Miskin dan Bahagia

227 59 1
                                    

Aku dilarang main keluar sepulang sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku dilarang main keluar sepulang sekolah. Sebab, kupikir, Emak pelit, ogah memberikanku selembar 5000 sebagaimana yang diterima anak-anak tetanggaku buat jajan sore-sore. Padahal, seperti mereka, aku juga ingin jajan Kebahagiaan.

Diam-diam aku menabung demi memuaskan rasa penasaranku akan Kebahagiaan itu. Sampai tibalah suatu sore, dengan sekantung recehan yang telah terkumpul, Emak akhirnya luluh mengizinkanku main keluar, kendati di matanya tersirat takut dan bibirnya tersenyum kecut.

Maka berangkatlah aku, bersama teman-temanku, ke tepi lapangan tempat satu pohon beringin menjulang di timur kampung yang kumuh ini. Ternyata sudah banyak anak-anak yang duduk melingkar di sana, mengerubungi Paman Pendongeng yang berdiri penuh semangat di tengah-tengahnya.

Aku sudah tak sabar hendak bergabung ketika salah seorang teman menyikutku, "Sahara, taruh dulu uang kau di situ," sambil menunjuk sebuah kotak besi serupa kotak amal. Aku pun menurut.

"Sudah 20 orang, ya? Oke, kita mulai saja," ujar Paman Pendongeng dengan senyum pasta giginya. Wajahnya berbedak warna-warni persis badut, sementara pakaiannya mirip bapak-bapak yang pernah kulihat di buku paket sekolahku, dengan setelan jas hitam bersetrika rapi yang kata guruku namanya anggota DPR.

Temanku tadi kembali menyikut, "Sahara, Paman Pendongeng benci pada anak yang memotong ceritanya, jadi diamlah dan simak sampai selesai. Paham kau?" Lagi-lagi aku cuma menurut.

Paman Pendongeng pun mulai berkisah, "Pada suatu hari..."

*

Serbasalah, itulah pikiran para orangtua yang anak-anaknya berkumpul di bawah pohon beringin tersebut. Pasalnya, Paman Pendongeng sebenarnya gila, ODGJ yang memanfaatkan anak-anak usia SD untuk dijadikan rakyat khayalan yang gagal diwakilinya. Dia hanya kurang 20 dari syarat 5000 suara untuk melenggang sebagai wakil rakyat pada Pemilihan Legislatif tahun lalu. Singkatnya, dia depresi, entahlah, tahu-tahu menjelma seorang pendongeng ulung.

Namun, warga setempat berat untuk mengusirnya. Karena, mereka tahu, sepulang dari mendengarkan Paman Pendongeng, anak-anak mereka pasti bakal terlelap damai di kasur yang walau tipis, namun keesokannya dengan mata berbinar-binar terbangun seolah telah bermimpi Kebahagiaan.

Bangsaku & Bank Saku {Wattys Award Winner}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang