Melodrama

3.3K 566 20
                                    

Bangku taman merah jambu. Wangi bunga aneka rupa. Senja yang lugu. Kita tersua.

Kamu keterlaluan jelitanya bahkan manakala gerimis begini. Atau, tangiskah itu? Tangis yang diam-diam kamu tangkis begitu orang asing sepertiku tiba-tiba menghampiri? Yang terang, sewaktu kita serempak tersenyum, ada yang mendadak megar dan gebyar di dadaku.

Meski sedikit lusuh, maaf bila menyinggung, penampilanmu tetaplah sukses menggempitakan hatiku yang lama monokrom. Sepatumu merah jambu. Ikat rambutmu karet gelang merah jambu. Gaun putih selututmu bercorak kupu-kupu merah jambu. Di telapak tanganmu terbaring balon kisut yang belum ditiup, juga merah jambu.

"Balon itu untuk apa?" tanyaku, membanting hening. Surya melandai. Gerimis merimbun.

Kamu kail tatapanku, seakan-akan memastikan sesuatu. Pertanyaanku kamu gantung.

Kamu berdiri, lantas, "Bangsa ini sedang menangis!" hardikmu serta-merta. Hujan telah purna menggelontor. "Dan kamu, orang-orang borjuis yang buta empati, adalah muasal, mengapa kawah air mata di wajah bangsa yang permai ini tak henti-henti mendidih!"

Mengabaikan bantahan pada gestur tubuhku, kamu lanjut menyembur, "Tidak sadarkah kamu pantofel mengilatmu itu bisa mengenyangkan perut anak-anak jalanan sebulan penuh? Tidak sadarkah kamu arloji emasmu itu bisa mengusaikan penantian puluhan desa terhadap listrik? Tidak sadarkah kamu kemeja perlentemu itu mampu memakmurkan guru-guru di pelosok negeri ini agar tak dirisaukan lagi hanya pada urusan 'besok hendak makan apa'? Tidak sadarkah kamu parfum semerbakmu itu dapat membiayai operasi bibir sumbing adikku agar puas tersenyum selayaknya sebayanya? Tidak sadarkah kamu?!"

Kamu copot karet gelang yang mengucir rambutmu, mengarahkan balon kisut tadi ke bibir, meniupnya. Menggembunglah benda elastis tersebut sebagaimana pipimu. Lekas kamu sumpal dengan karet gelang.

Kamu dekap balon itu erat-erat, sebelum mencampakkannya.

Kemudian, meninggalkanku.

Seminggu berlalu. Ketika taman bunga ini kembali kudatangi, kamu tak kudapati.

Omong-omong, masih kusimpan balon merah jambu yang kian hari kian mengempis itu. Perlahan, kubuka sumbatnya. Biar sisa napasmu baka direnggut bunga-bunga warna-warni. Biar sisa makianmu syahdu menghidu petang yang basah ini. 

Bangsaku & Bank Saku {Wattys Award Winner}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang