XOXO

2.4K 362 65
                                    

(Lingkar perut 40.075,017 kilometer. Berat badan 5,97219 kali 10 pangkat 24 kilogram. Gembrot, bukan? Terima kasih karena tidak mengejek saya. Jadi, tunggu apa lagi? Naikilah bisul saya ini. Akan saya manjakan mata kalian berdua.)

"Terus mendaki, Lusi!"

"Terjal!"

"Lihat bendera di atas itu?!"

"Ya!"

"Berkibar-kibar menyambut kita!"

"Kakiku!"

"Puncak gunung ini!"

"Kram!"

"Sedikit lagi!"

"Sunrise terindah dalam hidupku?!"

"Pasti!"

(Sesampainya kalian ... aduhai, romantis sekali. Cium, peluk. Cium, peluk. Reuni yang mengharukan. Kalian bahkan tidak peduli gelap dan dingin yang menusuk. Bagus, bergandenganlah. Fajar segera tiba.)

"Kompasnya, Lusi?"

"Nih."

"Aku akan memasangkanmu penutup mata."

"Untuk?"

"Nanti, begitu cahaya pertama rekah di ufuk timur, penutup matamu baru boleh dibuka."

(Menanti kunjungan rutin ibu saya, Matahari, terhanyutlah kalian dalam hangatnya perbincangan. Tentang ibu kota yang terhampar di bawah sana. Kemacetan yang tinggal sejarah. Permukiman serba tertata. Taman-taman. Gedung-gedung futuristik. Serta, yang terpenting, manusianya. Telah imun terhadap korupsi. Berpendidikan dan berdikari. Nasionalis. Toleran. Meninggalkan mentalitas massa. Selamat, impian kalian terwujud!)

"Penutup mataku—"

"Sabar, Lusi. Beberapa menit lagi."

"Kelamaan tinggal di negeri orang ... ah, menyesal."

"Kamu, sih, pesimis sama bangsa sendiri."

"Dulu, gatal rasanya tangan hendak membasmi gengsi yang mewabah di sini. Bukannya bertindak, aku keburu angkat kaki. Maafkan aku, Bangsaku."

(Laksana fouettés-nya balerina, saya berotasi 1.674,4 kilometer per jam. Sekaligus 365,25 hari sekalinya berevolusi. Itulah sebagian kecil kewajiban saya. Sudah milyaran tahun, tidak lelah, tidak berhak juga mengeluh. Namun, sepertinya—entahlah. Tiba-tiba—eh. Kaki saya—tumben-tumbennya ibu—kram! Kaki saya kram!)

"Mataharinya sudah muncul? Penutup mata kulepas, ya?"

"Hmm—oh! Silakan."

"Kok masih gelap?"

"Entahlah. Sudah jam 7 padahal."

"Ini benar 'kan kita menghadap timur?"

"Nih, periksalah."

"Di kompas memang timur, tetapi—"

"Berbaliklah."

"Lah? Kok di barat terang?! Ini pagi atau sore, sih?!"

"Pagi—"

"Gempa!"

"Lusi, bertahanlah!"

"Aku mencintaimu, Revo!"

"Lusi!"

(Cium, peluk. Cium, peluk. Kalian berdua. Hal terakhir yang saya saksikan sebelum ....)

Bangsaku & Bank Saku {Wattys Award Winner}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang