Ponsel dan Pintar

355 106 15
                                    

"Hidupmu tinggal berapa?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hidupmu tinggal berapa?"

"11 %."

"Ya sudah, selamat mati."

"Tunggu!"

"Kenapa lagi?"

"Kalau kamu, hidupmu tinggal berapa?"

"Oh, masih 52 %. Kenapa memangnya?"

"Sebelum mati, bolehkah aku minta tolong?"

"Boleh saja kalau memang aku sanggup."

"Tapi kamu jangan marah, ya."

"Semarah-marahnya aku paling cuma membuat panas tangan Penggunaku."

"Nah itu dia."

"Kenapa?"

"Aku minta tolong supaya kamu membuat panas tangan Penggunamu."

"Alasannya?"

"Kalau Penggunamu masih memainkanmu satu jam ke depan, sesuatu yang buruk bakal terjadi."

"Memangnya kamu peramal?"

"Di zaman sekarang, kita bagaikan sudah terpatri dengan jari-jemari mereka, kenal betul seluk-beluk pikiran mereka."

"Terus?"

"Maka tentu kita dapat pula meramalkan bagaimana nasib mereka beberapa jam, menit, detik berikutnya."

"Sekarang hidupku tinggal 49 %. Sebaiknya kamu cepat. Lihat itu hidupmu sendiri."

"Sial! 7 %. Jadi, ini ada kaitannya dengan Penggunaku."

"Lanjutkan."

"Penggunaku ini kebetulan seorang pembunuh bayaran."

"Dan Penggunaku seorang koruptor. Hmm, hubungannya?"

"Jika Penggunamu dalam kurang dari satu jam lagi masih berada di restoran ini, seseorang akan membunuhnya."

"Dibunuh oleh Penggunamu?"

"Tepat."

"Padahal mereka terlihat akrab-akrab saja duduk semeja begini."

"Kamu benci kan sama Penggunamu?"

"Pasti. Memang apa alasanku untuk tidak muak terhadap koruptor yang selalu lolos ini?"

"Kamu pasti sudah tahu bukan kalau Penggunaku, sebelum jadi seorang pembunuh, dulunya seorang hakim yang adil dan jujur?"

"Memang, aku tahu dia itu mantan hakim. Yang aku baru tahu, kenapa dia malah jadi pembunuh? Aku kaget, gila, sedrastis itu."

"Menurutku wajar, sih. Penggunaku ingin membunuh Penggunamu yang telah menggelapkan triliunan uang rakyat, sampai publik tahu, namun sampai sekarang belum ditangkap-tangkap juga."

"Sebentar, sebentar."

"Kenapa?"

"Kalau kamu memintaku memanaskan diri hingga Penggunaku kesal lalu pergi dari sini, bukankah itu artinya kamu menolak untuk membunuh Penggunaku?"

"Membunuh koruptor tidak akan berarti apa-apa, hasil korupsinya masih dapat dinikmati keluarganya."

"Solusinya?"

"Memiskinkan keluarganya."

"Caranya? Kita kan cuma ponsel. Mana bisa--"

"Maaf aku mati--"

"Halo? Halo?! HALOOO?!"

Bangsaku & Bank Saku {Wattys Award Winner}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang