5 - PAST

36.9K 5.7K 164
                                    

Menarik selimut ketika rasa dingin seakan menusuk- nusuk tulang. Masih dalam keadaan mata terpejam aku berusaha mencari dimana letak guling berada. Sambil menggeliat pelan, aneh tempat tidurku berubah keras layaknya kayu tanpa busa.

Tak terdengar suara gemericik air berarti di luar sana tidak hujan, tetapi kenapa rasanya dingin sekali. Pilihan terakhir mungkin menaikan suhu AC kalau perlu matikan saja. Berusaha membuka kelopak mata yang rasanya telah diberi lem perekat super sehingga lengket tak terkira.

"Cepat bangun, banyak yang harus kita kerjakan." Perkataan seorang wanita membuat dahiku mengkerut. Suara Mamakah ? Nggak mungkin Mama ada di apartemen, lagian suaranya juga berbeda.

"Rengganis ... Bangun ! kamu nanti bisa dapat masalah dari Nyi Ratri" Tarikan selimut kurasakan dan berhasil membuatku terduduk seketika dengan kedua mata mengerjap cepat

1 detik ...

10 detik ...

1 menit ...

Kalian pasti pernah merasa terbangun tiba - tiba namun lega di saat bersamaan karena ternyata yang kalian alami tadi hanya mimpi buruk yang mungkin muncul karena lupa membaca doa sebelum tidur atau akibat menonton film horror. Aku rasa hampir semua orang pernah merasakan sensasinya.

Namun kali ini bukan perasaan lega yang kurasakan, sebaliknya rasa getir, putus asa dan ngeri dalam waktu bersamaan karena ternyata semua yang kualami bukan mimpi. Bagaimana mungkin ini mimpi, jika sudah tidur lalu bangun lagi masih di tempat yang sama.

"Malah melamun.... ayo cepat !!! " Perintah Sawitri sambil berjalan ke arah pintu

Aku buru - buru melipat selimut yang kugunakan, lalu bergegas menyusul Sawitri yang terlihat sudah keluar dari bilik. Agak tehuyung karena nampaknya kakiku kesemutan. Di pendopo ternyata sudah ada beberapa orang yang memulai beraktivitas.

Rasa kantukku masih tak mau pergi rupanya, hingga beberapa kali menguap. Mencuci muka guna menghilangkan rasa kantuk, ternyata hari masih gelap bahkan samar - samar bulanpun masih terlihat atau itu malah penampakan planet Venus. Namun bukan saatnya membahas tentang benda - benda langit saat ini.

Jangan harap ada jam dinding apalagi jam tangan di sini. Sepertinya aku harus memutar otak sedikit karena ada kewajiban yang tidak bisa aku tinggalkan. Jika melakukan terang - teranganpun tak mungkin.

Menghembuskan napas pelan, aku mulai mencari keberadaan Sawitri. Dari penjelasannya semalam, tugas ku sama dengan Sawitri. Dibilang berat juga tidak sebenarnya, lebih tepat disebut asisten pelayan mungkin. Kami hanya akan melayani kebutuhan pangeran tentu didampingi dayang senior yang tak lain tak bukan yaitu Nyi Ratri.

Bicara soal pangeran yang akan aku layani, ternyata dia adalah Pangeran Anusapati. Aku sampai speechless saat Sawitri memberitahuku. Berada dekat dengan calon penerus tragedi berdarah bukan hal yang menyenangkan.

Tetapi siapa sih yang bisa menentang takdir ?

Merubah sejarah ?

Namun hati maupun otakku jelas menolaknya, karena bagaimana jika masa depan ikut kacau karena ulahku. Misalnya waktu Indonesia merdeka mundur. Membayangkannya saja membuat bergidik seketika. Aku percaya segalanya pasti ada konsekuensinya, jadi apapun yang akan terjadi terjadilah.

Mulailah perkerjaanku membersihkan kediaman pangeran yang tetap indah walaupun letaknya agak terpisah dari istana utama. Semua orang saja pasti sadar bahwa pangeran yang satu ini medapat perlakukuan yang berbeda dari saudara - saudaranya. Walau Sebagian besar orang - orang di istana tidak tahu alasan sebenarnya.

"Ayo, kita harus mengambil makanan di dapur istana " Ucapan Sawitri membuat gerakanku mengelap tembikar terhenti

Matahari sudah muncul cukup terang saat aku berjalan keluar dari pendopo. Melewati lapangan rumput yang kulihat semalam. Tidak ada yang istimewa di sana hanya ada beberapa pohon yang terlihat cukup rindang. Beberapa palang kayu yang sepertinya digunakan untuk berlatih kanuragan.

Terlalu banyak berpikir yang tidak - tidak membuat aku ternyata terpisah beberapa langkah dari Sawitri. Heran cepat sekali jalannya.

"Aarrggghhh ..." Teriakku sekaligus berjikat, mengangkat kain samping setinggi yang aku bisa karena memang terlilit ketat, kemudian memeluk Sawitri dari belakang lalu memutar tubuhnya sehingga menjadi tameng diriku, kemudian mengangkat kain samping lagi untuk berjaga - jaga, jika harus tiba - tiba berlari.

"Astaga ... apalagi Rengganis ??? " Ucapnya putus asa

"ULAAAAAAR .... iiihh ...." Jawabku histeris sambil menunjuk seekor ular berwarna kecoklatan yang ada di rerumputan

Jengah dengan sikapku, Sawitri mengambil ranting yang tergeletak di dekat situ lalu mengangkat ular dan membawanya ke arah pepohonan. Lalu kembali berjalan ke arahku.

Tak urung bibirku tersenyum memandangnya. Sepertinya dia jauh lebih muda dariku, namun sepertinya kelakuanku seratus kali lebih konyol darinya. Benar kata orang bahwa umur belum tentu menentukan tingkat kedewasaan seseorang.

"Sepertinya petugas pemeriksa calon dayang tidak tahu bagaimana sifat aslimu. Jika mereka tahu, aku yakin kau tidak akan dipekerjakan di istana" Katanya saat sudah berhadapan denganku "Untung tidak ada yang melihat. Seperti yang telah aku katakan, kita dilarang berbicara keras apalagi berteriak Rengganis. Itu berbahaya, kamu bisa mendapat hukuman. Bahkan tadi malam kau juga berteriak." Berdecak mengingat tingkahku

Semalam memang kelakuanku, lebih tepatnya teriakanku sepertinya membuatnya kaget. Walaupun jujur aku juga kaget saat melihat pantulan bayangan wajahku walau tak jelas.

Jangan bayangkan bahwa wajahku berubah, tidak sama sekali. Tapi hal yang membuatku terkejut adalah ukuran dahiku yang mendadak lebar karena rambut panjangku di cepol ke belakang. Berlebihan memang, karena jujur walau rambutku tidak pernah berponi tetapi tidak pernah aku mengunakan gaya rambut dengan menampakkan dahi selebar - lebarnya seperti saat ini.

Sawitri memindai wajahku sejenak "Mungkin karena wajahmu cantik dan kulitmupun tidak kusam jadi kau lolos seleksi. Tetapi aku peringatkan jaga kelakuanmu di sini "

"Iya ... iya ... maaf, sumpah tadi aku benar - benar takut dengan ular itu. Lagipula aku bukan 'Panji Sang Petualangan ' jadi aku tidak mungkin tertawa kesenangan saat bertemu dengan ular ? " Jawabku "Tapi Sawitri, Apa benar bahwa aku cantik ?" Kataku sambil tersenyum memandang wajah Sawitri yang anehnya malah melotot ke arahku.

"Kok malah melotot ... Aduh apa aku salah bicara lagi ?" memandang Sawitri yang terlihat makin panik dengan bola mata yang yang bergerak ke kanan dan ke kiri. Perasaanku seketika tidak enak. "Apa a__ada ular didekatku lagi Sa__Sawitri ... ?" Tanyaku agak tersendat

"Eheeeem ... Tidak ada ular" Bukan Sawitri yang menajwab pertanyaanku, karena tidak mungkin suaranya berubah parau dan dalam layaknya suara seorang pria. Apalagi jelas suara itu berasal dari arah belakang tubuhku

Menelan saliva yang rasanya bagai tersangkut di tenggorokan. Mencengram lebih erat cekalan pada kedua sisi kain samping batikku. Kain yang tadi kutarik agar lebih mudah bergerak, kemudian berbalik badan sambil merapalkan doa dalam hati. Walau aku yakin, aku akan terlibat masalah dan mungkin mendapatkan hukuman pertamaku.

Jika tadi rasanya tenggorokanku yang bermasalah, kini mungkin mataku yang bermasalah. Dari sekian banyak orang di istana, bagaimana mungkin orang ini yang kini berdiri di hadapanku ?

Tentu dengan menampakan wajah datarnya seperti biasa. Kebetulan yang luar biasa juga sepertinya. Setelah bertemu ular, sekarang aku benar - benar bertemu dengan Panji. Sayangnya bukan "Panji" yang bersahabat dengan ular - ular tetapi Panji sang prajurit kerajaan.

Setahuku saudara angkat Ken Arok juga bernama Panji. Pertanyaanku kini, Panji yang mana ini.

Panji Bawuk ... ?

Panji Kuncang ... ?

Panji Kunal ... ?

Panji Kenengkung ... ?

Mungkin juga Panji yang lain, karena banyak yang menggunakan nama itu. Entah Panji mana, yang pasti nasibku akan ditentukan olehnya. Menelan saliva yang rasanya bagai kedondong sangking beratnya ...

Mama tolong Linda

======= Bersambung =======

12 Juni 2020

SINGASARI, I'm Coming! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang