Zilioner

486 125 16
                                    

Zilioner digunakan untuk menyebut seseorang yang kekayaannya melebihi miliuner. Mayoritas merupakan pengusaha, berumur setidaknya separuh abad, dan tinggal di negara maju.

Ya, mayoritas. Sebab, salah seorang di antaranya ternyata seorang dokter bedah, usianya baru 30, bermukim di Indonesia. Namanya Ugahari.

Aku sedang riset untuk menulis jurnal dengan topik zilioner sewaktu tahu-tahu menemukan Ugahari. Sebagai dosen ekonomi, aku takjub akan pemikirannya. Di sela-sela kesibukan praktik di satu rumah sakit swasta, setiap hari disisihkannya waktu untuk sebuah penelitian rahasia yang dikerjakannya seorang diri.

Ugahari pernah kuwawancarai, tetapi ada sesuatu yang lupa kutanyakan waktu itu, sehingga sekarang aku pun mendatanginya kembali. Karena lapar, aku singgah sebentar di rumah makan padang milik kenalanku, Raudal.

Rasanya sudah lama sejak terakhir kali kemari, aku mendadak asing. Masuk jam makan siang, anehnya, tempat ini masih saja sepi. Kupanggillah Raudal.

"Tumben?" tanyaku seusai makan, sopan menanyai keadaannya.

"Begitulah." Raudal mengedikkan bahu.

Terlihat olehku iklan pelangsing di televisi, aku pun berkata, "Biasalah, gaya hidup. Gendut dianggap aib, perutlah yang jadi korban."

Raudal bercanda, "Berdosanya aku membuat orang kolesterol."

Setelahnya dalam perjalanan, aku jadi kepikiran Raudal. Kuamati orang-orang. Benar, tak kudapati seorang pun berbadan "subur". Sesampainya di laboratorium Ugahari yang terpencil, langsung saja kuutarakan kegusaranku.

"Bapak salah kalau mengatakan bahwa Lambung Cerdas ditujukan untuk para pendamba tubuh ideal," bantahnya, tersenyum.

Ugahari menciptakan lambung bionik yang prototype-nya telah dibeli banyak negara maju. "Lambung Cerdas" tersebut ditanamkan ke tubuh manusia menggantikan lambung sebenarnya, dengan fitur mampu menyetel nafsu makan sehingga cukup dengan minum lapar pun tiada.

"Saya menciptakannya guna memberantas kemiskinan," ungkap Ugahari. "Saya gerah pada kondisi ketika sekelompok orang banting tulang demi sesuap nasi, sekelompok yang lain justru duduk manis berfantasi. Bukan itu saja, Pak. Besar harapan saya, Lambung Cerdas dapat pula menekan kriminalitas. Tidakkah Bapak berpikir; sumber segala kejahatan itu adalah uang? Kalau bukan demi perut, buat apa uang diburu sebegitunya?"

Bangsaku & Bank Saku {Wattys Award Winner}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang