kalinya. Pergantian Raja Singasari tentu membuat para pemberontak mulai kebakaran jenggot. Merekapun mulai melancarkan serangan untuk merebut wilayah taklukan Kerajaan Singasari.

Apalagi, kematian mendadak Ken Arok menimbulkan kabar yang tidak-tidak. Kesimpulannya, bukan hanya keadaan di dalam lingkungan istana saja yang tidak tenang tetapi juga keadaan di luar istana. Oh, khusus bagiku keadaan di otakku turut kacau juga tapi ini murni karena masalah pribadi.

Menarik tangan Rengganis karena dia ada di belakang badanku lalu mendudukannya di ranjangku. Kebetulan aku dan dia sedang berada di kamar pribadiku. Dia memang aku suruh membantuku memakaikan baju perangku. Walaupun, niatku juga guna menyelesaikan masalahku dengan dirinya.

Sungguh aku tidak tahan melihatnya marah padaku, padahal seharusnya aku yang marah padanya. Jujur, entah sejak kapan aku menjadi laki-laki yang cemburuan hanya karena seorang perempuan. Makin kesini perempuan bernama Rengganis ini rasanya berhasil menjungkir-balikkan perasaanku.

Menahan dirinya yang ingin bangkit berdiri kemudian melipat lututku di lantai untuk mensejajarkan tinggiku dengan dirinya "Kita butuh bicara, Renganis!" ucapku putus asa sebenarnya.

"_____" tak ada kata yang keluar dari mulut Rengganis hanya saja tiba-tiba air matanya menetes.

Menyeka air matanya dengan jariku "Tolong jangan menangis. Aku bersalah... semua salahku... kau boleh berteriak, marah ataupun memukulku tapi aku mohon jangan menangis hanya karena aku, hm."

"Ra__raden... hiks... hiks..."

Merengkuhnya dalam pelukanku sambil berbisik "Maaf... maafkan aku..." Mataku memejam sambil mencoba menyimpan aroma rambut Rengganis yang amat aku sukai. Mungkin aku akan merindukan aroma ini saat harus bertarung dan tak tahu kapan bisa kembali lagi. "Kau tahu tidak, jika aku amat sangat menyukai wangi rambutmu. Kau apakan rambutmu? Setahuku di istana, para pelayan tidak bisa mendapatkan alat kecantikan."

"Hiks... hiks... apa Raden pikir hamba bermaksud menggoda laki-laki sehingga memakai air mawar di rambut hamba? Hiks... hiks... Kenapa Raden selalu berpikiran buruk pada hamba? Asal tahu saja, air mawar ini hamba buat sendiri karena rambut hamba panjang dan hamba tidak akan bisa tidur jika mencium bau rambut hamba yang tidak enak," jawabnya disela tangisnya.

"Benarkah?" tanyaku dan tanganku menarik tali pengikat sehingga rambutnya jatuh tergerai tentu membuat hidungku makin terbuai akan aroma wangi mawar.

SINGASARI, I'm Coming! (END)Where stories live. Discover now