17 - PAST

28.5K 4.7K 216
                                    

Suasana makan malam kali ini terasa sangat tenang, seharusnya itu bagus namun mengapa malah terasa aneh bagiku. Pangeran Anusapati memang tetap dengan ekspresi wajah minimalis khas dirinya, hanya sesekali bertanya pada Raden Mahisa Randi yang turut dalam jamuan kali ini. Sepertinya Raden Sadawira juga menyadari suasana tidak kondusif sehingga dia tidak mengeluarkan gurauannya sedikitpun.

Apa kabar yang dibawa oleh Raden Mahisa Randi sebegitu tidak menyenangkannya sehingga merubah mood Pangeran yang memang sudah buruk setiap harinya menjadi berlipat- lipat lebih buruk. Aku memang tidak tahu apa yang terjadi tadi saat mereka bercakap - cakap di teras pendopo, karena harus menyimpan buah.

Mungkin Sawitri tahu apa yang terjadi, jadi aku lebih baik bertanya padanya nanti. Tidak mungkin juga aku bertanya pada Nyi Ratri karena jelas kami beda derajat. Apalagi jika menanyakan langsung pada Pangeran Anusapati, bisa - bisa bukan mulutnya yang menjawab melainkan kerisnya yang menyapaku. Melirik Sawitri sekilas ternyata wajahnyapun tampak muram dan tak bersahabat. Ada apa sebenarnya dengan mereka semua ?

Setelah makan malam yang tidak menyenangkan itu berakhir. Aku melanjutkan pekerjaanku untuk menyiapkan kamar tidur Pangeran Anusapati agar bersih, wangi dan tentu terang walau hanya dengan lentera tradisional yang mereka sebut cempor. Itu karena hari ini adalah giliranku mempersiapkan bergantian dengan Sawitri. Akhirnya semua pekerjaanku hari ini sudah berakhir saat Pangeran telah masuk ke tempat peristirahatannya.

Gossip time ... Aku segera membalikan badan dan berjalan keluar dari pendopo Pangeran untuk kembali ke pendopo para pelayan. Mencari keberadaan Sawitri, namun dia belum ada di kamar. Mungkin itu pertanda aku harus bertemu sang Maha Kuasa alias beribadah terlebih dahulu sebelum bertemu Sawitri.

Setelah menjalankan kewajibanku, kemudian aku berjalan menuju bagian timur pendopo, biasanya Sawitri sering berada di sana karena ada semacam gazebo tradisional yang cukup lebar untuk duduk santai ataupun mengerjakan sesuatu. Berhubung tempat ini terletak di luar pendopo maka suasana terlihat lebih sepi dan cocok untuk mencari ketenangan, kecuali bagian cukup banyak nyamuk yang berterbangan. Hal ini menyebabkan tidak banyak pelayan yang betah berdiam di sana.

Tidak tahu saja mereka, jika Sawitri memiliki semacam cara yang membuat nyamuk tidak menyukai aroma tubuhmu, yaitu dengan menggosokan semacam daun di kulit kita yang tidak tertutup jarik. Katanya itu dapatkannya dari kakeknya, tetapi aku dilarang memberi tahu orang lain.

Di istana, rahasia apapun harus dijaga terutama tentang asal usul dirimu karena hal itu bisa dijadikan senjata dan berbalik membahayakan dirimu sendiri. Paling tidak itu yang dikatakan Sawitri padaku, walaupun aku bingung apa bahayanya lotion anti nyamuk versi tradisional ini jika sampai bocor ke khalayak umum.

"Akhirnya aku menemukanmu Sawitri" Ucapku sambil duduk di hadapannya

Masih sibuk meronce bunga hingga tidak memandangku, namun tangan kanannya mengeluarkan selembar daun dari lipatan kainnya lalu memberikannya padaku

Tersenyum padanya walau matanya tetap tak memandang padaku, tetapi pada bunga – bunga di tangannya "Terima kasih, Sawitri "

"____"

"Sawitri, apa ada yang terjadi tadi ? Kenapa suasana di pendopo Pangeran tidak seperti biasa ?"

"Apapun yang terjadi menyangkut Pangeran Anusapati itu bukan urusan pelayan" Jawabnya dingin

Mengernyit sesaat mengamati sikap Sawitri yang tidak seperti biasa "Mungkin benar bahwa urusan Pangeran bukan urusanku, tetapi sepertinya ada masalah yang menjadi urusan antara aku dan kamu. Benar tidak ? Apa aku berbuat salah padamu ?" Ucapku memancingnya

"__"

Tidak ada jawaban dari dirinya aku melanjutkan "Aku bukan dukun yang bisa menebak isi kepalamu, Sawitri. Aku yakin tadi sore kau masih baik – baik saja, tapi kau mulai aneh setelah aku datang dari dapur istana. Apa ada orang yang mengadu domba kita ?"

SINGASARI, I'm Coming! (END)Where stories live. Discover now