Ekstravaganza

7.1K 792 58
                                    

Alkisah di Negeri Animalia, sebentuk pulau sarat bekas tancapan tongkat kayu dan batu yang dahulunya tanaman, tepat di tengah alun-alunnya yang disemuti warga, berlutut menahan pilu Tikus si Pemberani. Di sekujur punggungnya malang-melintang kanal-kanal darah. Ia meraung, mengoyak-menguak lengang langit malam. "He he he," demikian ia menimpuk sakelar murka warga begitu senja tadi diringkus. Berton-ton keju nasional, yang belakangan raib misterius, ternyata membuncit di gudang bawah tanah kastel emasnya.

Bosan lantas kuap, Kecoak si Pendiam pun memutuskan pulang. Keluar dari lingkaran kerumunan yang panas dibanjur kesumat, ia terobos laksana gerilya. Kepada Tikus si Pemberani warga mendamprat, "Hu hu hu." Dan dampratan itu terus menggema di telinga Kecoak si Pendiam, bahkan sesampai ia di rumah. Namun, sungguh, tak ada yang mampu dilaku selain semata menjerembapkan simpati itu keras-keras. "Hi hi hi," dipungkasinya doa. Sebelum menarik selimut, sejenak ia menatap-mengawang langit-langit kamar. Bagaimanapun, nasib sahabatnya—yang sedang dihukum cambuk—itu bukanlah lagi urusannya.

Di kegemparan alun-alun, Cacing si Penegak sadar bahwasanya warga masih mengelu-elukannya. Kian getollah ia mengayun-lecutkan cemeti, yang tak lain ekornya sendiri itu, ke punggung Tikus si Pemberani. "Ho ho ho," lolongnya energetik. Ia membayangkan, satu stadion kini riuh menyemangati agar ia menyabet lagi lebih kencang lebih mengguncang. Padahal, sungguh, tak seorang pun sudi peduli pada kwasiorkor tubuhnya yang kelangkaan gaji tersebut. Akan tetapi, ia ikhlas—tak seorang pun peduli mengapa.

Raungan yang mengoyak-menguak lengang langit malam itu rupanya telah menjalar ke setonggak mercusuar di tapal samudra, tempat Gagak si Pencabut bermarkas. Buru-buru dientakkannya cakar, membentang sepasang sayap, terbang mengusung malam. Tak lama berselang, kaoknya bahana memasuki perimeter Negeri Animalia. Ingar di alun-alun membuyar. Warga bubar jalan, termasuk Cacing si Penegak yang bertolak seraya menepuk dada bangga. Elegan, mendaratlah Gagak si Pencabut di zona eksekusi. Ia rangkulkan sebelah sayap ke bahu Tikus si Pemberani, menyorongkan paruh, membisikinya, "Ha ha ha."

Bangsaku & Bank Saku {Wattys Award Winner}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang