Beruang (Part 2)

166 44 2
                                    

Malam itu, Pemerintah Daerah sedang rapat membahas cara menghabiskan anggaran belanja yang ternyata sangat banyak sehingga dirasa susah untuk dihabiskan dalam satu periode masa jabatan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Malam itu, Pemerintah Daerah sedang rapat membahas cara menghabiskan anggaran belanja yang ternyata sangat banyak sehingga dirasa susah untuk dihabiskan dalam satu periode masa jabatan. Saat asyik-asyiknya berembuk, memilih kota mana yang hendak dituju untuk studi banding mendatang, tiba-tiba dari luar gedung rapat terdengar kegaduhan. Para pejabat, yang duduk dengan kepala mulai terantuk mengantuk itu, awalnya membiarkan saja. Ah, paling kegaduhan di luar cuma protes kecil dari rakyat kecil yang kemungkinannya kecil untuk segera menjadi bahaya, sebagaimana biasa. Namun, yang tidak sebagaimana biasa adalah, betapa kegaduhan di luar itu terasa semakin mengganggu saja, hingga bahkan membuat para pejabat tak lagi mengantuk. Aparat keamanan pun datang melapor. "Wartawan, Pak!"

Salah seorang pejabat, yang kebetulan tidak mager untuk mememui aparat keamanan, menyambut, "Ada apa dengan wartawan?"

"Mereka berusaha mendobrak masuk, Pak!"

"Berapa jumlahnya?"

"Kira-kira seribu orang, Pak!"

"Dari mana saja mereka?"

"Dari berbagai media pemberitaan, Pak!"

"Apa masalahnya?"

"Tidak jelas, Pak. Mereka cuma melolong-lolong dan buta!"

"Kenapa mereka begitu?"

"Kami juga tidak tahu, Pak!"

"Bagaimana situasi terkini di luar?"

"Ricuh, Pak. Mereka--"

"Kapan kalian akan bertindak mengusir mereka?"

Aparat keamanan itu tampak bingung, terdiam, garuk-garuk, lalu, "Sekarang, Pak!" sahutnya lantas bergegas keluar.

Si pejabat, usai bertanya 5W + 1H sesuai kode etik yang diterimanya saat sumpah jabatan, balik ke dalam untuk mengabarkan bahwa rapat dapat dilanjutkan kembali.

Akan tetapi, ketika pimpinan rapat sibuk mencari entah apa di tumpukan kertas karena lupa sampai di mana tadi, mendadak saja bergema suara bantingan pintu dan pecahan kaca.

Para wartawan, jumlahnya tak kurang seribu orang, berombongan merangsek masuk ke dalam gedung rapat itu. Mereka terdiri dari reporter dan kameramen. Mereka berduyun-duyun bagaikan alien. Mereka buta dan melolong-lolong dan senewen.

Setelah semua pintu dan kaca pecah berhamburan, para wartawan berhasil membantai aparat keamanan yang tadi berjaga, yang sebelum mati terlebih dahulu buta dan melolong-lolong.

Sungguh, para wartawan itu menjelma zombi yang tangannya menjulur-julur ke depan, kesetanan. Lihatlah, mereka akhirnya mencapai ruang rapat tanpa kesulitan, dan langsung menangkapi para pejabat.

Tak pelak para pejabat lari kocar-kacir, mencari perlindungan, mencari aparat keamanan yang ternyata sudah mati duluan. Beruntung, para pejabat itu tidak mati. Namun, seperti halnya para wartawan, mereka harus menerima nasib tragis dirinya buta dan melolong-lolong.

Demikianlah, pagi keesokan harinya, Pemerintah Pusat segera menetapkan peristiwa di kota tempat lelaki kaya itu pertama kali buta dan melolong-lolong, sebagai wabah. Lalu, karena seluruh aparatur di Pemerintah Daerah ikut tertular, dan kota juga lumpuh total, predikat pun berubah menjadi Bencana Nasional.

(bersambung...)

Bangsaku & Bank Saku {Wattys Award Winner}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang