11 - PAST

31K 5.1K 169
                                    

"Pusss ... Pusss ... Cepat turun !" Suara seorang anak kecil menghentikan langkahku

Dalam jarak tiga meter di depanku tampak seorang anak laki - laki berusia sekitar 6 - 8 tahunan sedang menengadah, memandang seekor kucing kecil kecoklatan yang entah bagaimana berada di atas salah satu dahan pohon. Dari pakaiannya aku tahu bahwa dia bukan orang biasa, mungkin bangsawan atau malah seorang pangeran.

"Pusss ... Ayolah ... Nanti kau bisa jatuh " Katanya tak sabar

Berjalan pelan mendekatinya "Apa itu kucingmu Raden kecil ?" Ucapku sambil ikut memandang kucing yang ada di atas pohon itu.

Menengok ke arahku lalu menggelengkan kepalanya "Bukan Bibi."

"Lalu jika itu bukan kucingmu, tak perlulah Raden hiraukan dia." Beralih memandangnya, ah ... ternyata anak ini tampan juga "Raden tahu, kucing itu bukan hewan lemah dan dia cukup pintar, jika kita yang manusia ini jatuh dari pohon maka kita bisa patah kaki tapi kucing kemungkinan patah kakinya lebih kecil dibanding manusia."

Mendesah pelan lalu mengerutkan bibirnya lucu "Tapikan kasihan Bibi, dia masih kecil. Tidak bisakan Bibi menurunkannya untukku"

Menggaruk hidungku pelan "Eemmm ... itu sebenarnya ..."

"Bibi takut kucing ?" Tebak anak itu menahan tawa

Memincingkan mataku menatapnya "Enak saja."

"Lalu ... ambilkan dia untukku kalau begitu." Tantangnya

"Hamba tidak mau Raden"

"Berarti Bibi takut kucing. Kata Romo manusia tidak boleh berbohong. Sekali kita berbohong maka kita tidak akan dipercaya lagi"

Dahiku berkerut menatap anak itu, tidak di masa depan ataupun di masa lalu, anak - anak ternyata sama - sama suka mendebat. "Hamba tidak takut, tetapi hamba alergi pada hewan berbulu" alibiku agar tak perlu berurusan dengan binatang itu.

"Alergi ?" Menggetukan jari kecil ke pelipisnya "Apa itu Bibi, sepertinya aku belum pernah mendengar atau membaca kata itu dari kitab - kitab yang Romo berikan"

Memejamkan mataku sesaat "Maksud hamba, jika hamba berdekatan dengan binatang berbulu, hamba akan bersin - bersin Raden. Oleh karena itu, hamba tidak bisa mengambilkan kucing itu untuk Raden. Lagipula kucing itu berada di dahan yang cukup tinggi dan hamba tidak mungkin memanjat saat mengenakan kain seperti ini." Jari telunjukku mengarah pada kain jarik panjang yang kugunakan.

Anggap saja diriku setengah berbohong. Kadang aku memang bersin kala berdekatan dengan kucing tapi tidak di lain waktu. Entah alergi atau tidak, yang pasti aku tidak suka binatang. Khusus pada kucing, sebenarnya, aku lebih takut dicakar sih.

"Oh begitu" Mengalihkan wajahnya lagi ke arah kucing itu

Mengumpat di dalam hati, anak kecil adalah kelemahanku. Walau kadang sangat menyebalkan tapi melihat mereka sedih membuatku tidak nyaman. Kenapa pula tadi aku melewati jalan ini rutukku dalam hati.

Memantapkan hati lalu menaruh keranjang buah di tanah aku berjongkok dan mensejajarkan badanku dengannya. Lagipula aku tidak bisa lama - lama berada di sini kecuali ingin mendapat hukuman baru dari Pangeran Anusapati. Memandang tepat ke wajahnya yang imut "Kita akan menurunkan kucing itu, tapi kita harus bekerja sama. Raden mau ?"

"Maksudnya ?" Alisnya mengernyit menatapku

"Hamba akan menggendong Raden lalu Raden bisa menangkap kucing kecil itu, Bagaimana ? "

Tersenyum cerah menatapku yang juga tersenyum "Setuju"

Kami berjalan mendekati pohon. Menghembuskan napasku agak keras "Raden siap ?"

SINGASARI, I'm Coming! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang