Trap

3.8K 511 42
                                    


"Cat, kiriman!"

Segera kutiriskan crepe yang masih mendesis di wajan. "Sebentar!"

Sambil menjilati sisa adonan di jari, aku berlari menuju beranda.

Butuh keajaiban untuk percaya bahwa Dad sudah bernyawa sepagi ini dan, superkeajaiban, membaca koran. Ditolehkannya dagu ke kotak surat.

Kusambar sebentuk paket beralamatkan namaku sebelum kembali ke dapur.

Mom telah mengklaim crepe tadi, menaburinya Cheddar, dan masih bersikap kau-mungkin-tak-jauh-beda-dengan-jalang-keparat-itu terhadapku.

"Jangan dihabiskan, Mom!" Kunaiki tangga, tersentak pintu kamarku terbanting menutup.

Barusan pasti terlalu lemah untuk mematahkan kredo Cat-si-plegmatis-kronis. Padahal, sumpah, aku sedang senang-senangnya!

Mendaratkan bokong ke ranjang, kusobek bungkusan itu.

Oh, Tuhan.

BENDA INI!

Betapa terhormatnya Catriona West, satu dari seratus pemilik eksemplar pertama buku terbaru novelis pemenang Nobel, Frédéric Gaius!

Tak seorang pun mencurigai dendam yang kupendam. Tidak Mom, yang semenjak memergokiku bercumbu dengan seorang cowok, berhenti mencampuri perkara hormonal putri bungsunya ini. Lebih-lebih Dad.

Semua bermula usai aku menamatkan "Weka-Weka Land"-nya Mr. Gaius.

Novel itu mengisahkan Sednôf, seekor tikus berdasi kupu-kupu, yang merampok sebuah bank yang menyebabkan istrinya meninggal akibat jeratan bunga sehingga memutus biaya pengobatan sang istri pada satu rumah sakit di pinggiran Kota Auah.

Keheroikan Sednôf menginspirasiku.

Pertama-tama, Vanessa, (mantan) sahabatku. Dia memalsukan tenggat registrasi Miss USA yang serta-merta menghancurkan impianku akan kriteria-utama-cewek-incaran-cowok-tipikal-Marvel.

Kedua, Cooper. Cowok fanatik Katy Perry itu mempermalukanku dalam sebentuk muslihat epik hanya karena aku menggumamkan sebaris lirik Taylor Swift sewaktu berpapasan dengannya di kafetaria.

Terakhir, Catherine, kembaranku. Sejak seorang pria hipster alkoholik menikahinya, entah kenapa, Mom selalu menatapku seperti menatap Catherine-versi-Durhaka.

Kupikir, cara terelegan membalaskan dendamku, sekaligus mendatangkan profit, adalah menovelkannya.

Sejumlah tabungan hasil kerja paruh waktuku di toko Ms. Kinn cukup untuk membeli "Menulis Novel Debut Sekencang Pusaran Tornado" di pangkuanku ini.

Kubuka halaman pertamanya. Kedua. Ketiga. Empat....

Hingga di 499, halaman terakhir.

Buku itu kosong.

Barulah tersadar bahwa di samping tiap-tiap nomor halaman, tertera "tulis!".

Kapital dan huruf tebal.

Bangsaku & Bank Saku {Wattys Award Winner}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang