Hantu dan Ketakutan

301 82 9
                                    

Hantu-hantu di kuburan Kampung Sadakoh gundah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hantu-hantu di kuburan Kampung Sadakoh gundah. Pasalnya, semakin sedikit warga yang berkunjung, menaruh sesajen di bawah sebuah pohon kamboja, dengan harapan semoga keinginan lekas terkabul. Hantu-hantu tak cuma kelaparan akibat pasokan sesajen yang tinggal remah-remah, tetapi juga kesepian. Tiada lagi hiburan sebab warga sekonyong-konyong menjadi pemberani, tak lagi merinding sewaktu ditakut-takuti.

"Apa ada yang aneh dengan cekikikanku?" keluh Kuntilanak usai menampakkan diri di hadapan sekelompok wanita yang hanya melengos.

"Suaramu tetap seram kok, Mbak," tanggap Pocong. "Mungkin yang aneh itu mereka."

"Maksudmu, Cong?" cetus Genderuwo yang sedari tadi sibuk mengobservasi nisan-nisan.

"Perhatikan," Pocong bersiap-siap, "bukankah lompatanku ini masih tampak mengerikan?"

"Oh," Genderuwo mengangguk. "Kurang lebih aku samalah dengan kalian. Bocil saja waktu menjumpaiku malah ketawa-ketiwi. Sesuatu pasti telah menimpa Kampung Sadakoh."

"Memang!" Tuyul berseru dari pohon kamboja tempat terkumpulnya makanan hantu-hantu.

Menghormati Tuyul yang telah dianggap pemimpin, ketiga hantu itu pun menghampirinya.

"Kalau boleh tahu, kenapa, Yul?" tanya Pocong takzim.

"Warga Kampung Sadakoh mendadak jadi miliarder."

"Maaf, Yul," potong Genderuwo sambil menunduk. "Belakangan aku tinggal di kuburan saja, biasalah penelitian, jadi kurang begitu mengikuti berita terbaru. Bagaimana mereka bisa kaya, Yul?"

"Para warga menerima ganti rugi miliaran rupiah dari perusahaan minyak yang hendak membangun kilang di tanah mereka. Begitu. Ah, benar kan, Mbak?"

Kuntilanak manggut-manggut. "Bu Kades yang biasanya mengutang di warung Mak Siat saja kini sudah sok menolak uang kembalian. Terus saat aku menakutinya di pasar, tangannya kulihat digelantungi gelang-gelang emas."

"Coba, Wo, tebak, kira-kira kenapa warga jadi hilang respek terhadap kita?" Tuyul mengetes.

"Mereka kan sudah tajir, nah apa gunanya lagi pesugihan di tempat kita?"

Hantu-hantu pun terbahak getir.

"Kamu memang hantu berpendidikan, Wo," puji Tuyul.

"Mati bareng yuk," desah Pocong frustrasi.

"Lah kan kita sudah mati," sanggah Genderuwo.

"Sabar," Kuntilanak menyarankan. "Siapa tahu ada produser film tertarik buat casting kita?"

"Lumayan duitnya," bisik Tuyul, diam-diam meratapi kolornya.

Bangsaku & Bank Saku {Wattys Award Winner}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang